Sabtu, 27 Februari 2016

[Fan Fiction] Let's Drink!


Let's Drink!
Wafda S. Dzahabiyya

“Ayo Jinyoung-ah, minum!”

Jinyoung tersenyum dan mengulurkan gelasnya, menerima tuangan soju dari Wooyoung. Saat ini mereka, dan semua artis JYP Nation, sedang berada di salah satu restoran terkenal di Seoul untuk merayakan suksesnya konser keluarga yang telah berlangsung selama dua hari. JYP Entertainment sengaja menyewa sebuah ruangan besar di bagian belakang restoran tersebut untuk semua idol, dancer, dan staff. Suara percakapan yang penuh dengan tawa terdengar dari setiap sudut ruangan, semua tampak bergembira.

“Aku ingat dikonser sebelumnya kau masih belum bisa minum,” kata Junho. Pemuda itu kemudian ikut menuangkan soju ke gelas Jinyoung yang telah kosong. Jinyoung hanya terkekeh dan langsung meneguk habis minuman di gelasnya.

“Kita belum pernah minum bersaa sejak kau resmi menjadi dewasa.” Taecyeon ikut menimpali, sekarang gilirannya menuangkan soju untuk Jinyoung.

“Itu bukan karena kau tidak mau minum bersama kami kan?” goda Junho.

Jinyoung nyaris tersedak ketika mendengar kata-kata dari seniornya itu. Buru-buru ia membantah, “Ani, hyung! Kau yang terlalu sibuk dan tak pernah mengajakku minum.”

Ketiga senior di depannya tertawa, membuat Jinyoung hanya bisa tersenyum kecil.

Kau tahu, kau lebih sibuk dari pada aku akhir-akhir ini,” Wooyoung berkata sambil kembali mengisi gelas pemuda yang lebih muda darinya itu.

Tentu saja, the hottest rookie group of the year!” Taecyeon berkata dalam bahasa inggris.

“Hey, Hottest itu fans kita!” protes Junho, membuat mereka semua kembali tertawa.

Kali ini Jinyoung tertawa pelan sebelum meneguk soju di gelasnya.

Jangan paksakan dirimu.” Jinyoung menoleh dan menemukan Jaebum berbisik kepadanya. Tapi bisikan itu ternyata cukup kencang hingga Junho yang berada di depan Jaebum bisa mendengarnya.

Apa? Dia tidak bisa minum?” Junho bertanya, membuat rekan setimnya melihat ke arah jinyoung dengan penasaran.

Ani, aku –”

Dia tidak bisa minum terlalu banyak hyung,” jelas Jaebum.

Benarkah?” Wooyoung menoleh pada Jaebum, menatapnya tidak percaya.

“Yeah, setiap kali kita pergi dia tidak pernah minum banyak.”

Hyung!” Jinyoung tidak percaya Jaebum mengatakan hal tersebut pada senior mereka.

Dan alasannya selalu, harus ada satu orang yang tetap sadar di antara kita.” Jackson tiba-tiba ikut menimpali percakapan itu, tapi fokusnya tetap tertuju pada daging di panggangan.

Jinyoung memutar bola matanya, tak sengaja pandangannya bertemu dengan gadis di sisi lain meja itu. Selama beberapa saat mereka saling bertatapan, sampai seseorang berbicara pada gadis itu. 

“Suji-ya, ayo minum lagi!”

Suji menoleh dan menemukan Sunmi sudah menuangkan soju ke gelasnya. Suji tersenyum dan meneguk habis minuman tersebut.

“Wow, kau minum dengan baik.” Yeeun terkekeh dan mengisi kembali gelas Suji.

Dia peminum yang paling baik di antara kita,” kata Fei yang langsung mendapat persetujuan dari Jia.

“Oh, benarkah?” Sunmi menatap Suji tak percaya, membuat gadis itu hanya bisa tertawa canggung dan meneguk soju di gelasnya.

Dia pasti sudah terlatih karena sering minum bersama staff drama dan film, benar kan?” Min menggoda maknae  mereka itu. 

Ani, aku –”

“Woah, Jinyoung-ah, bagaimana bisa kau kalah dari Suji?” Junho yang diam-diam mendengarkan percakapan para gadis itu berbalik untuk menggoda Jinyoung.

“Hey, kemana Jinyoung?” tanya Wooyoung, dia baru menyadari bahwa pemuda itu sudah tidak ada di hadapannya.

Dia baru saja keluar, mungkin untuk mencari udara segar,” jawab Jaebum.

Apa dia sudah mabuk?”

Suji menatap kursi Jinyoung yang sekarang sudah kosong sebelum memutuskan untuk berdiri.

“Hey, kau mau pergi kemana?” Fei bertanya pada gadis itu.

