Rabu, 15 Oktober 2014

[Fan Fiction] Prince? No, Dwarf!




Prince? No, Dwarf!
Wafda S. Dzahabiyya

Summary:
Tidak selamanya dongeng berakhir bahagia.
Semua tergantung sebagai apa kau berperan di dalamnya.

***

“Jinyoung-ah, kau tahu apa dongeng kesukaanku?”

Jinyoung mendongak, menatap sang penanya melalui cermin besar yang mengelilingi ruangan tempat mereka berada. Gadis yang bertanya padanya juga tengah melakukan hal yang sama, tak lupa ditambah senyum manis khasnya seolah menuntut Jinyoung untuk menjawab pertanyaannya.

“Huh?”

Hanya itu yang berhasil meluncur dari mulut Jinyoung. Bagaimana tidak, tadi itu kalimat pertama yang diucapakan temannya setelah mereka sekian lama tidak bertemu. Tanpa basa-basi – menanyakan kabar atau kegiatannya sekarang – gadis itu tiba-tiba bertanya soal dongeng?

“Suji-ya, kita tidak bertemu hampir dua bulan dan yang kau tanyakan pertama kali adalah dongeng?”

“Sudahlah, jawab saja pertanyaanku!” seru Suji tidak sabar, disenggolnya bahu Jinyoung dengan bahunya sendiri berkali-kali.

“Hmm,” gumam Jinyoung pelan sambil mengubah arah pandangnya langsung kepada gadis yang duduk disampingnya. “Si Cantik dan Si Buruk Rupa?”

“Deng! Salah, yang benar Putri Salju!”

Jinyoung bisa melihat senyum Suji yang melebar saat mengatakan bahwa tebakan asalnya tadi salah. Mau tak mau pemuda itu ikut tersenyum, meski masih tak mengerti arah pembicaraan mereka.

“Kau tahu cerita Putri Salju kan?” Suji kembali bertanya dengan antusias, tapi kali ini gadis itu tidak menunggu jawaban dari lawan bicaranya. “Putri Salju, si putri cantik jelita dengan kulit seputih salju, rambut sehitam arang, dan bibir semerah darah. Dia tinggal bersama seorang ibu tiri yang mempunyai cermin ajaib, cermin yang bisa memberitahunya siapa perempuan tercantik di dunia. Sang ibu tiri marah saat cermin itu mengatakan Putri Salju lebih cantik darinya. Akhirnya sang ibu tiri menyuruh seorang pemburu untuk membunuh Putri Salju, tapi dia berhasil melarikan diri ke hutan.”

“Lalu?” tanya Jinyoung, memotong serentetan penjelasan penuh semangat Suji.

“Lalu di hutan Putri Salju bertemu dengan –”

“Bukan itu maksudku,” potong Jinyoung sekali lagi, sedikit tidak sabar. “Aku tahu cerita Putri Salju. Maksudku, ada apa kau tiba-tiba membicarakan hal ini?”

“Aku dengar kau akan debut kembali dengan grup barumu, GOT7!” Suji menunjukkan tujuh jarinya kehadapan Jinyoung, masih dengan senyum yang sama yang dari tadi merekat diwajahnya.

“I…ya?” Jinyoung menjawab ragu, kaget dengan perubahan topik yang secara mendadak.

“Lalu di hutan Putri Salju bertemu dengan?”

“Dengan?” Jinyoung mengerutkan keningnya, sekali lagi terkejut dengan pertanyaan Suji yang tiba-tiba kembali berubah arah. Namun Suji hanya menatapnya – dengan bola mata hitamnya yang jernih – dan menunggu jawabannya. “Umm, tujuh kurcaci?”

“Nah!” Jinyoung sedikit berjengit mendengar seruan girang Suji. “Putri Salju dan Tujuh Kurcaci. Bukankah ini suatu kebetulan yang hebat? Aku bisa jadi Putri Salju.”

Jinyoung masih menatap Suji sambil berusaha mencerna maksud perkataan gadis itu. Jika Suji jadi Putri Salju, lalu –

“Maksudmu kami kurcaci?!” tanya Jinyoung setengah berteriak setelah mengerti maksud percakapan mereka.

