Jumat, 23 November 2012

[Giveaway] It's 23rd November, Congratulation!

yeay, it's my birthday! gak nyangka banget aku bisa sampai diangka 20 :'))

tapi tapi, di postingan ini aku gak akan cerita tentang hari bersejarah ini. nggak, itu sih nanti aja lah ya (kalau inget). kali ini aku datang untuk menepati janji. yap, pengumuman pemenang giveaway "Cerita di Bawah Langit"!

pertama aku mau ngucapin makasih banget buat yang udah ikutan. cerita kalian keren-keren! aku jadi tau tentang tempat-tempat wisata di berbagai daerah (dan jadi pengen mengunjungi tempat-tempat itu pastinya). pengalaman kalian juga unik-unik, dari nyoba makanan baru sampai ketemu hantu. seru banget! pengennya sih aku ngasih bukunya satu-satu ke semua yang udah ikutan, tapi apa daya uang saya terbatas :(

nah, dengan susah payah, akhirnya aku berhasil memutuskan dua orang pemenang giveaway ini. dan yang berhasil mendapatkan buku "Cerita di Bawah Langit" adalah...... *drums roll*

dan
Nyi Penengah Dewanti "Menara Bambu ; Taipo"

selamat untuk para pemenang! yang belum beruntung jangan sedih, kapan-kapan saya adain giveaway lagi deh... by the way, ada yang baru bikin buku tuh, siapa tau dia mau jadi sponsor~ *lirik seseorang* :p

oh iya, untuk pemenang harap kirimkan nama, alamat, dan nomer telepon ke wafda.sajida@yahoo.comditunggu yaa!


note: 
terima kasih untuk @Warung_Blogger yang sudah membantu mempromosikan giveaway ini, terima kasih sangat! *bow*

Sabtu, 03 November 2012

[Giveaway] Cerita di Bawah Langit

It’s November! My month~

Dua bulan terakhir, banyak banget hal yang bikin aku kaget, bingung, dan pusing setengah mampus. Apa aja? Gak penting lah buat diceritain. Nah, diakhir bulan kemarin, akhirnya aku menemukan titik terang dari semuanya. Dan dibulan November ini, aku baru sadar banyak banget yang perlu aku syukuri. Oleh karena itu, aku pun merencanakan postingan ini. Yup, Giveaway pertamaku~

Kalau dulu-dulu aku pake blog ini cuma buat ikutan giveaway dari orang lain (maklum quiz hunter), maka sekarang aku bikin giveaway sendiri! Seperti yang aku ceritakan diatas, giveaway ini aku adakan dalam rangka syukuran. Syukuran apa aja? Nah, kalau ini aku kasih tahu deh.

Pertama, syukuran satu bulan online shop-ku~ Sebenernya satu bulannya udah lewat sih, tapi ga apa-apa lah yaa…. Buat kamu yang suka K-Pop, boleh loh difollow online shop-ku, @HanaKShop #promosi psst, rencananya aku juga mau ngadain giveaway disana~

Kedua, syukuran terbitnya buku “Cerita di Bawah Langit”! Ini buku yang aku tulis bareng sama Tika dan Dilla, ceritanya tentang perjalanan liburan gitu deh. Buku ini diterbitkan di nulisbuku.com. Harganya “cuma” Rp. 75.000 aja~ kalau mau beli atau baca sinopsisnya bisa cek disini.

Ketiga, syukuran *ehem* ulang tahunku~ Ini sebenernya ga penting sih yaa… tapi karena tahun ini aku menginjak *ehem lagi* kepala dua, boleh dong aku ngerayain di blog ini~

Dari pada kebanyakan ngomong langsung aku kasih tahu aja deh hadiahnya...


Ada dua buku “Cerita di Bawah Langit” untuk dua orang pemenang! Yang merasa kemahalan buat beli sendiri harus ikutan giveaway ini~ *lirik seseorang*

Caranya? Gampang banget….
  1. Follow blog ini. Boleh pake akun google, twitter, atau pun facebook.
  2. Bikin postingan tentang liburanmu yang paling berkesan. Post di blogmu, terserah mau blogspot, wordpress, tumblr, atau apa pun. Panjangnya juga bebas~
  3. Di akhir cerita tulis ini ya: “Tulisan ini dibuat untuk Giveaway Cerita di Bawah Langit loh! Ayo ikutan juga….” Jangan lupa kasih link postingan ini ditulisan tersebut.
  4. Kalau sudah, tulis nama dan link postinganmu di komen tulisan ini ya!
  5. Giveaway dimulai dari sekarang sampai tanggal 20 November 2012 jam 23:59 WIB.
  6. Pengumuman pemenang tanggal 23 November 2012~ (hari ulang tahunku tuh… *uhuk*)
Nah, tunggu apa lagi? Ayo ikutan! Jangan lupa ajak yang lain juga yaa~

NB:
No KKN! Tidak menerima sogokan dalam bentuk apapun! 
Kecuali kalau mau ngasih kado pasti aku terima~ :p

Selasa, 18 September 2012

[Asian On Air Program] Must To Do List in Korea!

I created this post for Asian On Air Program. I have posted the Indonesian version before for Touch Korea Tour Event, but unfortunately that time I lost. So, I joined this program and wish me luck!

I have many dreams. One of them is I want to go to Korea! From many years ago, I did have a dream to go around the world, exploring each country (for free), but lately my dreams leads to one country, KOREA! Yup, maybe you can say I'm also a "victim" of the Korean virus which now widespread in our beloved country. Regardless, of all sorts of trappings Korean pop phenomenon, I also like the Korean culture! I'm glad to see a thriving country but they did not abandon their original culture. This is what adds my love for this ginseng country (and certainly adds my desire to go there).

Now, before I go there, I even made a list of plans that I MUST do if go to Korea! Want to know what? Okay, check this out!

1.  Fangirling

As a Fangirl, surely the first thing I want to do is Fangirling! This is a great opportunity, being in one country with our idol. If possible, I want be a stalker for the whole day to meet my idol (criminal mind). Okay, that’s overkill, for sure I will do the usual things like Korean fangirls do.

First, visit JYP entertainment. As a Hottest whose the idol is under the auspices of JYPE, I'd love to visit the "headquarters" from my idol. Well, though i can not get in, but looks at JYPE building from the close was make me satisfied too. I also will not forget to visit dunkin donuts cafe in front of the JYPE building. In there I can see a collection of posters and artist's signature from JYPE. While enjoying the food, I can sit and staring around JYPE building. Who knows suddenly 2PM or other JYPE artists appear. So, I can rush out and ask for a signature. Hehe :p

JYPe Building

2PM's Poster in Dunkin Donuts

JYP's Signature in Dunkin Donuts

Second, buy K-Pop CDs and Merchandise! This must be done by a fangirl, especially non-native Korean like me. Buy fan goodies direct from Korea definitely feels different. Well, as a student with barely budged, of course I also have to choose the right place to shop for all of it. When viewed from Korea travel book that I have (read: SeoulVivor) place for shopping cheap fan goodies were in ​​Myeongdong area, precisely in the Myeongdong Underground Mall. Fan goodies which sold in this place relatively cheaper if compared to other places in Korea (at least that was mentioned in this book).

Myeongdong Underground Mall

Last, watch Korean music program! Surely you know that in Korea are also many music programs like Dahsyat or Inbox in Indonesia, right? Yep, Korean music programs are diverse too. There is Music Bank, M! Countdown, SBS Inkigayo, and so forth. When i went to Korea, I want at least watch one of these programs. And it would be better if there is 2PM. Oh ya, I get some information from SeoulVivor. If we want watching Korean music programs we must register first. The ways are also varied, ranging from queuing up for tickets, till get elected by the official fanbase idol. Waw, that’s not like in Indonesia. In Indonesia watching some music programs we actually paid. lol

2. Visit ALL Tourism Places in Korea

All? It was really greedy huh? But if remember there are many interesting tourism places in Korea I really want to visit ALL! It turns out, tourism in Korea did not less cool than in Indonesia. But than I actually considered greedy, I'll select some tourism places only. And my choice fell to..... * jeng jeng jeng * (okay this is excessive)

First, Namsan Seoul Tower! Although to be honest, I do not have a boyfriend, but I think I was curious with the tower which filled with love locks. I'm more curious about this place while reading a novel set in Korea, Infinitely Yours. In that novel, the two main characters is not a pair of lovers, but they are falling in love after put a pair of locks on N. Seoul Tower. Well, who knows I can be like that, hehe.

N. Seoul Tower

Love Lock in N. Seoul Tower

Later, after much consideration, I chose to go to Nami Island! If there is Bali island which famous in Indonesia, in Korea they have Nami Island. This island which often used as the set of k-drama seems has become own characteristics for Korea. Somebody says, when we go to Korea but not go to Nami Island is like have not been to Korea. I also want to see the relics of k-drama Winter Sonata that exist on this island. Who knows I suddenly found a handsome guy in Korea and can enjoy a romantic love story at Nami Island like in the story of Winter Sonata...  #hope

Forests which often passed by Choi Ji Woo and Bae Yong Joon in drama series Winter Sonata

Choi Ji Woo and Bae Yong Joon's Statue  in Nami Island

3.  Media Visit

Well, maybe for other my plan was a little weird but, as a student majoring in communication sciences concentration of broadcasting, I'd love to make a trip to the media in Korea. I want to see how a program is produced, either on television or on the radio. I want to learn from Korea about making their events which seems always interesting (for me). In addition, as a broadcaster, I also wanted to see how the actual radio broadcast in Korea.