Aku harus pergi ke toilet,” kata Suji sambil cepat-cepat pergi sebelum yang lain ikut bertanya padanya

Gadis itu tersenyum kepada para staff dan dancer saat ia melewati meja mereka, dia bahkan tidak lupa menyapa para maknae yang sibuk berebut daging. Suji melangkah ke bagian belakang restoran, berlawanan arah dari toilet yang menjadi alasannya pergi. Dia sudah cukup familiar dengan tempat tersebut. Ketika JYP Nation mengadakan konser keluarga dua tahun yang lalu, mereka juga menggelar after party  di restoran ini.

Suji menggeser pintu kaca yang mengantarkannya ke taman belakang restoran tersebut. Taman itu cukup besar, dengan penerangan yang minim pun gadis itu masih bisa merasakan keindahannya. Rumput hijau dengan jalan berbatu, sungai buatan kecil beserta jembatannya, dan juga berbagai jenis tanaman dan bunga tertata dengan cantik di sini. Suji tersenyum ketika ia melihat sosok yang ia cari ternyata benar-banar berada di tempat ini, duduk di pembatas jembatan, menatap bulan purnama yang bersinar terang.

Apa yang kau lakukan di sini?” Suji bertanya sambil berjalan ke arah pemuda itu.

Pemuda tersebut, Jinyoung, menoleh dan tersenyum ketika melihat siapa yang datang. Dia kembali menatap langit malam ketika gadis itu telah berada di sebelahnya, menyandarkan punggungnya pada pembatas jembatan dan melihat ke sisi lain taman tersebut.

Keunyang,” kata pemuda itu. “Kau ingat dua tahun yang lalu?”

“Yeah, karena itulah aku tahu kau ada di sini.”

Jinyoung tertawa mendengar jawaban Suji. “Aku masih ingat saat itu kita melihat ke arah mereka dengan pandangan iri, berharap mereka akan menuangkan minum untuk kita juga.

Dan akhirnya kita kabur ke tempat ini karena merasa diabaikan,” tambah Suji. 

Keduanya tertawa mengingat bagaimana mereka melarikan diri, dua tahun yang lalu tepat di tempat ini, berpura-pura mabuk dengan dua botol cola.

Sekarang, bagaimana perasaanmu?” Suji bertanya setelah tawanya mereda.

Tidak sebaik yang aku bayangkan,” Jinyoung menjawab ringan.

Aku rasa menjadi maknae lebih menyenangkan.” Suji teringat saat ketika ia melihat para maknae berebut daging dengan berisik

“Yeah, mereka memberikan kita daging yang paling besar.” 

Suji terkekeh pelan. Dia kemudian memutarkan tubuhnya, meletakkan kedua tangannya di pembatas jembatan dan ikut menatap bulan purnama. Selama beberapa saat keheningan tercipta di antara mereka.

“Hey, Aku baru tahu kau tidak bisa minum.” 

Jinyoung menatap ke bawah dan melihat Suji sedang tersenyum menggoda ke arahnya. Pemuda itu mendengus sebelum membalas,Aku baru tahu kau peminum yang hebat.”

Mereka berdua tertawa sekali lagi sebelum melepaskan pandangan mereka satu sama lain dan suasana tenang kembali menyelimuti mereka.

“Jinyoung-ah.”

“Hmm?”

Ayo kita adu minum lagi suatu hari nanti.”

***

Also posted on asianfanfics in english.

Kamis, 25 Februari 2016

[Fan Fiction] You and Me: Friends

(Sumber dari sini)
 You and Me: Friends
Not a continuation for Fate
Wafda S. Dzahabiyya

“Di mana kau?” tanya Jaebum langsung setelah Jinyoung menjawab teleponnya.

“Huh?” Itu satu-satunya kata yang berhasil keluar dari mulut Jinyoung. Dia bukannya tidak tahu alasan leader-nya itu bertanya.

“Bambam bilang dia sendirian di dorm. Jadi, pergi kemana kau?”

“Dia tidak sendiri, Seunghoon hyung juga ada di sana. Dan ya, aku sudah bilang padanya aku harus pergi sebentar.”

“Itu bukan pertanyaanku.”

Jinyoung tertawa pelan sebelum berkata, “Aku tahu kau akan mengomel soal itu juga, hyung.”

“Di mana kau?” Jaebum bertanya sekali lagi, kali ini dengan nada yang lebih lembut.

Jinyoung tidak langsung menjawab. Pemuda itu menengadah, memandang langit malam. Tak ada bulan atau pun bintang malam ini, hanya hamparan gelap langit di atas kepalanya. Dia mengalihkan pandangannya, menatap terangnya lampu perkotaan di hadapannya. Kemudian ia menurunkan kepalanya dan berakhir mengamati pantulan cahaya di air.

“Han-gang,” akhirnya ia berkata. Jinyoung bisa mendengar Jaebum menghela napas di seberang sana sebelum ia memberikan pertanyaan lain.

Apa kau baik-baik saja?” Sekarang giliran Jinyoung yang menghela napas.

“Aku baik-baik saja hyung,” Jinyoung berhenti beberapa saat. “Apa kau sudah melihatnya?”

“Belum, tapi aku yakin Youngjae mengatakan sesuatu tentang kau yang beruntung bisa high-five dengan dia.”

“Apa aku beruntung?” Jinyoung tersenyum kecil.

“Tergantung sudut pandangnya. Dari sudut pandang Youngjae, Ya, kau beruntung.” Dari suaranya Jinyoung tahu Jaebum tengah menyunggingkan senyum miring khasnya.

“Dari sudut pandangmu?”

“Oh, kau beruntung bisa menjadi MC untuk music show.” Jinyoung tertawa, ia tahu hyung-nya itu sedang mencoba menghiburnya.

“Terima kasih hyung.”

“Tak masalah. Sekarang, cepat kembali ke dorm. Kau harus mengejar penerbangan besok pagi. Dan aku tahu kau kena gejala flu sejak semalam, kau bisa terkena demam kalau –”

“Aku tahu hyung, aku tahu.” Jinyoung tertawa sekali lagi, sampai...

“Jinyoung-ah?” Dan Jinyoung membeku. Suara itu...

“Tunggu, apa itu dia?” Jinyoung bisa mendengar suara terkejut Jaebum dari telepon genggamnya.

Jinyoung berbalik, dan itu benar-benar dia. Gadis itu menatap Jinyoung, masih dengan tatapan mata yang sama yang berusaha ia hindari seharian ini.

“Hey, apa kau pergi ke Han-gang untuk bertemu dengannya? Jinyoung-ah, apa yang kau –”

“Aku akan menghubungimu lagi nanti hyung.” Jinyoung menutup sambungan teleponnya, matanya masih tetap fokus pada gadis di hadapannya. Gadis itu masih berdiri di sana, tanpa senyum, tanpa mengatakan apapun, hanya menatap kearahnya. Jinyoung benci tatapan itu. Tatapan yang membuatnya lemah, membuatnya tidak dapat melakukan apapun

“Suji-ya…,” akhirnya ia berkata.

Suji memutus kontak mata mereka sebelum berjalan dan duduk di sebelah Jinyoung di bangku taman itu.

Apa yang kau lakukan di sini?” dia bertanya tanpa melihat ke arah Jinyoung. Matanya bergerak mengamati sungai di hadapan mereka.

Jinyoung berbalik dan kembali melihat ke arah sungai seperti gadis itu sebelum menjawab.

Mungkin alasan yang sama dengan kenapa kau ada di sini.”

Keheningan muncul di antara mereka dan sepertinya Jinyoung merasa ini lebih baik. Dia mempunyai banyak hal dalam pikirannya, tapi dia tak tahu bagaimana mengatakan hal tersebut dengan kata-kata. Dia tahu dia bertindak pengecut, tapi dia juga tidak siap untuk mendengar apapun dari gadis itu.

Kamu bagus dalam menjadi MC.” Jinyoung menghela napas ketika Suji memutuskan mengakhiri keheningan itu, tapi ia mencoba membuat bibirnya melengkung ke atas

Terima kasih. Kau juga sudah menampilkan yang terbaik,” dia berkata sambil menundukkan kepalanya untuk melihat ke arah kaki gadis itu. “Bagaimana kakimu?” 

“Sekarang sudah membaik.”

Jinyoung menengadah dan menatap kosong ke arah langit ketika keheningan memutuskan untuk muncul sekali lagi di antara mereka. Dia tidak bisa menghentikan matanya untuk diam-diam melirik gadis di sampingnya itu ketika angin musim semi berhembus. Gadis itu hanya mengenakan t-shirt dan jeans. Memang ini tidak terlalu dingin, tapi ini juga bukan malam yang hangat.

Rasanya sudah sangat lama sejak kita datang ke sini bersama-sama.” Suji sekali lagi membuka percakapan, dan kata-katanya membuat Jinyoung berpikir untuk beberapa saat.

Sebenarnya ini memang sudah sangat lama sejak kita pergi bersama,” dia akhirnya berkata.

Aku merindukannya.” Kata-kata itu membuat Jinyoung melihat ke arah Suji. Gadis itu masih menatap lurus ke depan dan Jinyoung tidak bisa membaca ekspresi wajahnya. “Aku merindukan saat kita masih menjadi trainee, ketika kita bisa pergi tanpa mengkhawatirkan penggemar dan reporter.”

Jinyoung tidak berkata apa-apa. Dia mengerti perasaan itu, tapi dia tahu apa yang ia rasakan tidak sampai setengah dari apa yang Suji rasakan. Gadis itu sudah berada di level yang berbeda. Bagaimanapun juga dia adalah the nation’s first love.

Kamu datang dengan sepeda?” Jinyoung mendapati Suji melihat ke arah sepeda di samping bangku yang mereka duduki.

“Hmm, aku belum mendapat driver license, dan aku bahkan tidak punya mobil.” Dia tertawa pelan, membuat Suji melihat ke arahnya dan tersenyum kecil. Gadis itu kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke sungai.

Aku ingat kau pernah bilang ingin kencan di Han-gang, mengendarai sepeda bersama pacarmu.” Lagi, Jinyoung tidak bisa membaca ekspresi wajah Suji. Dia sendiri tidak tahu apakah ia harus senang dengan fakta bahwa gadis itu masih mengingat hal tersebut.

“Yeah, tapi sepertinya itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat,” kata Jinyoung akhirnya. Dia sekarang menundukkan kepalanya, terjadi pergumulan di dalam benaknya. Dan Jinyoung pun memutuskan.

“Hey, aku belum mengatakan ini padamu secara langsung, dan aku harap ini belum terlambat.” Jinyoung menunggu Suji untuk melihat ke arahnya dan memberikan gadis itu senyuman tulusnya sebelum berkata, “Selamat atas hubunganmu.”

Suji menggigit bibir bawahnya, dan Jinyoung bisa melihat mata gadis di hadapannya memberikan tatapan itu kembali. Cepat-cepat dia mengalihkan pandangannya ketika ia menyadari ada air mata di mata gadis itu.

Pasti lega rasanya akhirnya bisa mengakui hubunganmu ke publik, ya kan? Dan yang paling bagus lagi semua orang mendukungmu.” Jinyoung menghela napas tapi tetap memastikan untuk tersenyum.Aku masih harus melalui jalan yang panjang untuk bisa merasakan hal itu.”

Maafkan aku,” Suji berkata pelan. Jinyoung melirik ke arahnya, gadis itu sudah menundukkan kepalanya. Jinyoung tahu gadis itu berusah menahan tangisannya

Untuk apa?” tanya Jinyoung tenang. “Kau tidak melakukan kesalahan apapun padaku. Ini bukan berarti kau mengkhianatiku, kan?”

Sekarang Jinyoung mendengar Suji mulai terisak. Bahunya naik turun dan ia terlihat memeluk dirinya sendiri. Jinyoung tidak sanggup melihatnya, dia tidak sanggup melihat Suji seperti itu. Pemuda itu mencoba untuk mengatur emosinya sendiri.

Aku tidak akan memintamu untuk berhenti, tapi berjanjilah padaku ini terakhir kalinya kau menangis karena… ini.” Jinyoung berkata sambil melepas jaketnya dan meletakkan jaket itu di pundak Suji. Dengan lembut ia menyentuh dagu gadis itu dan membuat Suji melihat ke arahnya . “Aku mau melihatmu tersenyum besok. Kau berhak untuk bahagia, Suji-ya.”

Keduanya terdiam untuk beberapa saat dengan tetap mempertahankan kontak mata di antara mereka. Tangisan Suji perlahan berhenti. “Hapus air matamu, aku sudah tudak punya hak untuk menghapusnya lagi.”

Suji dengan cepat menundukkan kepalanya dan menghapus air matanya. Setelah itu ia kembali menatap Jinyoung dan bertanya,Tapi, kita tetap teman, kan?”

Jinyoung tersenyum mendengar pertanyaan itu. “Kita teman, seperti selama ini.”

Jinyoung menepuk kepala Suji sebelum bangkit berdiri. “Aku akan pergi duluan. Kau harus pulang juga, kau masih harus melakukan rehearsal besok pagi.”

Pemuda itu melangkah menjauh dan melirik Suji untuk terakhir kalinya sebelum menaiki sepedanya. Gadis itu masih duduk di sana, kepalanya kembali tertunduk dan tangannya memegang jaket Jinyoung dengan erat.

Selamat tinggal, chingu-ya,” Jinyoung berbisik pelan pada dirinya sendiri. Dia mulai mengayuh sepedanya sambil tetap menundukkan kepala. Dia tidak mau Suji atau siapa pun melihat sesuatu yang hangat mengalir menuruni pipinya. 

***

Also posted on asianfanfics in english.

Selasa, 23 Februari 2016

[Fan Fiction] Omma?

(Credit: JYP Entertainment)
Omma?
Wafda S. Dzahabiyya

Hyung!!” Youngjae berteriak seraya membuka pintu kamar Jinyoung dengan sekali hentakan keras, menimbulkan getaran kecil pada kaca pintu itu.

Jinyoung yang baru saja keluar dari toilet di kamarnya terkejut melihat Youngjae begitu panik.

“Jaebum hyung… Jaebum hyung…” seru Youngjae terbata sambil berusaha mengatur napasnya.

Jinyoung mengernyit, berjalan mendekati Youngjae dan menyentuh bahu pemuda itu lembut, lalu bertanya pelan, “Tenanglah, ada apa dengan Jaebum hyung?”

Youngjae tak menjawab. Ia hanya menarik lengan Jinyoung, membawanya berlari menuju kamarnya dan Jaebum, tanpa memperdulikan teriakan penasaran dari duo maknae yang mereka lewati. 

“Lihat hyung,” kata Youngjae begitu mereka berdua tiba di ambang pintu kamarnya.

Ya, Jinyoung bisa melihatnya, Jaebum tampak bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya. Ia bahkan bisa mendengar erangan pelan dan hembusan napas berat dari sosok itu.

Hyung… kenapa?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Jinyoung tanpa ia sadari. Pandangannya menatap kosong ke arah sang leader.

“Aku tak tahu hyung. Begitu aku kembali dari shower dia sudah begitu.” Youngjae tampaknya mendengar pertanyaan Jinyoung dan mengira pertanyaan itu untuknya. Jinyoung tersentak, dia bisa mendengar nada khawatir dari Youngjae. Di tepuknya pundak pemuda itu pelan sebelum ia melangkah masuk mendekati Jaebum.

Jinyoung berlutut disamping Jaebum dan menyentuh pelan dahinya, panas. Jinyoung memang menyadari seharian ini leader-nya itu lebih pendiam dari biasanya, tapi saat pemuda itu bertanya Jaebum hanya bilang tenggorokannya sakit. Siapa sangka ternyata separah ini. Jaebum pasti menahan sakitnya mati-matian karena tidak mau membut membernya cemas. Dia bahkan belum mengganti bajunya dan langsung tidur, sampai bajunya basah penuh keringat. Jinyoung menggigit bibir bawahnya dan menghela napas.

“Youngjae-ya, tolong ambilkan thermometer dan obat demam. Oh, sekalian semangkuk air dingin dan handuk kecil ya,” kata Jinyoung sambil bangkit menghampiri tumpukan baju Jaebum, berniat mengambil baju ganti.

“Youngjae-ya?” Jinyoung menoleh ke arah pintu saat tidak mendengar balasan dari Youngjae.

Pemuda itu masih terpaku di sana. Ia mengerjap sesaat sebelum menjawab terbata, “Oh, ba–baik hyung!”

Jinyoung kembali menghela napas sebelum memfokuskan dirinya pada tumpukan baju di hadapannya. Diambilnya selembar kaus dan celana serta sepasang kaus kaki. Dengan cekatan Jinyoung mengganti celana Jaebum dan memasanginya kaus kaki. Baru saja ia akan beralih mengganti kemeja Jaebum saat didengarnya ketukan pelan, Mark berdiri di ambang pintu dengan tatapan seolah bertanya, apa dia baik-baik saja?

“Kebetulan kau datang hyung. Bantu aku mendudukkannya, aku harus mengganti kemejanya.” 

Dengan segera Mark memposisikan dirinya disisi lain Jaebum dan mengangkat leader-nya itu hingga ke posisi duduk.

“Panas sekali,” kata Mark begitu tangannya berinteraksi dengan tubuh Jaebum. Jinyoung hanya bergumam pelan menanggapinya sambil sibuk memasangkan kaus pada Jaebum.

“Sudah,” katanya singkat sambil mengisyaratkan Mark untuk membaringkan Jaebum kembali.

Hyung, ini…” Youngjae masuk ke dalam kamar dengan membawa nampan berisi benda-benda yang tadi disebutkan Jinyoung.

Jinyoung mengambil alih nampan tersebut dan meletakkannya di samping tempat tidur Jaebum sambil mengucapkan terima kasih pada Youngjae. 

Hyung! Ada apa dengan Jaebum hyung?”

“Apa dia baik-baik saja?”

Maknae berebut masuk dan melontarkan pertanyaan saat Jinyoung memasangkan thermometer di ketiak Jaebum untuk mengukur suhu tubuhnya. Di belakang mereka Jackson mengikuti dengan setengah kesal.

“Sudah kubilang kalian tidur saja,” gerutu Jackson. Pemuda itu menatap Jinyoung seolah meminta maaf karena tidak berhasil menahan kedua maknae. Jinyoung tersenyum padanya sebelum beralih pada maknae yang sudah duduk di samping Youngjae, menatap leader mereka khawatir.

“Dia demam, tapi tak usah khawatir, dia akan baik-baik saja.”

“Tapi dia tidak terlihat baik-baik saja hyung,” ujar Bambam. 

“Bagaimana ini? Kenapa harus disaaat seperti ini?” Yugyeom mulai menggigiti kuku jarinya, pertanda bahwa ia sangat cemas. Tentu saja, saat ini mereka tengah berada di masa promosi mini album kedua mereka. Jadwal padat masih menunggu di hadapan.

Belum sempat Jinyoung menanggapi, thermometer di ketiak Jaebum berbunyi. Dengan cepat Jinyoung mencabutnya dan menghela napas berat saat melihat angka yang tertera disana.

“Berapa suhunya?” tanya Mark. Jinyoung menyerahkan benda di tangannya pada Mark.

“Berapa?” tanya Jackson tak sabar.

“Nyaris 40 derajat,” jawab Mark pelan.

“Apa?!” pekik maknae berbarengan.

“Pantas saja dia sampai seperti itu,” gumam Jackson seraya menatap nanar sosok yang berbaring di hadapannya.

“Kau sudah menelpon Noyoung hyung?” Mark bertanya pada Jinyoung.

“Ah!” Jinyoung baru ingat ia belum menelpon manager mereka itu. Tadi setelah mengantar mereka kembali ke dorm, para manager kembali pergi karena masih banyak urusan yang belum mereka selesaikan. “Bisa kau telpon dia hyung?”

Mark mengangguk dan bangkit meninggalkan kamar untuk menelpon sang manager.

“Jackson-ah, bantu aku mendudukkan Jaebum hyung. Dia harus minum obat,” pinta Jinyoung yang langsung membuat Jackson beranjak menggantikan posisi Mark.

Jinyoung memasukkan dua butir obat ke mulut Jaebum saat Jackson berhasil membuatnya duduk, kemudian diambilnya gelas berisi air dan bersiap meminumkannya pada pria itu.

“Kau akan meminumkannya begitu saja?” tanya Jackson menghentikan gerakan Jinyoung.

“Memangnya harus seperti apa?”

“Kau tahu, seperti di drama.” Jackson menunjuk bibirnya lalu berganti menunjuk bibir sang leader.

Hyung!” seru Bambam tak habis pikir kenapa Jackson masih bisa bercanda disaat seperti ini.

“Kau saja yang melakukannya!” balas Jinyoung sambil memutar bola matanya. 

Hyung, minum ya,” kata Jinyoung lembut sambil menahan bahu Jaebum dan menempelkan bibir gelas pada mulutnya.

Semua memperhatikan dengan cemas saat Jaebum mulai meneguk airnya sampai ia terbatuk dan menumpahkan sedikit air dalam gelas. Dengan panik Jackson menepuk-nepuk punggung Jaebum dan Jinyoung menaruh gelasnya sebelum menyeka air disekitar mulut Jaebum. Jinyoung menginstruksikan Jackson untuk menidurkan kembali leader mereka saat batuknya sudah reda.

Dengan cekatan Jinyoung mencelupkan handuk kecil kedalam air dingin yang dibawa Youngjae tadi, memerasnya dan melipatnya sebelum menaruhnya di dahi Jaebum yang panas.

“Kalian tenang saja, Jaebum hyung lebih kuat dari yang kalian kira.” 

Semua beralih menatap Jinyoung yang tengah tersenyum memperhatikan Jaebum yang masih gelisah dalam tidurnya. Mereka tahu Jinyoung telah mengenal Jaebum lebih lama dari mereka, ia pasti lebih mengerti soal hal ini.

“Hey, Noyoung hyung bilang dia akan kembali dalam satu jam,” lapor Mark saat kembali ke kamar itu.

Jinyoung memperhatikan satu-persatu membernya sebelum berkata, “sebaiknya kalian tidur saja, biar aku yang menjaga Jaebum hyung sampai Noyoung hyung datang.”

“Tapi hyung –” Maknae bersiap untuk protes, namun dengan cepat Jinyoung memberi kode pada Jackson untuk membawa mereka pergi kembali ke kamarnya.

“Ayo anak-anak, dengarkan apa kata omma,” seru Jackson sambil memaksa Bambam dan Yugyeom untuk bangkit dan keluar dari sana.

“Kau yakin?” 

Jinyoung menatap Mark dan tersenyum. “Tentu hyung, tidur lah. Kau pasti juga lelah setelah seharian ini.”

“Baiklah, kalau ada apa-apa langsung panggil aku,” kata Mark sebelum pergi menyusul Jackson.

Hyung.” Jinyoung menoleh, ia baru ingat akan Youngjae yang sedari tadi diam di sampingnya.

“Oh, Youngjae-ya, kau bisa tidur dikamarku malam ini.”

Youngjae menggigit bibir bawahnya, ia terus menatap Jaebum seolah ragu meninggalkan leader-nya itu.

“Jangan khawatir, besok pagi saat kau bangun Jaebum hyung pasti sudah seperti semula,” kata Jinyoung berusaha meyakinkan.

Youngjae menatap Jinyoung dengan ragu.

“Aku akan membangunkanmu jika terjadi sesuatu,” tambah Jinyoung.

“Baiklah hyung,” kata Youngjae akhirnya.

Jinyoung menghela napas keras setelah Youngjae menutup pintu kamar itu. Pemuda itu menatap Jaebum nanar dan bergumam pelan, “Hyung, kau harus sembuh. Semua mengkhawatirkanmu.” Aku mengkhawatirkanmu.

Jinyoung mengganti kompres Jaebum sebelum memposisikan dirinya bersandar di dinding, di samping kepala Jaebum. Pemuda itu melipat kakinya di depan dada dan memeluknya lalu menaruh dagunya di sana. Ia menoleh, memperhatikan Jaebum yang belum bisa tidur tenang. Jinyoung mengulurkan sebelah tangannya, mengelus rambut Jaebum yang sedikit basah karena keringat. sekali lagi ia menghela napas.

Jinyoung tersentak, ia hampir saja tertidur saat tiba-tiba Jaebum mengigau cukup keras.

Ani…

Hyung?” Jinyoung buru-buru berbalik menghadap Jaebum.

Ara… Mianhae… Kajima…
Hyung? Kau dengar aku?” Jinyoung mulai panik, digoyangkannya bahu Jaebum pelan.

Kajima… Jebal… Jinyoung-ah!”

Jinyoung memundurkan sedikit tubuhnya karena terkejut Jaebum tiba-tiba bangun dan meneriakkan namanya. Dihadapannya Jaebum sudah terduduk, memegangi kepalanya sambil mengatur napas, tampaknya pemuda itu tidak menyadari keberadaan Jinyoung.

Hyung? Kau tidak apa-apa?” tanya Jinyoung hati-hati.

Jaebum tersentak dan menoleh cepat. “Jinyoung-ah!” seru Jaebum seraya memeluk pemuda di sampingnya.

Hyung, ada apa?” tanya Jinyoung akhirnya setelah berhasil menyeimbangkan tubuhnya yang sedikit terdorong akibat pelukan mendadak dari Jaebum.

“Aku bermimpi,” kata Jaebum. Jinyoung bisa merasakan dada Jaebum yang naik turun, sepertinya pemuda itu masih berusaha mengatur napasnya. “Aku bermimpi semua orang mengatakan kita gagal. Semuanya menyalahkanku, dan kalian meninggalkanku. Kau meninggalkanku.” Jaebum mengatakan kalimat terakhirnya dengan sedikit bergetar.

“Itu hanya mimpi buruk, hyung. Kau pasti terlalu lelah dan banyak pikiran,” ujar Jinyoung seraya menepuk-nepuk punggung sang leader lembut.

“Tapi semuanya terasa nyata, dan kau –” 

Hyung!” potong Jinyoung. “Apa pun yang terjadi, apa pun yang orang katakan, kami akan selalu ada di sini. Aku akan selalu ada di sampingmu. Kita akan selalu menghadapinya bersama. Bukankah itu yang kau katakan padaku?”

“Kau benar, maaf.” Jaebum melepaskan pelukannya dan menunduk.

Hyung, kau mau makan sesuatu?” tanya Jinyoung setelah mereka berdua saling diam selama beberapa saat. “Aku tahu kau tidak menyentuh makan malammu sama sekali.”

“Aku tak selera makan.”

Hyung, kau harus makan biar cepat sembuh,” omel Jinyoung. “Kau mau aku buatkan cream soup? Kurasa kita masih punya persediaan cream soup instan.”

Jaebum menoleh dan ikut tersenyum ketika melihat cengiran lebar khas Jinyoung dihadapannya. “Terserah kau sajalah.”

“Bagus!” seru Jinyoung sambil beranjak. 

“Oh hyung, habiskan air di gelas itu. Kau harus banyak minum agar demammu turun. Aku akan bawakan air lagi nanti,” perintah Jinyoung sebelum menghilang di balik pintu.

Jinyoung baru saja mulai merebus air saat didengarnya suara dari pintu depan. Buru-buru ia pergi untuk melihatnya. 

Hyung!” serunya ketika mendapati managernya tengah membuka sepatu.

“Oh Jinyoung-ah, bagaimana Jaebum?”

“Dia baru saja bangun jadi aku membuatkan makanan untuknya.”

Managernya tersenyum sebelum melewati Jinyoung dan berjalan menuju kamar Jaebum. Jinyoung sendiri segera kembali kedapur, meneruskan tugasnya.

Tidak sampai 10 menit semuanya siap. Dengan hati hati ia membawa semangkuk cream soup di tangan kanan dan sebotol penuh air di tangan kiri. Jinyoung berhenti di depan pintu kamar Jaebum yang sedikit terbuka dan mengintip kedalam. Ia bisa mendengar jelas percakapan Jaebum dan sang manager.

“Kau yakin tidak mau membatalkan jadwalmu?”

“Ya hyung, aku yakin besok aku pasti sudah sembuh.”

“Ck, kau memang keras kepala. Kalau besok pagi demammu belum turun, aku akan membatalkan semua jadwalmu.”

Jinyoung melihat manager mereka beranjak berdiri, dengan cepat ia ketuk pintu kamar itu dan masuk, berpura-pura tidak menguping pembicaraan mereka.

“Jaga dia,” bisik managernya sambil menepuk pundak Jinyoung ketika mereka berpapasan.

Jinyoung menoleh, memperhatikan managernya pergi dan menutup pintu sebelum ia berjalan mendekati Jaebum. Jinyoung duduk di samping Jaebum, menaruh botol airnya dan menyodorkan mangkuk berisi cream soup ke arah Jaebum.

“Ini hyung, makanlah.”

Tapi Jaebum hanya menatap mangkuk itu sekilas sebelum menatap Jinyoung.

“Kenapa?” tanya Jinyoung bingung karena Jaebum tak juga mengambil mangkuk itu.

“Kau tahukan aku sedang sakit?” tanya Jaebum balik.

Jinyoung mendengus, ia mengerti maksud perkataan leader-nya itu. Diambilnya sesendok cream soup, ditiupnya sedikit dan disodorkannya ke arah Jaebum.

Jaebum menyeringai mendapati sesendok cream soup di depannya sebelum memakannya.

“Apa Youngjae di kamarmu?” tanya Jaebum.

“Ya, dia sempat tak mau saat aku suruh pergi,” jawab Jinyoung sambil menyodorkan suapan berikutnya. “Dia terlihat panik dan takut sekali saat datang memanggilku tadi.”

“Aku pasti membuat semuanya khawatir.”

“Ya, Yugyeom bahkan hampir menangis tadi.”

“Tapi kau bisa mengatasinya kan?” tanya Jaebum dengan nada bercanda sebelum memakan suapan berikutnya.

“Mark hyung dan Jackson membantuku.”

“Kau memang pantas menjadi omma untuk GOT7.”  Jinyoung tidak menanggapi perkataan Jaebum, ia hanya tersenyum seraya terus menyuapi sang leader.

“Kau sudah berubah, Jinyoung-ah. Aku ingat dua tahun yang lalu juga ada kejadian yang sama seperti saat ini.”

Jinyoung terpaku, tangannya berhenti menyendok cream soup di mangkuk. Tentu saja dia ingat kejadian dua tahun yang lalu. Jaebum juga jatuh sakit di tengah masa debut mereka sebagai JJ Project. Saat itu mereka hanya berdua di dorm, tanpa manager seperti tadi. Jinyoung ingat betul betapa panik dan takutnya ia saat itu, sampai Jaebum harus menenangkannya dan meyakinkannya bahwa ia baik-baik saja.

“Jinyoung-ah?”

Jinyoung tersentak, Jaebum tengah menatapnya cemas. Jinyoung bahkan tidak menyadari Jaebum telah mengambil mangkuk cream soup ditangannya dan menyimpannya.

“Terima kasih,” kata Jaebum sambil menyentuh kedua pundak Jinyoung dan tersenyum. “Terima kasih karena kau selalu ada disampingku.”

Dan pertahanan Jinyoung pun runtuh. Tanpa ia sadari air mata mulai mengalir di pipinya, ia terisak.

“Hey, kenapa kau menangis?” tanya Jaebum cemas.

Jinyoung tidak menjawab, ia langsung memeluk Jaebum dan terus terisak.

“Jinyoung-ah, ada apa?” Jaebum mengelus punggung Jinyoung lembut, berusaha menenangkan pemuda yang lebih muda darinya itu.

“Kau salah hyung.” Jinyoung mulai berbicara diantara isakannya. “Aku belum berubah, aku masih sama seperti dua tahun yang lalu. Kau tak tahu betapa cemasnya aku saat Youngjae datang dengan panik dan menyebut-nyebut namamu. Kau tak tahu betapa takutnya aku melihat kau terus bergerak gelisah dalam tidurmu. Setiap kali mereka bertanya apa kau baik-baik saja, aku menjawabnya untuk diriku sendiri. Aku berusaha meyakinkan diriku sendiri kalau kau akan baik-baik saja. Rasanya masih sama seperti dua tahun yang lalu. Aku takut hyung.”

Jaebum menghela napas mendengar pengakuan Jinyoung, namun tanpa sadar ia tersenyum saat membayangkan pemuda itu berusaha tampak kuat dihadapan member lain.

“Kalau begitu sekarang aku yang akan mengatakannya padamu. Aku akan baik-baik saja, pasti.”

Jaebum bisa merasakan Jinyoung mengeratkan pelukannya. Sesaat kemudian isakannya mulai mereda.

“Aku tak akan pernah bisa jadi omma untukmu,” gumam Jinyoung pelan.

“Aku tak butuh GOT7 omma,” balas Jaebum tenang.

Hyung!” Jinyoung berseru sambil melepas pelukannya, menatap Jaebum tak percaya.

Jaebum terkekeh melihat reaksi Jinyoung. Tangannya meraih pipi pemuda itu dan menghapus air matanya.

“Yang aku butuhkan hanya adikku, Park Jinyoung.”

Seketika Jinyoung tersenyum lebar dan kembali memeluk Jaebum.

Hyung?”

“Hmm?”

I love you.”

I love you too, Jinyoung-ah.”

*** 

Also posted on asianfanfics in english.