Jinyoung mendengus mendapati Suji hanya tertawa, sia-sia saja ia mendengarkan semua perkataan gadis itu dengan serius sejak awal. Pemuda itu mengalihkan perhatiannya pada buku sketsa yang sempat ia lupakan, alasan utamanya menyendiri diruangan itu sebelum gadis disampingnya datang.

“Hey, kau sedang apa sih?” tanya Suji akhirnya setelah merasa tidak diacuhkan. Gadis itu menegakkan punggungnya, berusaha mengintip isi buku sketsa Jinyoung.

“Oh, akhirnya kau bertanya?” Suji tertawa pelan mendengar pertanyaan balik dari Jinyoung yang seolah menyindirnya.

“Ya maaf, tadi aku terlalu semangat ingin menceritakan soal Putri Salju dan Tujuh Kurcaci ini.”

Suji menempatkan dagunya dibahu Jinyoung, sekarang ia bisa melihat dengan jelas isi buku sketsa itu. Lembaran dihadapannya hampir penuh oleh sketsa orang dengan berbagai pose, atau gerakan?

“Kau membuat koreografi?” tanya Suji, setengah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Gadis itu bisa merasakan kepala Jinyoung mengangguk pelan sebelum ia berkata, “Aku dipercaya membuat koreografi untuk salah satu lagu di album debut kami.”

“Hebat!” Suji melonjak girang sebelum memeluk pemuda disampingnya. “Kau memang temanku yang paling bisa dibanggakan!”

Jinyoung tertawa sebelum melepaskan pelukan Suji. “Tak usah berlebihan, ini bukan untuk title track kok.”

“Tetap saja! Kau pasti bisa!” Suji mengepalkan kedua tangannya dihadapan Jinyoung dengan semangat.

“Terima kasih.” Jinyoung tersenyum seraya mengacak poni Suji sejenak sebelum kembali fokus pada pekerjaannya.

Sesaat kemudian Jinyoung merasakan beban dipundaknya. Pemuda itu menoleh, mendapati Suji menaruh kepalanya disana. “Kau tidak ada jadwal?”

“Aku masih punya waktu satu jam,” jawab gadis itu, matanya sudah terpejam.

Keduanya menikmati keheningan yang tercipta diantara mereka sampai Jinyoung memecahnya.

“Suji-ya, kalau kami tujuh kurcaci, lalu siapa pangerannya?”

Dengan cepat Suji menegakkan tubuhnya, menatap Jinyoung sambil tersenyum jahil. “Aku pikir kau tidak peduli.”

“Memang tidak, hanya tiba-tiba kepikiran saja. Atau aku harus bertanya siapa ibu tiri yang jahat itu?”

“Tidak! Tidak ada peran seperti itu di dunia nyata!” Gadis itu menggeleng cepat, tak ingin membayangkan sosok seperti itu benar-benar ada dihidupnya.

“Pangerannya?” Suji mengetuk-ngetuk dagu dengan jari jemari lentiknya seraya berpikir. “Hmm, Junho oppa?”

***

“Bagaimana perasaanmu?”

Suji berjengit mendengar pertanyaan yang tiba-tiba tersebut. Didapatinya Jinyoung telah berdiri di sampingnya, ikut mengamati panggung kecil berbentuk hati yang tengah dipasang oleh beberapa staf di halaman café itu.

“Perasaanku?”

“Ya.” Jinyoung balas menatap gadis disampingnya seraya tersenyum sebelum melanjutkan, “Bagaimana perasaanmu akan diperebutkan oleh tujuh kurcaci?”

Suji tertawa mendengar pertanyaan Jinyoung itu. Tidak disangka pemuda itu masih ingat dengan pembicaraan mereka soal dongeng kesukaannya beberapa bulan yang lalu.

“Rasanya aneh,” kata Suji akhirnya setelah berhasil mereda tawanya.

“Kau pasti tak menyangka ada kurcaci setampan aku,” ujar Jinyoung penuh percaya diri, cengiran khasnya melekat diwajahnya.

Suji mendengus, mengalihkan perhatiannya kembali pada panggung kecil tempat dia akan berdiri nanti yang sekarang sudah terpasang sempurna. Sekarang mereka tinggal menunggu sampai kamera dan lighting terseting sebelum memulai kembali pengambilan gambar untuk variety show terbaru dari GOT7 tersebut.