SHINee in Arirang Radio

Arirang TV

Nah, for this one there are some media (especially television) which does have a studio tour program. One of them is KBS (Korean Broadcasting System) which holding KBS Suwon Studio. In KBS Suwon Studio we can see where they produce a drama or other facilities. There was also an Arirang Studio Tour. Arirang TV is an English-language international television station owned by South Korean. Arirang also open a tour program for visitors. The difference with KBS, on Arirang Studio Tour we not only can see the production in television studio, but we can also see the radio broadcast as well. And hoe to register it is also easier than the KBS because it can be through by email.

KBS Office

Well, that's my MUST to do list if one day I get a chance to go to Korea. Do you also have the same plan with me? Or do you have a plan that's more cool than mine? Let's share friends, comments box is open for you who want to share your stories too! ^^


note:
The first photo is made by me
other photos credit to uploader via google

[Asian On Air Program] What is This?

A few days ago, i find some interesting event in Korea Tourism Organization (KTO) Jakarta's twitter. This event invite us to come to Korea for FREE! We just have to choose one topic below and upload posts with photos or video clips relevant to the topic. There are three choices of topics, things you want to DO, SEE, or HEAR in Korea. And you can share the topic you choose to the photo or video clips. You only can choose ONE. That's very easy, right?


If you are interest to participate in this event, you can visit buzz KOREA for more information. Or, if you want to choose photo and blog competition like me, you can visit Asian On Air Program Event on Facebook. You can read my story about what i want to DO in Korea here ;)


Lets Join, and see you in Korea! Aamiin ^o^


note:
photos credit to Asian On Air Program

Selasa, 14 Agustus 2012

[Culinary Review] Tuanmuda Cafe

Halooo~ Gimana puasanya? Lancar? Dipagi yang cerah ini aku kembali dengan membawa review tempat makan! Bulan puasa gini emang paling enak ngomongin makanan deh :p

Kali ini aku mau bahas tentang makanan jepang. Pasti udah pada ga heran dong ya sama yang namanya Takoyaki? Nah di Jogja ada satu tempat yang nge-hits banget takoyakinya, namanya Tuanmuda. Awalnya, Tuanmuda ini emang cuma menyajikan menu takoyaki. Bahkan nama awal dari Tuanmuda itu Takoyaki. Lama-kelamaan akhirnya mereka menambah menu, sampai Sushi dan Ramen pun sekarang ada.

Buka puasa kemaren (atau kemaren-kemarennya lagi gitu) aku nyempetin diri buat buka puasa disana sebelum balik ke Bandung. Permintaan adik juga sih, katanya dia mau nyobain yang namanya mie ramen. Kita pun datang ke Tuanmuda Cafe di jalan wirobrajan. Dulu, Tuanmuda yang ada di wirobrajan juga cuma outlet kecil kaya ditempat lainnya, tapi sekarang udah berubah jadi cafe yang asik buat nongkrong.

Tuanmuda cafe
Bedanya tuanmuda dengan tempat makan ala Jepang lainnya adalah mereka menyajikan kuliner Jepang dengan cita rasa khas Indonesia. Menu andalan disini tentu saja takoyaki dengan berbagai macam isi.  Ada takoyaki isi gurita, keju, salmon, sampai kornet. Takoyakinya enak banget, lembut dan lumayan besar. Satu porsi terdiri dari lima buah takoyaki.

Takoyakinya gemuk-gemuk
Selain takoyaki, yang menurutku enak disini adalah ramennya. Rasanya Indonesia banget, jadi lidahku yang sedikit kampungan langsung bisa menerimanya, hehe. Ramen disini terdiri dari mie, setengah potong telur rebus, sawi, jamur, paprika, dan touge (dan apa itu namanya yang kaya kacang? *tunjuk gambar*). Kuahnya seger banget dan ga terlalu banyak penyedap. Pertama kali liat kalian pasti langsung berpendapat kalau porsinya kecil, tapi jangan salah... begitu selesai makan dijamin jadi kenyang. Ga tau deh kenapa~

Mie Ramennya mantap!
Menu selanjutnya ada sushi! Waktu kesini itu pertama kalinya aku makan sushi, dan rasanya.... lumayan sih tapi agak kurang cocok sama lidahku. Sushinya kecil-kecil, bisa langsung sekali telan (apa emang ukuran sushi segitu kali ya?)

Sushi~
Hot Chocolate
Selain menu-menu diatas ada juga Okonomiyaki (sejenis pizza di Jepang), Chicken Roll, Spaghetti, dan masih banyak lagi. Haduuuh, jadi ngiler kaaan... udah dulu ah ngomongin makanannya, nanti perutku tambah bunyi lagi. Selamat puasa~

Tuanmuda Cafe
Jalan Piere Tendean No. 21, Wirobrajan, Yogjakarta
0878-3966-7725
Rasa: Takoyaki dan ramennya nendang!
Harga: Pas dikantong pelajar~
Tempat: Kecil tapi asik buat nongkrong.


note:
- Maaf banget kalau fotonya jelek, kesalahan ada pada kamera HP-ku :(
- By the way, kemarin pas aku kesana TV-nya disetel ke KBSWorld dan pas banget ada Dream Team dengan bintang tamu 2PM XD (oke ini ga penting)

Sabtu, 11 Agustus 2012

[Culinary Review] jeJamuran

Yak, satu jam menjelang buka puasa! Udah pada laper? Atau udah pada ngiler nyium wangi masakan ibu dirumah? Samaaa *eh 

Nah, buat kamu yang masih bingung mau makan apa untuk buka puasa nanti, aku ada satu tempat yang bisa jadi rekomendasi. Eits, tapi hanya untuk wilayah Jogja dan sekitarnya yaa.. Yaah, kecuali kalian mau jauh-jauh datang ke Jogja demi mengunjungi tempat ini sih ga papa~

Tempat ini namanya jeJamuran, dari namanya aja udah jelas dong ya apa yang jadi menu utama (atau bahkan keseluruhan menu) di restoran ini. Yap, JAMUR! Hampir 99% menu makanan disini berbahan dasar jamur. So, tempat ini cocok banget buat kalian yang vegetarian. Rumah makan ini terletak di daerah Sleman, Yogyakarta. Pokoknya telusuri aja Jalan Magelang (kalau ga salah sih sekitar kilometer 14), nanti ada petunjuk dari 3 kilometer sebelumnya.

Plang penyambutan di jeJamuran
Menu andalan disini banyak, bisa dilihat dari daftar menunya yang bertaburan hati. Gambar hati itu nandain kalau itu menu yang banyak dipesan. Oh,ya kalau liat menu disini jangan heran dengan harganya yang unik dan ga genap. Awalnya aku juga bingung dan mikir ga repot apa ngitungnya kalau kaya gini. Eh taunya harga tersebut belum termasuk pajak 10%, jadi kalau udah ditambah pajak harganya malah jadi genap. Menarik ya?

Daftar menu
Pertama kali kesini, jujur aku agak sedikit anti dengan yang namanya jamur. Olahan jamur yang aku makan paling cuma jamur crispy. Tapi begitu makan berbagai jenis masakan berbahan jamur disini aku langsung jatuh cinta sama jamur (tapi yang udah dimasak yaa). Makanan disini beneran enak, aku jadi ga sadar kalau yang aku makan itu jamur. Menu paling enak menurutku itu Sate Jamur dan Sop Jamur.

Sate Jamur
Sate jamurnya bener-bener mirip sate ayam, yang beda cuma dari tekstur jamurnya aja. Sop jamurnya seger banget, pas dimakan saat buka puasa. Kuahnya itu looh, pas dilidah~

Crispy Portabella, Dadar Shiitake, dan Rendang Jamur
Selain itu ada juga rendang jamur yang rasanya bener-bener rendang banget, trus telur dadar shiitake yang telurnya full jamur, dan ada jamur crispy (kebetulan yang aku pesen itu crispy portabella).

Nasi Putih plus bawang goreng

Ice Tea

Ice Lime Tea
Selain tempat makan, disini juga ada tempat budidaya jamur. Disepanjang jalan antara bagian depan dan belakang restoran terdapat rak-rak yang penuh jamur. Di rak-rak tersebut juga terdapat penjelasan mengenai berbagai jenis jamur yang tumbuh disitu. Jadi selain bisa makan enak, pengetahuan kita tentang jamur juga bisa bertambah.

Salah satu rak budidaya jamur

Okee, sekian review dariku. Selamat berbuka puasa~

jeJamuran
Jalan Niron Pandowoharjo, Sleman, Yogyakarta
0274-868170
Rasa: Enak dan bikin ketagihan!
Harga: Sesuai sama kelasnya tapi lumayan menguras kantong untuk mahasiswa kere macam saya.
Tempat: Nyaman dan asik, ada live music saat jam ramai. Selain itu tersedia toilet dan musola yang bersih.


note:
maaf fotonya blur, udah ga sabar pengen makan :p

Selasa, 07 Agustus 2012

[Fan Fiction] Always and Forever

Always and Forever (sumber dari sini)

Always and Forever
Wafda S. Dzahabiyya

Brakk….

“Aduh, kenapa pakai jatuh segala sih?! Nggak tahu orang lagi buru-buru apa?” Aku berjongkok dan membereskan satu-persatu buku yang tak sengaja kujatuhkan.

“Aih, ini dia undangannya! Dicari kemana-mana juga….” Aku tersenyum lega, akhirnya kutemukan juga undangan reuni SMA yang sedari tadi aku cari sampai menjatuhkan setumpuk buku dari meja belajar. Reuninya diselenggarakan malam ini, tapi aku lupa dimana alamatnya. Menyimpan undangannya saja aku lupa, apalagi alamatnya.

Cepat-cepat kubereskan buku-buku yang masih berserakan di lantai. Ini pertama kalinya aku akan bertemu kembali dengan teman-teman SMA setelah 5 tahun berpisah, jadi tentu saja aku tak mau telat.

Mataku tiba-tiba terpaku pada sebuah buku tebal bersampul putih biru, buku tahunan SMA. Tanpa kusadari aku mengambil buku itu dan mulai membuka lembar demi lembarnya. Aku tersenyum, kenangan-kenangan saat itu berputar diotakku. Selembar foto meluncur kepangkuanku saat kubuka lembar terakhir buku ini. Aku meraih foto itu. Itu fotoku, fotoku saat tersenyum dan berlatar belakang langit biru. Foto dengan berjuta kenangan, tentang aku, tentang dia, tentang kita….

***

“Aaahh…. Aku benci kimia!” Aku meremas hasil ulangan yang tadi dibagikan. Lagi-lagi aku mendapati angka 40 ditulis dengan spidol merah besar-besar bertengger di pojok atas kertas ulanganku. Guru kimiaku memang agak sensi padaku, tadi saja dia mengomeliku panjang lebar di ruang guru. Mungkin dia heran kenapa aku bisa mendapatkan nilai bagus di mata pelajaran lain sedangkan tidak dimata pelajarannya. Yah, aku sendiri juga heran sih, tapi sejak SMP aku memang tak pernah bisa berteman akrab dengan yang namanya kimia.

“Eh tunggu, ini dimana sih?!” Aku baru sadar sejak keluar dari ruang guru tadi, aku terus berjalan tak tentu arah. Tampaknya ini disuatu koridor di belakang sekolah. Tak ada seorang pun yang lewat disini. Disamping kiri koridor terdapat taman dengan ilalang yang tumbuh tinggi. Mungkin tempat ini benar-benar sudah tidak terurus lagi, cocok juga untuk tempat menyendiri.

Ckrekk….

Aku menoleh ke arah taman, sepertinya aku mendengar sesuatu.

Ckrekk….

Kulihat seseorang muncul dari balik pohon, diantara rimbunnya ilalang. Orang itu tampak asik dengan kameranya. Sepertinya aku mengenal dia.

Ckrekk….

Orang itu berbalik, kameranya mengarah tepat ke arahku. Selama beberapa saat ia terdiam, lalu menurunkan kameranya.

“Shin Hwa Ra?” tanya orang itu.

“Taecyeon?” aku balik bertanya. Benarkah yang ada dihadapanku ini Taecyeon? Seorang Ok Taecyeon, teman sekelasku yang cupu dan tak mudah didekati itu? Yang sama sekali nggak ada keren-kerennya itu? “Benarkah kamu Taecyeon?”

“Ya, kenapa?” tanya Taecyeon heran.

“Tidak, kau hanya tampak… berbeda!” kataku.

“Ah! Mungkin karena aku tidak pakai kacamata.” Taecyeon mengambil kacamata berlensa tebalnya dari saku seragam dan mengenakannya. “Aku sulit memotret kalau memakai kacamata,” tambahnya.

“Kau belajar fotografi?” tanyaku penasaran.

“Yah, ayahku seorang fotografer. Aku belajar darinya,” jawab Taecyeon.

“Banarkah?! Wah, aku juga ingin belajar fotografi…. Sudah lama sekali aku ingin, tapi tak ada yang bisa kumintai tolong untuk mengajariku. Apalagi aku tak punya kamera,” aku berhenti sebentar dan menatap Taec.

“Kenapa melihatku seperti itu?” tanyanya curiga.

“Ajari aku fotografi yaa!” pintaku semangat.

“Apa?! Tidak tidak, aku juga masih belajar….”

“Yaah, ayolaah…. Atau kau fotokan aku!” pintaku lagi.

“Aku tidak bisa. Aku tidak bisa memotret manusia.”

“Hah? Kenapa?” tanyaku heran.

“Aku merasa bahwa manusia selalu berbohong di depan kamera. Mereka kadang tidak menunjukkan dirinya yang sebenarnya, munafik. Aku lebih suka memotret alam, mereka selalu jujur dan apa adanya. Ah, maaf, aku tidak bermaksud mengatakan kalau kau seperti itu.”

“Ah, tidak, tidak apa-apa. Aku tahu memang beberapa orang seperti itu. Aku tidak akan memaksa kau memotretku lagi,” aku tersenyum. Ternyata dia punya pemikiran seperti itu. Hebat sekali.

“Tapi kalau kau mau, aku bisa mengajarimu sedikit yang aku tahu,” kata Taecyeon tiba-tiba.

“Mengajariku memotret? Jinjja?” tanyaku semangat.

“Tentu, kita belajar bersama,” katanya sambil tersenyum.

Senyumnya, aku belum pernah melihat senyumnya itu. Dia bahkan hampir tak pernah melihatnya tersenyum dikelas.

“Taec, mianhae…,” kataku pelan.

“Kenapa?”

“Ah tidak, hanya… maaf telah menganggapmu tak ramah. Aku kira kau sulit untuk didekati, kau begitu tertutup dikelas. Ternyata kau sangat baik. Dan… kau punya senyum yang manis…,” ups, kututup mulutku yang tak sengaja keceplosan. Kulirik Taec, ia tampak memalingkan mukanya yang bersemu. Apakah ia malu?

Gomawo…,” katanya pelan.

***

“Ada yang mau mencalonkan diri menjadi panitia buku tahunan?” tanya Kim Minjun, ketua kelasku.

Seisi kelas diam. Tampaknya semua sepakat bahwa menjadi panitia buku tahunan bukanlah suatu hal yang menyenangkan.

“Tidak ada?” tanya Minjun lagi. “Kalau begitu biar aku saja yang mencalonkan. Aku mencalonkan Ok Taecyeon dan Shin Hwa Ra!”

Apa? Apa dia bilang tadi?! Aku?!

“Bagaimana? Apa semua sepakat?”

Pertanyaan Minjun tadi sontak mendapat sambutan positif. Semua sepakat. Sial!

“Nah, kalian tidak keberatan kan? Taecyeon, kau bisa mengambil foto anak-anak sekelas beserta lingkungan sekolah. Sedangkan Hwa Ra, kau yang mengumpulkan tulisan anak-anak dan merapikannya. Bisa kan?”

Aku melirik Taecyeon yang duduk beberapa bangku di belakangku. Dia tampaknya tidak sedikitpun berminat untuk membantah. Mau tak mau aku pun mengangguk.

***

“Kenapa tadi kau tidak menolak?” tanyaku pada Taecyeon sepulang sekolah. Kami tinggal berdua di kelas, membicarakan konsep buku tahunan untuk kelas kami.

“Kau sendiri kenapa? Tampaknya kau tidak begitu menyukai tugas ini?” Taec balik bertanya. Aku terdiam. Mana mungkin aku bilang kalau aku menerima tugas ini karena dia juga menerimanya.

“Tapi bukannya kau tidak suka memotret manusia?” tanyaku lagi.

“Yah, itu juga yang dari tadi aku pikirkan,” kata Taec sambil melepas kacamata dan mulai mengutak-atik kameranya.

“Bagaimana kalau aku saja yang memotret teman-teman? Jieun bilang dia akan meminjamiku kameranya. Yah, hanya kamera digital biasa sih, tapi lumayanlah. Nanti kau tinggal memotret lingkungan sekolah. Eh tapi, bantu aku merapikan tulisan mereka juga ya…,” kataku bersemangat.

“Haha, semangat sekali sih!”

Aku tertegun, Taec tertawa! Selama satu tahun sekelas dengannya, baru kali ini aku melihatnya tertawa seperti ini. Tanpa kusadari aku pun ikut tersenyum.

***

“Foto anak-anak sudah, tulisannya juga sudah semua, berarti kita tinggal menyusunnya kan?” tanyaku sambil membereskan tulisan anak-anak sekelas yang tadi aku cek. Saat ini aku dan Taecyeon tengah duduk di halaman belakang sekolah, tempat pertama kami bertemu, untuk menyelesaikan tugas kami sebagai panitia buku tahunan.

“Tapi fotomu belum ada nih,” kata Taec yang sedang melihat-lihat hasil potretanku.

“Ah iya, kau juga belum aku foto loh! Sini, biar aku foto kamu…,” kataku semangat. Aku berbalik dan…. Ckrekk!

“Aaahhh…. Kau foto apa?!” tanyaku panik.

“Kamu,” jawab Taec santai.

“Apa?! Bukannya kau bilang kau tak suka memotret manusia?”

“Memang, karena itulah kau orang pertama yang aku potret,” kata Taec sambil tersenyum. Senyum itu, senyum yang hanya ia perlihatkan saat bersama denganku. Bolehkah aku merasa istimewa?

“Nah, sudah semua kan?” kata-kata Taec membuyarkan lamunanku.

“Ah, belum! Fotomu belum…,” protesku.

“Aku tak usah.”

“Tidak bisa, masa hanya fotomu yang tak ada.”

“Kalau begitu kita foto berdua saja, bagaimana?” tawar Taec.

Belum sempat aku berkomentar, Taec sudah mengambil kamera digital dan duduk disampingku. Diacungkannya kamera itu kehadapan kami.

“Ayo geser sedikit kesini….”

Aku menurut, kurapatkan lagi posisi dudukku hingga lengan kami saling bersentuhan.

“Duh, aku belum pernah memotret seperti ini sebelumnya,” gumam Taec pelan.

Kulirik dia, dan kulihat wajahnya sedikit bersemu. Tentu saja, dia pasti malu. Aku tersenyum dan kembali melihat kearah kamera.

“Siap?” Taec mulai memberi aba-aba. “Hana, dul, set!

Ckrekk….

***

Aku berjalan menyusuri koridor sekolah sambil tersenyum. Berkali-kali kubolak-balik halaman buku tahunan ditanganku ini, tapi perhatianku selalu terfokus pada satu foto. Ya, hanya pada fotoku dan Taecyeon. Kuelus foto yang agak blur itu, mungkin tangan Taec sedikit goyang saat memotretnya kemarin.

Aku kembali tersenyum saat membaca tulisan diatas foto kami, ‘Our Photographer’. Itu tulisanku, aku sengaja tidak menulis ‘Panitia’ atau istilah semacamnya, terlalu kaku menurutku. Lagipula anggap saja kalau tulisan itu adalah doa. Doa agar setelah lulus nanti kami benar-benar menjadi seorang fotografer.

Aku memasuki kelas yang mulai sepi. Banyak murid yang memilih untuk langsung pergi bersama teman-temannya setelah perayaan kelulusan selesai dan menikmati hari terakhir mereka sebagai seorang siswa. Ya, hari ini kami resmi meninggalkan bangku SMA.

Aku duduk di bangkuku, mungkin ini akan jadi yang terakhir kalinya. Aku melirik bangku milik Taec, bangku itu kosong. Seharian ini aku memang tidak melihatnya. Kemana dia? Masa dia tidak datang di hari kelulusannya?

Kuraih tas milikku. Sebuah foto meluncur jatuh dari dalam tasku yang terbuka. Foto apa itu? Rasanya aku tak pernah memasukkan foto kedalam tasku. Kuambil foto itu. Betapa terkejutnya aku, itu fotoku. Jangan-jangan ini foto yang diambil Taec waktu itu…. Jadi dia mencetakkannya? Lalu kenapa foto ini ada di tasku? Apa Taec datang kesekolah hari ini?

Kubalik foto itu, ada pesan dibaliknya. Pesan dengan tulisan tangan Taec. Aku menggigit bibirku, berusaha sekuat tenaga menahan air mata yang menyeruak.

‘You are my first, I Love You – Taecyeon’

***

“Hwa Ra! Sebelah sini!” kulihat Jieun melambaikan tangannya kearahku. Aku tersenyum dan cepat-cepat menghampirinya.

“Lama tidak bertemu Jieun!” seruku seraya memeluknya.

“Iya, tak terasa ya sudah 5 tahun,” balas Jieun. “Kau sadar tidak, 5 tahun yang lalu, kita juga lulus tepat di hari ini loh…. Harinya juga sama, hari sabtu 26 Mei!”

“Benarkah?! Aku sama sekali tidak sadar…. Jangan-jangan Minjun memang sudah memperhitungkannya lagi,” kataku. “Oh iya, aku belum telat kan?”

“Belum kok, kau hanya ketinggalan sambutan dari Minjun tadi,” canda Jieun.

“Wah, berarti aku yang paling akhir datang ya?”

“Tidak, ada satu orang lagi yang belum datang, Taecyeon…. Minjun bilang dia akan datang terlambat karena ada pekerjaan.”

“Taecyeon?” aku tersentak.

“Ya, kudengar dari Minjun, dia kembali dari Boston tahun lalu dan sekarang bekerja sebagai fotografer disebuah majalah,” jelas Jieun.

Aku kembali teringat kata-kata Minjun 5 tahun yang lalu, “Ah, Taecyeon…. Kemarin dia bilang padaku kalau dia tidak bisa ikut upacara kelulusan. Dia bilang, dia akan mengikuti orang tuanya, meninggalkan Korea dan pindah ke Boston. Dia berangkat siang ini.”

Jadi dia sudah kembali?

***

“Maaf aku terlambat!”

Seruan itu membuatku dan seisi ruangan menoleh kearah pintu masuk. Disana berdiri seorang pria tinggi dan tampan yang menyandang tas ransel dan tas kamera. Aku menggigit bibir bawahku. Dia datang….

“Itu Taecyeon?”

“Pulang dari Boston dia berubah ya!”

“Hei, itu si cupu kan?”

“Gila, keren banget!”

 “Ganteng banget dia sekarang!”

Bisik-bisik mulai terdengar bersahutan, aku jengah. Kuputuskan untuk pergi keluar sebentar, sepertinya aku butuh udara segar.

“Jieun, aku ke toilet sebentar ya,” pamitku.

“Ah ya, tak perlu ditemani kan?” tanyanya.

“Tak usah,” jawabku sambil beranjak pergi. Aku melirik ke arah Taecyeon yang sudah dikerubungi banyak orang. Tanpa sengaja pandangan kami bertemu. Cepat-cepat kualihkan pandangan dan keluar dari ruangan ini.

***

Haaah….

Aku menghela napas panjang. Ada apa denganku? Bukankah harusnya aku senang dapat kembali bertemu dengannya? Tapi kenapa hatiku malah gundah? Kukeluarkan fotoku dari saku dan kubaca berulang-ulang tulisan Taec disana. Apa maksud dari tulisannya ini?

“Hwa Ra!” Taecyeon tiba-tiba muncul dihadapanku. Wajahnya tampak cemas.

“Huah, aku kira kau kemana. Tadi aku melihat kau keluar, tapi sudah lama kau tak juga kembali. Ternyata kau malah asik duduk depan sini, kenapa nggak di dalam saja sih?”

“Kau mengkhawatirkan ku?” tanyaku balik.

“Tentu saja,” jawabnya sambil berjongkok dihadapanku. “Kenapa kau menghindar dariku?”

“Aku tak menghindar, aku hanya merasa… kau berubah. Aku hanya merasa jadi ada jarak diantara kita,” jawabku sambil menunduk.

Taecyeon menyentuh daguku dan mengangkat wajahku agar menatapnya.

“Aku tak berubah, aku masih tetap Taecyeon yang dulu. Taecyeon yang kau temui di belakang sekolah. Hanya penampilanku yang berubah, dan inilah yang merubah pandangan orang-orang. Percayalah, aku masih tetap seperti dulu,” jelasnya seraya tersenyum.

Senyuman itu, senyuman yang aku rindukan. Ya, dia memang tidak berubah.

“Kau masih menyimpan foto itu?” tanya Taec saat melihat foto ditanganku.

“Ah ini….”

“Pinjam sebentar.” Taec meraih foto ditanganku dan mengeluarkan pulpen dari sakunya. Selama beberapa saat ia menuliskan sesuatu dibalik foto itu. “Ini,” katanya sambil mengembalikan foto itu padaku.

“Ini?” aku terkejut membaca kata-kata tambahan yang baru saja ditulis oleh Taec.

“Dulu aku tak sempat mengatakannya secara langsung, dan kuharap sekarang belum terlambat,” Taec diam sebentar. “You are my first, would you be my last?” tanyanya.

Tanpa pikir panjang, kupeluk pria dihadapanku dan berbisik, “I love you, always and forever!

‘You are my first, I Love You, ALWAYS AND FOREVER – Taecyeon’

Kamis, 02 Agustus 2012

Memory of First Love

It’s story about first love, my first love....



Orang bilang, cinta yang kita rasakan saat kecil itu hanyalah cinta monyet. Gak sungguh-sungguh. Gak serius. Meskipun sampai sekarang aku ga tau pasti apa definisi cinta monyet itu, tapi aku merasa cinta pertamaku bukan sekedar cinta monyet. Waktu itu, aku mendapatkan cinta pertamaku saat duduk di bangku sekolah dasar. Sudah hampir 10 tahun berlalu sejak saat itu. Tapi ga tau kenapa aku gak pernah bisa melupakan dia.

Sebenarnya, kisah cinta pertamaku gak bisa dibilang mulus. Bahkan kisah ini berakhir tanpa aku sempat berkata apa-apa. Mungkin karena waktu itu aku masih terlalu polos. Belum mengerti apa itu cinta. Belum tau apa itu pacaran. Yah, walaupun saat itu sudah ada satu dua temanku yang pacaran. Bahkan sampai ada yang terlibat konflik cinta segitiga, ckck.

Kelas 4 adalah saat dimana aku mulai menyadari bahwa aku mengagumi dia, menyukai dia, lebih dari teman cowokku yang lain. Aku masih ingat, saat itu –entah ide dari mana– aku memberinya sebuah miniatur tokoh kartun. Aku lupa siapa namanya, yang pasti saat itu film kartun tersebut sedang ditayangkan di salah satu televisi swasta berlambang ikan terbang. Saat itu aku menemukan mainan tersebut di gudang rumahku –mungkin itu sebenarnya milik adik laki-lakiku–. Aku masukan mainan tersebut ke dalam kotak obat batuk bergambar bayi, dan tidak aku bungkus. Karena merasa tidak mungkin untuk memberikan secara langsung, aku pun menyimpan hadiah itu di tasnya. Kejadian ini gak pernah aku ceritakan kepada siapa pun. Dan sampai sekarang aku gak pernah tau gimana nasib benda yang aku berikan itu.

Kelas 5, nah ini dia saat kenangan tak terlupakan di masa SD ku terjadi. Sedikit kenangan indah tentang dia. Saat itu ada pembagian kelompok untuk tugas drama bahasa indonesia. Guruku menentukan nama-nama ketua kelompok dan menulisnya di papan tulis. Kami dibebaskan untuk menuliskan nama kami di bawah nama ketua kelompok yang kami mau. Saat itu ada nama dia disana. Dengan pertimbangan rumah yang berjauhan akhirnya aku memutuskan masuk kelompok lain. Tapi jodoh emang gak kemana, guru kami memindahkan namaku dan dua orang teman lainnya ke kelompok dia karena kelompok yang kami pilih sudah melebihi kapasitas.

Latihan terakhir sebelum tampil pun tiba. Kami memutuskan untuk berlatih dirumahku. Tapi bukannya latihan, anak-anak cowok malah pada main-main dan membuat rumahku berantakan. Tentu saja aku kesal. Langsung saja aku marah-marah pada mereka. Aku omelin mereka panjang lebar sampai akhirnya aku usir mereka dan kusuruh mereka pulang.

Malamnya, saat aku sedang makan malam bersama keluarga tiba-tiba ada suara yang memanggil-manggil namaku. Ternyata, ada temen yang datang ke rumahku. Ketika aku keluar, aku liat ada kepala menyembul dari tembok pagar. Itu temen cowok yang cukup akrab denganku, sebut saja namanya Wi. Dalam hati aku berpikir ‘Mau apa juga Wi malem-malem gini kerumah. Lagian rumahnya kan jauh’ Tapi ternyata Wi gak sendiri, dia dibonceng naik sepeda oleh seseorang. Dan yang buat aku kaget, orang itu DIA!

Aku pura-pura cuek saja dan bertanya pada Wi, “Ada apa Wi? Kok malem-malem gini ke rumah?”

“Nih, dia maksa aku nemenin kerumahmu,” kata Wi.

“Mau apa?” tanya aku lagi sok judes.

Wi memanggil dia sambil menyenggol bahunya pelan. Dan kalian tau kenapa dia datang malam itu? Dia minta maaf gara-gara peristiwa tadi siang! Dia jauh-jauh pergi dari rumahnya malem-malem –dan pake acara maksa Wi buat nemenin, yang artinya dia muter makin jauh buat kerumahku– cuma buat minta maaf? Padahal besok juga bisa kan? Dari sanalah aku benar-benar terkesan padanya.

Kelas 6, inilah saat cintaku kandas. Dia akhirnya pacaran dengan salah satu cewek yang tergolong populer dan cantik di kelas. Sejak saat itu aku tak pernah lagi berharap. Tapi entah kenapa aku tak pernah bisa melupakan dia sampai sekarang. Yah, mungkin aku memang tidak akan pernah melupakannya. Bagaimanapun juga itu adalah salah satu serpihan kisah masa laluku. A small piece memory of first love :'))

Senin, 04 Juni 2012

[Short Story] UNO!

UNO! (sumber dari sini)

UNO!
Wafda S. Dzahabiyya

“Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Yaah, memang diambil dari kisah nyata, tapi dengan tambahan bumbu-bumbu agar lebih sedap. Mohon maaf jika ada kesamaan nama, karakter, ataupun tempat karena itu memang disengaja.”

H-59

“Jadi, ada yang punya ide untuk tema acara kita tahun ini?” tanya Mas Miftah setelah bercerita panjang lebar tentang tema acara tahun-tahun sebelumnya.

Semua orang di ruangan ini diam. Semua tampak berpikir, walaupun entah apa yang dipikirkan. Aku yang memang tidak kreatif untuk urusan memberi nama seperti ini memilih ikut bungkam.

“Ayolah, acara kita kurang dari 2 bulan lagi! Bahkan tema aja kita belum punya…,” sentak Mas Mif sedikit keras.

Huh, dia sendiri gak ngasih ide, batinku dalam hati. Ketua kami yang satu ini memang sedikit emosian, kadang-kadang jengkel juga menghadapinya. Semua tetap diam, masih sibuk berpikir.

Aku meraih tumpukan kartu uno dari atas meja di dekatku. “Main uno yuk!” cetusku iseng sambil mengocok kartu.

“Malah main uno!” bentak Mas Mif sambil membanting kertas yang dipegangnya.

“Widih, nyantai loh mas…. Kasian tuh pada tegang gitu,” sindirku.

“Uno, presenter, news reader, announcer, uno, hmm,” gumam Irfan yang duduk disebelahku. “Aha! UNOuncer! Gimana kalau temanya UNOuncer aja?!” teriaknya tiba-tiba.

Krik krik krik…. Semuanya diam, saling pandang.

“Apa maksudnya tuh tema UNOuncer itu?” tanya Anind akhirnya.

Irfan tersenyum, merasa kalau tema pemberiannya akan dipakai. “Uno kan artinya satu, lihat kartu uno ini, beda-beda kan?” katanya sambil merebut beberapa kartu dari tanganku. “Ini menggambarkan peserta Broadcaster Award yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Apalagi tahun ini kita sampai Jawa Timur juga, makin beragam dong peserta kita? Nah, walaupun mereka berbeda-beda, tapi mereka sama-sama berjuang untuk satu tujuan, jadi nomer satu! Uno!” jelasnya panjang lebar dan diakhiri dengan berteriak ‘uno!’ sambil membanting kartu-kartu ditangannya.

“Iya, iya… tapi ga usah pake acara ngeberantakin kartu bisa kan?” sindirku sambil membereskan kartu-kartu yang berserakan di depanku.

“Hahaha, piss nyu…” kata Irfan dengan tampang tak berdosa sambil mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya.

“Ada yang punya ide lain?” tanya Mas Mif. Anak-anak kompak menggeleng. Sepertinya semua sudah menyerah kalau harus mencari ide yang lain lagi.

“Oke, berarti semua setuju ya dengan UNOuncer? Kalau begitu diputuskan tema Broadcaster Award tahun ini UNOuncer!” kata Mas Mif memutuskan. Semua tepuk tangan, gembira karena rapat kali ini paling tidak membuahkan hasil walaupun cuma sebuah tema.

“Tuh kan, coba kalau aku ga iseng ngajak main uno… kita ga akan dapet tema deh sampe besok,” celetukku yang langsung disambut pelototan semua orang.

***

H-46

“Kita gabung sama CF!” kata Mas Mif membuka rapat hari ini.

Communication Fiesta, sebuah acara yang sebenarnya merupakan obsesi dari para pemegang kekuasaan di jurusan itu akhirnya benar-benar harus kita jalankan. Beberapa waktu yang lalu Mas Mif memang pernah bercerita kalau kemungkinan besar acara kita akan dimasukan dalam CF, bergabung bersama CEO yang ‘ditodong’ jurusan untuk mengadakan acara demi mengisi CF ini.

“Terus komentar para sesepuh gimana Mif?” tanya Mbak Nai hati-hati.

“Aku udah ceritain kondisi kita ke mereka. Waktu kita mepet, kita ga akan sempat kalau harus cari sponsor sendiri. Kalau kita gabung dengan CF, dana ditanggung aman. Jadi, mau ga mau mereka harus setuju,” jelasnya.

“CEO sendiri jadinya mau ngadain apa?” giliran Adi yang bertanya.

“Mereka udah fix mau ngadain lomba debat. Targetnya anak SMA se Jogja, Jateng, dan Jatim, sama kaya kita. Jadi surat untuk sekolah bisa kita kirim bareng-bareng. Data sekolah udah siap Dil?”

“Udah, yang mau dikirim udah siap, yang di jogja tinggal dibagi siapa yang mau nganter. Tapi kalau kita gabung sama CF berarti suratnya semua harus diganti,” jawab Dila, sang sekretaris, tanggap.

“Oh iya bener…. Proposal juga harus diganti. Kemaren aku udah minta sama Mas Sakti, ketua CEO, buat nyerahin proposal mereka. Jadi nanti tinggal digabung aja. Susunan panitianya juga, Mas Sakti setuju aku jadi ketua, tapi dia ditulis jadi sekretaris, bendaharanya tetep kamu ya Na? Biar nanti kita gampang kalau butuh uang.”

“Iya…” jawab Ana malas.

“Berarti yang ngerjain proposal dan surat segala macem itu Mas Sakti?” tanya Dila semangat.

“Tetep kamu Dil, itu cuma formalitas.”

“Heh, apa-apaan itu…” Dila mencoret-coret catatannya, tiba-tiba kehilangan semangat lagi.

“Nanti desain poster juga diganti ya Bay, nanti aku minta materi CEO. Sehari jadi bisa kan?”

Bayu cuma bisa ngangguk pasrah tanpa banyak komentar. Tumben dia manutan gitu.

“Blog, twitter, facebook gimana kabarnya Wafda?” waduh, aku kena juga akhirnya.

“Hmm, mereka baik…,” jawabku sok polos.

“Kalau poster diganti ya aku tinggal nunggu gantinya. Mekanisme masih tetep toh? Oh iya, paling surat delegasi tuh yang belum,” kataku buru-buru ketika melihat Mas Mif sudah siap mengamuk. “Kemaren udah ada beberapa yang nanya-nanya, langsung aku suruh hubungi contact person aja, Mbak Indah sama Mbak Desi.”

“Ndah, Des, gimana?”

“Iya Mif, kemaren udah ada yang nanya sama aku, dari Malang. Katanya dia mau nyari temen dulu,” lapor Mbak Indah.

“Kalau ke aku ada yang nanya tapi dia mahasiswa, mana ngotot lagi mau ikutan. Udah jelas lombanya buat anak SMA…” cerita Mbak Desi.

“Ya udah terima aja, tapi suruh dia pake baju SMA…” komentar Adi.

“Kita ga kekurangan peserta sampe segitunya kali Di…” kata Tika.

“Bener juga tuh, kalau kita kekurangan peserta, suruh aja unyu pake seragam SMA…. Pasti masih pantes, hahaha…” kali ini Irfan meledekku. Sial….

“Bilang aja kamu juga pengen dibilang masih pantes pake seragam SMA…. Sayangnya Fan, walaupun tinggi kita hampir sama, tapi mukamu udah ga pantes…” balasku sewot.

“Wah, itu dalem banget Fan…. Hahaha…” Adi tertawa puas. Diikuti dengan tawa yang lain.

***

H-31

“Mendekati acara kok malah pada jarang nongol, seksi acaranya juga ngilang ga bisa dihubungi…” omelku. “Lagian ya, aku ini kan seksi dokumentasi, kenapa juga harus ngurusin promosi di blog, twitter, facebook, dan segala macemnya itu.”

“Hahaha, masih mending lah Da…. Daripada Mbak Indah, segalanya dia yang ngurusin. Aku aja sampe ga tahu dia sebenernya seksi apa,” kata Tika.

“Iya ya, kasian juga Mbak Indah, mana sering banget kena omel Mas Mif…. Aduh, panitianya aja udah ga beres gini….”

“Iya nih, udahlah bubarin aja BA…. Biar aku bisa pulang ke Bengkulu!” sahut Tika sedikit ketus.

Saat ini kami berdua tengah duduk santai di lobi. Berusaha menghindari Ikom Radio biar ga kena amukan Mas Mif. Beberapa hari belakangan, sang ketua itu memang sering ngamuk gara-gara yang hadir di rapat makin lama makin berkurang. Siapa saja bisa jadi korban amukannya, tapi yang paling sering sih ya Mbak Indah.

“Bang Rustam!” teriak Tika memecahakn keheningan yang sempat tercipta diantara kami. Kulihat Bang Rustam muncul dari balik tangga.

“Hai!” sapanya sok cool.

“Abang, ayo ngomong sama anak magang soal bumper…” teriak Tika lagi sambil berlari menghampiri Bang Rustam.

Tika, Tika…. Omongan dan perbuatannya bertolak belakang. Katanya bubarin aja BA, tapi ternyata dia masih peduli tuh.
“Unyu, ngapain disini?!” tanpa menoleh pun aku tahu siapa pemilik suara ini.

“Unyu, unyu, namaku bukan unyu!” kataku kesal.

“Hahaha, nyantai loh nyu….” Adi tertawa melihat reaksiku saat dipanggil Irfan tadi. Dua sekawan ini memang nyaris tak terpisahkan.

“Kok ga ke radio?” tanya Irfan.

“Males, takut kena amukan nyasar…” sahutku cuek.

“Yee, kalau kita ga datang dia malah makin ngamuk. Kan kasihan Indah kena imbasnya mulu. Ayo ah, ke radio…” kata Adi sambil menyeretku pergi.

Sebenarnya aku malu juga dibilang begitu. Mereka yang bukan anak komunikasi saja mau berjuang demi acara ini. Kenapa aku yang anak komunikasi malah males….

“Loh, ga ada Mas Mif?” tanyaku heran saat masuk ke Ikom Radio. Hanya ada Mbak Indah, Dila, dan Ana yang tampak sibuk sendiri-sendiri.

“Miftah ngilang, ga bisa dihubungi…” jawab Mbak Indah, tampaknya dia sedikit kesal. “Ini surat belum ditanda tangan, katanya disuruh nyebar sekarang. Dasar dia tuh!”

“Udah Mbak, sini aku yang tanda tangan…” kata Dila santai sambil menyiapkan stempel.

“Beneran nduk? Kamu bisa tanda tangan Miftah?” tanya Mbak Indah tak percaya.

“Sekarang kan Dila ahli meniru tanda tangan Mbak…” sahut Ana sambil tetap fokus pada laptopnya.

“Pokoknya tenang aja Mbak, dia mau ngambek trus ngilang gimanapun kita tetep masih bisa jalan kok…” kata Dila santai. “Emangnya dia pikir kalau dia ngilang kita bakal heboh gitu?”

Aku, Ana, Irfan, dan Adi saling pandang. Waduh, sadis juga nih Dila.

***

H-21


Rapat kali ini pun kembali berjalan dengan jumlah anggota yang minim. Untungnya hari ini Anind, sang seksi acara, hadir.

“Surat untuk sekolah udah dikirim semua?” tanya Mas Mif.

“Untuk yang luar Jogja udah semua, yang di Jogja masih ada beberapa yang belum,” jawab Dila.

“Minggu ini harus udah beres ya. Aku ga mau liat masih ada surat di Ikom,” kata Mas Mif lagi.

Beuh, enak betul dia bisa ngomong begitu. Padahal dia sama sekali ga bantu nyebarin, batinku kesal.

“Permisi Mbak, Mas…”

Kami semua menoleh kearah pintu, tampak seorang anak laki-laki berdiri disana.

“Aah, kamu yang sms itu ya? Ayo masuk, masuk…” sambut mbak Indah sambil bangkit berdiri. “Kedalem aja yuk…”

Anak itu berjalan melewati kami sambil tersenyum. Mbak Indah membawanya masuk ke kantor Ikom untuk melakukan pendaftaran.

Rapat kami lanjutkan. Sekarang giliran Anind membahas soal keseluruhan susunan acara. Belum lama, Mbak Indah keluar dari kantor Ikom.

“Mif, ternyata anak itu tuh baru lulus SMP. Gimana dong?” tanya Mbak Indah.

“Anak cowo itu Mbak?” tanyaku sambil mengerling kearah kantor Ikom.

“Iya nduk…. Gimana nih Mif?”

“Lah, kamu yang gimana Ndah…. Kenapa ga tanyain sebelumnya?” tanya Mas Mif dengan nada tinggi.

“Udah Mif, tapi dia tuh ga jawab. Makanya aku suruh dia datang kesini aja. Gimana dong Mif?”

“Ya bilang aja ga bisa. Acara kita kan emang untuk anak SMA….”

“Tapi kasian loh Mif, dia udah jauh-jauh dari Gunung Kidul….”

Brakk…


Semua terperanjat saat Mas Mif menggebrak panggung kayu yang ia duduki dengan keras. Aku bahkan bisa melihat debu-debu beterbangan dari panggung kecil itu.

“Kalau dibilang ga bisa ya ga bisa Indah! Salahmu sendiri kenapa ga nanya dulu!” bentak Mas Mif keras.

Dan pertahanan Mbak Indah pun jebol. Sekuat apapun dia, ini memang sudah keterlaluan. Mbak indah langsung lari keluar. Aku bisa melihat dia mulai menangis saat berdiri tadi.

“Dasar Indah tuh ga bisa dibilangin!” kata Mas Mif ketus.

Kita semua saling pandang. Serba salah rasanya.

“Mas Mif juga keterlaluan. Ga usah pake ngegebrak bisa kan? Ga tau apa disini tuh ada anaknya. Dil, coba kamu kedalem, bilangin sama anaknya dia ga bisa daftar tahun ini, suruh ikutan tahun depan aja gitu,” kata Anind dengan sigap mengendalikan situasi.


Dila berdiri, baru saja hendak melangkah, dari dalam kantor Ikom keluar anak tadi bersama Mas Nana. Anak itu memandang takut-takut kearah Mas Mif dan tersenyum kaku kearah kami. Mungkin dia sedikit mendengar pertengkaran tadi.

Setelah mengantarkan anak tadi sampai depan Mas Nana berhenti sebentar didekat kami.

“Kenapa? Kok ga dilanjutin rapatnya? Ayo dilanjutin, tapi kayanya kamu aja deh yang mimpin Nind. Ga baik kalau orang yang lagi emosi mimpin rapat…” kata Mas Nana cuek lalu kembali masuk ke kantor Ikom.

Kami semua saling pandang lagi dan tersenyum. Mas Nana memang selalu punya cara sendiri untuk menghibur kami. Harusnya Mas Mif belajar dari ketua Ikom sebelumnya ini.

“Yuk kita lanjutin, sampai mana tadi?” tanya Anind semangat.

***

H-1

Entah keajaiban apa yang membuat kami bisa bertahan sampai saat ini. Yang jelas disinilah kami, di ruang multimedia untuk melakukan evaluasi setelah seharian ini pembukaan CF dan technical meeting dilaksanakan.

“Oke, kita mulai aja ya evaluasinya…” kata Mas Mif membuka acara.

“Oh ya sebelumnya, aku duduk disini ya…. Biar sejajar gitu ketua Ikom Radio sama CEO,” kata Mas Sakti sambil menarik kursi sejajar dengan Mas Mif.

“Haha, iya Mas…. Ayo, ada yang mau mulai ngomong?”

“Aku Mif…” Mbak Indah mengacungkan tangannya. “Ini soal pembagian kerja tadi, aku ngerasa tadi tuh yang sibuk ngurusin anak-anaknya cuma kita aja dari Ikom Radio. Anak-anak CEO pada kemana? Ini kan acara kita bersama, tadi itu juga ada peserta dari debat kan. Kenapa cuma kita yang sibuk ngurusin?”

“Aku masuk ya?” kata Anind. “Menurutku sih kita cuma kurang kordinasi aja. Soalnya tadi juga ada peserta debat yang nanya soal acaranya dan kita ga ngerti apa-apa. Jadi sebenernya kita harus inget, sekarang kita bukan lagi bawa nama Ikom Radio atau CEO. Sekarang kita udah dalam satu kesatuan Communication Fiesta. Gitu aja sih menurutku.”

“Ya, Mas Sakti atau teman-teman dari CEO ada tanggapan?” tanya Mas Mif memoderatori.

“Iya, mewakili CEO aku minta maaf atas ketidak nyamanan tadi. Benar kata Anind, kita memang kurang kordinasi. Besok dan lusa kan acara masing-masing, jadi aku jamin ga ada hal seperti tadi. Sekarang kita tinggal fokus kordinasi untuk acara awarding. Ya kan Mif?” tanya Mas Sakti menutup pembelaannya.

“Iya, yang udah lewat biarlah berlalu, sekarang kita fokus untuk acara yang lebih besar, awarding night!

***

H1

“Loh Dil, kok masih ditutup? Acaranya batal?” tanyaku begitu kami keluar dari lift. Ruang pertemuan di gedung AR. Fachrudin ini masih sepi. Tirainya saja bahkan masih tertuup dengan rapi.

“Batal, batal, sembarangan aja kalau ngomong!” seru Bang Rustam yang tiba-tiba muncul dihadapan kami.

“Abang datang dari mana?” tanyaku heran.

“Tadi aku baru mau kebawah lewat tangga pas denger kalian datang. Ini ga ada kuncinya…”

“Hah, ga ada kuncinya? Bukannya kemaren Abang yang bawa?” tanya Dila panik.

“Kemaren kan udah aku balikin sama Miftah pas kita pulang beres-beres itu. Tapi tadi aku tanya satpam kuncinya ga ada, mungkin udah diambil cleaning service buat dibersihin. Eh, pas aku kesini ga ada orang dan pintunya masih ke kunci. Makanya sekarang aku mau cari cleaning service…”

“Abang udah telpon Mas Mif?” tanya Dila lagi.

“Udah, kalian tunggu disini ya, aku turun dulu…” kata Bang Rustam lalu pergi meninggalkan kami berdua disini.

“Wah, piye iki Dil?” tanyaku bingung.

“Peserta! Gimana kalau mereka keburu datang?!” tanya Dila balik. Aku melirik jam tanganku, sudah jam 07.30.

“Yang di unires suruh dibawa ke radio aja dulu Dil, ngapain kek gitu…” usulku.

“Oh iya, suruh dikenalin sama alat-alatnya aja ya…. Kalau gitu aku telpon Mbak Vera yang lagi jaga di unires deh.” Dila mulai mencari nomer Mbak Vera di handphone-nya dan menelepon sang seksi konsumsi.

Tiing….

Pintu lift terbuka, muncul Mas Miftah, Tika, Irfan, Adi, Bayu, dan Anind.

“Mana Rustam?” tanya Mas Mif tiba-tiba.

“Tadi ke bawah, nyari cleaning service,” jawabku.

Mas Mif berjalan mendekati pintu, didorongnya pintu itu dengan kasar. Setelah itu dia pergi keluar melalui pintu dibelakang meja penerima tamu, entah kemana.

“Anak-anak yang di unires gimana Dil?” tanya Anind.

“Aku udah telpon Mbak Vera, mereka aku suruh ke Ikom dulu buat dikenalain alat-alat.” Jawab Dila.

“Kalau gitu aku ke Ikom ya…. Bay, kamu bisa siapain disini kan?” kata Anind lagi.

“Oke siap! Ada Irfan sama Adi juga kok…” jawab Bayu.

Belum lama Anind pergi, Mas Mif tiba-tiba muncul dari pintu ruang pertemuan. Digedor-gedornya kaca untuk memanggil kami. “Lewat sini bisa…” teriaknya.

Kami saling pandang lalu pergi melewati jalan tempat dia pergi tadi. Kami berjalan menyusuri jalan kecil di depan ruangan itu, dan sampailah kami di sisi lain ruangan. Pintu sebelah sini terbuka.

“Nanti registrasinya disini aja. Siapin mejanya! Bay, Fan, siapin alat buat presentasi pembicara, laptop siapa yang dipake?” atur Mas Mif.

“Laptopku Mas!” seru Tika. Diapun pergi kembali ketempat tadi untuk mengambil tasnya yang ditinggal disana.

“Wah, tas kita semua ada disana!” kata Dila.

“Biar aku ambil…. Kalian siapin mejanya aja disini,” kataku sambil pergi menyusul Tika.

Baru saja aku kembali dengan setumpuk tas tiba-tiba pintu sebelah sana terbuka. Muncul Bang Rustam dengan beberapa orang bapak pengurus gedung. Disusul dengan kehadiran Mbak Indah bersama salah satu pembicara kami hari ini.

“Wah, Mas Ferry aja udah datang…” kata Dila.

“Itu toh yang namanya Ferry Anggara?” tanya Adi. “Agak ngondek ya….”

“Wooo, ngaca Di!” kataku sambil tertawa.

“Kita jadi pake pintu yang disana. Disini udah biarin aja…” kata Mas Mif yang datang tiba-tiba.

Biarin aja? Udah capek-capek bolak-balik bawa tas segini banyak dan dia bilang biarin aja? bantinku gedek.

“Ayo nyu…” seru Adi.

“Adi, bantuin ini bawa tas!” geramku. “Sial udah lari-lari juga tadi, malah disuruh balik lagi.”

“Biarlah nyu, biar kamu gede dikit…. Hahaha,” ledek Adi.

“Apa hubungannya?!”

Kuhempaskan tubuhku dikursi, akhirnya bisa istirahat. Semua tas dan berkas registrasi hari ini sudah kuatur. Tinggal nunggu peserta datang.

“Coba kamu ke Ikom Da, panggil pesertanya. Kita udah siap kan?” suruh Dila.

“Kenapa ga telpon aja sih Dil? Atau SMS kek gitu…. Cape ini dari tadi aku bolak-balik, mana lapar lagi…” protesku.

“Oh iya ya…” Dila nyengir dengan tampang tak bersalah.

Tiing….

“Ada yang mau makan?” tanya Mbak Vera yang muncul dari dalam lift dengan beberapa kotak nasi.

“Mau!” seruku girang. Gini nih enaknya BA, walaupun capek lahir batin, tapi kebutuhan perut dijamin. Paling ga makan dua kali sehari plus snack, hehehe.

***

H2

Aku melirik jam di pergelangan tanganku, jam 07.23.

Bagus, udah jam segini tapi belum ada orang. Gila, emang pada gila semuanya, batinku kesal.

“Aduh, kok belum ada orang sih?” tanya Dila cemas. “Lab TV udah beres belum ya? Mas Aji sama Mas Rohmat kemana lagi?”

“Kalian kok baru datang sih?” tanya Bang rustam yang muncul tiba-tiba dibelakang kami.

“Abang! Abang udah dari tadi?” tanyaku.

“Iyalah, aku bahkan sempet sarapan dulu tadi di kantin,” katanya cuek. “Radio udah siap, aku mau cek Lab TV tapi dikunci. Yang pegang kuncinya siapa toh?”

“Mas Aji sama Mas Rohmat…. Mereka SMS masih on the way katanya,” jawab Dila.

“Kenapa dari kemaren masalahnya kunci mulu sih?” tanyaku heran. “Dan kenapa dari kemaren orangnya selalu kita bertiga?”

“Oh, kamu ga suka? Ya udah aku pulang aja…” kata Bang Rustam.

“Yee, pundungan ih si Abang mah…” ledekku.

“Tapi untung cuma kita bertiga, coba kalau ada Mas Mif…. Pasti udah ngamuk-ngamuk dia liat belum ada orang gini,” kata Dila.

“Tapi kalau kaya kemarin nih ya, berarti nanti Mbak Vera datang bawa makanan lagi dong?”

“Wooo, ngarep…” sorak Dila dan Bang Rustam kompak.

***

H3

“Mbak, dicariin Mas Sakti tuh,” kataku pada Mbak Nene yang sibuk membuat kartu nominasi bersama Dila.

“Oh iya, ini belum selesai…. Gimana kalau kamu yang selesain? Tinggal yang dari debat kok…. Ntar aku SMS-in nama pemenangnya,” pinta Mbak Nene.

“Kenapa ga Dila aja?” tanyaku heran.

“Dila juga mau kebawah. Dia juga kan nanti baca nominasi.”

“Iya deh, mana sini…. Tinggal print aja kan?” tanyaku.

“Nanti udah diprint kamu bentuk kaya gini Da…” Dila menunjukkan salah satu contoh kartu yang sudah jadi.

“Oke, tinggal yang debat aja kan?”

“Yang BA udah, tapi belum dilipet…. Tolong ya Da…” kata Dila lalu pergi dengan Mbak Nene, meninggalkanku sendiri di kantor Ikom yang sepi.

Yang lain udah sibuk dibawah aku malah ngurusin beginian, batinku.

“Unyu, sendirian aja…”

Wah, trio pengacau datang…. “Mas-mas yang baik, tolong jangan ganggu ya…. Saya sedang sibuk.”

“Dih, siapa juga yang mau gangguin situ…” kata Mas Fikra menyebalkan.

“Wah, ini ya slayer panitia? Kita dapet juga dong?” tanya Mas Anom sambil membongkar kresek berisi slayer.

“Ambil Mas, ambil…. Tapi bantuin dulu sini…”

“Dih ogah!” kata Mas Fikra lagi. Orang ini memang paling menyebalkan sedunia.

Aku pindah kedepan, mulai memotong, melipat, dan mengelem kertas sesuai contoh yang diberikan Dila. Lagi sibuk dengan urusan ini tiba-tiba bola melayang disebelahku.

“Mas Anom, Mas Nana, Mas Fikra…. Kalau ga mau bantuin ya udah, tapi jangan ganggu juga dong! Malah main bola disini! Udah pada kebawah aja gih!” teriakku kesal.

***

“Ini Mbak…” aku menyerahkan kartu nominasi pada Mbak Nene di ruang tunggu pembaca nominasi.

“Makasih ya Wafda…. Udah kamu ke bawah aja, bantuin disana,”

“Iya Mbak…” jawabku manut.

Aku turun kebawah, acara sebentar lagi akan dimulai.

“Wafda!” Mbak Noni melambaikan tangannya memanggilku. Segera aku hampiri dia di meja hadiah.
“Kenapa Mbak?” tanyaku.

“Uang buat hadiah BA mana? Nominasi pertama dari BA loh…” katanya.

“Loh, emang Ana belum ngasih Mbak?”

“Ya mana Mbak tahu…”

Aduh, gawat…. Ana dimana pula?
batinku panik. Terdengar Adi dan Mbak Entet sudah mulai membuka acara.

Aku berlari kembali ke kantor Ikom di atas dan mendapati Ana sedang menghitung uang bersama Mas Fikra.

“Ana! Uang pemenangnya mana? Acara udah mulai itu…” seruku panik.

“Selow loh nyu…. Ini juga si Nur lagi ngitung duitnya,” kata Mas Fikra.

“Wah, ga adil nih mas…. Masa tadi aku digangguin, Ana malah dibantu…. Curang,” kataku sebal melihat Mas Fikra yang dengan anteng membantu Ana menghitung uang.

“Dia ga berani gangguin aku nyu, soalnya urusannya sama duit…. Hahaha,” ledek Ana. “Nih, udah! Penyiar radio, pembaca berita, presenter infotainment…. Nanti pas ambil uang suruh mereka tanda tangan trus ambil kwitansinya.”

“Siap bos!” seruku lalu langsung berlari ke bawah lagi.

Pas! Batinku saat tiba dibawah. Baru saja pasangan Pak Zuhdan dan Mbak Nai membacakan nominasi juara dua penyiar radio. Dilayar sekarang muncul bumper nama-nama nominator.

***

Acara berlangsung meriah. Aku bahkan bisa melihat Pak rektor tertawa menikmati lelucon dari Mas Zuli dan Mas Koko yang membacakan nominasi juara satu pembaca berita. Tapi rasanya ada yang aneh….

“Mbak, kok kayanya tadi ada yang salah ya?” tanyaku pada Mbak Noni.

“Salah apa?”

“Yang sebelum ini…. Kayanya yang baca nominasi harusnya bukan itu deh,” kataku sedikit tak jelas.

“Dila sama Pak Iqbal batal tampil,” kata Mbak Nene.

“Loh, kenapa Ne?” tanya Mbak Noni.

“Pak Iqbal dilarang tampil sama jurusan. Ga ngerti lah aku, mungkin soal konflik mereka itu. Dila aja sampe nangis di atas. Dia ga mau kalau tampil sendiri, jadi dua-duanya diganti.”

Ya ampun, kenapa disaat seperti ini jurusan tega banget. Padahal tadi aku liat Pak Iqbal semangat sekali saat latihan dengan Dila. Kasian Dila….

***

Aku melihat sekeliling. Anak-anak sudah tertidur lelap semua. Semua pasti lelah jiwa raga setelah seharian ini kerja keras banting tulang melaksanakan awarding night. Kami semua memang memutuskan untuk tidur di Ikom Radio karena sudah terlalu malam untuk pulang. Apalagi untuk anak kost sepertiku, jam 10 saja pintu kost sudah dikunci.

Aku menghela napas, entah kenapa aku tidak bisa tidur. Aku berjalan masuk ke kantor Ikom. Iseng aku mengambil setumpuk kartu uno yang tergeletak sedikit berantakan diatas meja. Aku tersenyum. Tiba-tiba aku teringat dengan tema acara kita, UNOuncer.

“Uno kan artinya satu, lihat kartu uno ini, beda-beda kan? Ini menggambarkan peserta Broadcaster Award yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Apalagi tahun ini kita sampai Jawa Timur juga, makin beragam dong peserta kita? Nah, walaupun mereka berbeda-beda, tapi mereka sama-sama berjuang untuk satu tujuan, jadi nomer satu! Uno!”

Aku masih ingat penjelasan Irfan yang menggebu-gebu itu. Sekarang aku sadar, tema itu sebenarnya bukan hanya untuk para peserta tapi juga untuk kami, panitianya. Kami semua berasal dari berbagai daerah. Bahkan hampir tidak ada yang sama. Kami semua memiliki karakter yang berbeda-beda, tapi kami berusaha untuk satu tujuan, menyukseskan acara ini.

Ini memang bukan hal yang mudah. Apalagi setelah kami harus bergabung dengan CEO. Ideologi serta cara kami yang berbeda mungkin kadang menimbulkan konflik. Tapi mau tak mau kami harus bersatu demi acara ini. Belum lagi kami harus berhubungan dengan jurusan. Cara pikir kami yang berbeda kadang saling berbenturan. Karena itulah muncul peristiwa Pak Iqbal tadi. Hah, aku jadi sedih kalau ingat Pak Iqbal.

Kuletakkan kembali kartu uno ini pada tempatnya. Yah, sekarang kami sudah bisa lega, acara ini terselenggara dengan seukses. Paling tidak itulah yang dilihat orang luar kan? Sekarang tinggal santai menyambut liburan panjang…. Eh, masih harus ngurus LPJ deng.

***

“Sekali lagi, cerita ini mungkin diambil dari kisah nyata, tapi perlu diingat ada bagian yang dilebih-lebihkan dan ada pula yang dikurang-kurangi. Jadi dimohon untuk tidak percaya seratus persen bahwa memang ini yang terjadi saat CF kemarin. Terima kasih….”