“Setelah aku pikir, cerita Putri Salju dan Tujuh Kurcaci itu sangat aneh,” kata Jinyoung lagi yang kali ini membuat Suji kembali menoleh kearahnya dengan cepat.

“Maksudmu?” tanya Suji tidak terima.

Jinyoung menoleh sekilas ke arah Suji sebelum kembali menatap lurus ke depan dan mulai menjelaskan, “Putri Salju tertidur setelah memakan apel beracun dari ibu tirinya, lalu tiba-tiba muncul pangeran entah dari mana datangnya dan seenaknya mencium sang putri hanya karena dia cantik, kemudian sang putri terbangun. Bukankah itu aneh?”

“Apa anehnya?” Suji masih menatap Jinyoung tidak mengerti.

“Katanya Putri Salju terbangun karena ciuman cinta sejati, tapi bagaimana dia bisa tahu kalau pangeran itu cinta sejatinya padahal mereka belum pernah bertemu sebelumnya? Sang putri bahkan tak tahu apa pangeran itu tampan atau tidak.”

Suji menatap pemuda disampingnya tidak percaya, gadis itu bisa merasakan mulutnya terbuka sedikit dan matanya mengerjap cepat.

“Karena mereka sudah ditakdirkan bersama! Dan tentu saja pangeran pasti tampan!” protes Suji sambil berusaha untuk tidak berteriak dan menarik perhatian orang-orang disekitar mereka.

“Tidak semua pangeran punya gen keturunan yang bagus,” bantah Jinyoung kalem.

“Dan takdir?” tambah pemuda itu sebelum Suji sempat protes kembali. “Kau pikir cinta bisa muncul hanya karena takdir?”

Hening sejenak diantara mereka. Suji tak tahu kenapa Jinyoung mendadak serius seperti itu. Jinyoung sendiri masih sibuk dengan pikirannya.

“Bukankan akan lebih masuk akal jika ceritanya seperti ini,” Jinyoung berdeham pelan sebelum melanjutkan dongeng versinya. “Putri Salju yang melarikan diri ke hutan bertemu dengan tujuh kurcaci dan tinggal bersama mereka. Hari demi hari berlalu, tanpa disadari cinta tumbuh diantara Putri Salju dan salah satu kurcaci –”

“Kau gila?!” potong Suji setengah memekik.

“Kenapa? Lagipula setelah Putri Salju tertidur para kurcaci membuatkannya sebuah peti kaca, menaburinya dengan bunga, menungguinya setiap hari hingga sang pangeran datang. Bukankah itu yang disebut cinta sejati?”

Sekali lagi Suji tidak bisa berkata apa-apa. Mungkin yang dikatakan Jinyoung memang ada benarnya, tapi gadis itu tak terima dongeng kesukaannya diubah seenaknya seperti itu.

“Jinyoung-ah, kau hanya ingin jadi pangeran kan? Bilang saja!” Jinyoung menoleh, mendapati Suji tengah menatapnya yakin.

“Tidak,” balasnya ringan. “Menurutku kurcaci lebih baik daripada pangeran. Mereka mencintai Putri Salju dengan tulus, tidak hanya karena melihat ia cantik.”

***

“Putri Salju dan Pangeran pun hidup bahagia selamanya.”

Jinyoung mendengus menanggapi kata-kata yang digumamkannya sendiri. Fokusnya masih lurus mengamati dua sosok di atas panggung. Suji dan Junho, mereka kembali mendapatkan kesempatan untuk melakukan kolaborasi di konser JYP Nation tahun ini. Jinyoung bisa mendengar teriakan para penggemar yang kembali riuh saat keduanya menutup penampilannya dengan saling bergandengan tangan, berhadapan dengan jarak yang sangat dekat.

Huh, kata siapa dongeng selalu berakhir bahagia? Mereka tidak tahu saja ada sosok kurcaci yang patah hati saat pangeran datang membangunkan Putri Salju. Meskipun Jinyoung memaknai betul perkataannya mengenai Putri Salju dan kurcaci, ia sadar kurcaci tetaplah kurcaci. Pada akhirnya Putri Salju akan tetap memilih Pangeran. Takdir? Inilah mengapa Jinyoung tak percaya akan takdir. Oh, dan cinta sejati.

***

Also posted on asianfanfics in english.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar