Selasa, 14 Februari 2012

[Fan Fiction] Serpihan Kisah Masa Lalu

(Sumber dari sini)
Serpihan Kisah Masa Lalu
Wafda S. Dzahabiyya

(This story use Taecyeon POV)

“Argh!”

Aku melepaskan headset dengan kesal. Sudah beberapa hari ini aku mencoba mencari ide untuk membuat lirik lagu, tapi sepertinya ide itu sedang menjauh dariku. Tak kusangka akan sesulit ini untuk menciptakan sebuah lagu. Baru liriknya saja aku sudah kelimpungan begini.

Tok tok tok...

“Masuk saja!” seruku saat mendengar pintu diketuk.

“Ada apa kau ini tiba-tiba berteriak begitu?”

“Minjun!” aku berbalik dan melihat Minjun sedang berjalan mendekatiku.

“Ini, minumlah,” katanya sambil menyodorkan segelas coklat panas padaku. “Belum dapat ide juga?” tanyanya.

“Begitulah. Tak kusangka akan sesulit ini.” Aku menyeruput coklat panas pemberiannya. Enak.

“Nah, akhirnya kau merasakannya juga kan? Dulu bisanya kau hanya mengkritik lagu ciptaanku saja.”

“Ya ya, maafkan aku! Sekarang tolonglah bantu aku,” kataku dengan memasang wajah memelas.

“Hentikan wajah bodohmu itu!” serunya jijik melihat wajah memelasku. Kenapa dia itu? Padahal aku yakin wajahku tampak imut saat memelas seperti tadi.

“Hmmm, ide itu kan bisa datang dari mana saja. Tapi kalau kau ingin membuat lagu yang mengena, kenapa kau tidak tuliskan saja perasaanmu?” nasihat Minjun serius.

“Perasaanku?”

“Iya! Lagu itukan gambaran perasaan penciptanya. Misalnya saja lagu kita ‘Thank You’, itukan sebagai bentuk perasaan terima kasih kita kepada Hottest. Coba kau pikirkan, kau mau membuat lagu untuk siapa dan kau ingin menyampaikan apa dalam lagu itu?”

“Untuk siapa ya?” gumamku. Agak bingung juga ditanya seperti itu.

“Kau ini....” Minjun tampak menghela napas pelan. “kau ingin membuat lagu cinta? Kalau begitu kenapa tidak kau tulis saja perasaanmu terhadap pacarmu?”

“Aku kan tidak punya pacar!”

“Seorang Ok Taecyeon tidak punya pacar?” tanyanya seolah tidak percaya. “Mau kau kemanakan Yoona dan Jessica?”

“Minjun! Kau kan tahu itu semua hanya gosip. Aku dan mereka hanya sekedar teman!” protesku. Aku memang tidak suka jika ada orang yang menyinggung soal ini.

“Hahaha, iya iya aku tahu.... Aku kan hanya bercanda!” Minjun tertawa, sepertinya dia senang melihat aku marah. “Hmm, bagaimana kalau kau membuat lagu tentang pacarmu yang dulu? Pasti dulu kau punya pacarkan di Boston?”

“Pacarku di Boston?” tanpa kusadari pertanyaan Minjun tadi telah membuka kenangan lama dihatiku. Kenangan yang selama ini selalu berusaha aku lupakan. Tetapi, tak pernah bisa....

***

Oppa!” seorang gadis berlari kearahku sambil melambaikan tangannya. Senyuman manis tak pernah lepas dari wajahnya.

“Kau ini! Sudah kubilang jangan memanggilku begitu!” kataku risih saat gadis itu telah berdiri dihadapanku. “Kita ini di Boston, bukan di Korea!”

“Tapi kita kan orang korea asli, kita harus menghargai bahasa kita oppa!” serunya sambil berkacak pinggang. “Lagipula, anggap saja itu panggilan sayangku untukmu,” tambahnya sambil tersenyum.

“Memang kau sayang padaku?”

“Tentu saja! Di Boston ini, kau kan satu-satunya temanku yang berasal dari Korea,” katanya kalem.

“Hanya itu? Hanya sebatas teman?” tanyaku sedikit kecewa.

“Memang kenapa oppa?” Dia tampak heran mendengar pertanyaanku barusan.

Aku menghela napas sebentar sebelum akhirnya bicara. “Aku tahu ini mendadak dan tidak romantis, tapi... maukah kau jadi pacarku?”

Gadis dihadapanku ini tampak terkejut. Dia menatapku seolah tidak percaya. Aku tersenyum, berusaha meyakinkannya bahwa aku tidak bercanda. Gadis itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya malu-malu.

***

“Taecyeon-ah! Hei, Taecyeon-ah! Kenapa kau melamun?!”

Aku tersentak dan mendapati Minjun tengah melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku.

“Kau sudah dapat ide?” tanyanya.

“Tidak, aku hanya teringat sesuatu.”

“Teringat apa?” Minjun menatapku penasaran.

“Bukan apa-apa,” kilahku.

“Hah, bagaimana kalau kau pergi keluar saja? Kau bisa mengamati orang-orang di jalan, siapa tahu kau nanti dapat ide. Daripada kau terus mengurung diri di kamar. Bukannya dapat ide, otakmu malah membusuk.”

Benar juga! Memang sih, otakku tidak mungkin membusuk meski aku terus berada di kamar, tapi mungkin aku memang butuh udara segar....

***

Aku membetulkan letak topi dan kacamataku sambil berpikir akan kemana aku sekarang. Aku mengamati jalanan disekitarku. Agak ramai, mungkin karena ini jam pulang sekolah.

“Ri Rin, kembalikan!” tampak olehku seorang anak laki-laki berseragam SMA tengah mengejar temannya – atau mungkin pacarnya – dengan marah.

“Hahaha, ayo kejar aku kalau bisa Minho!” ejek anak perempuan yang tadi dipanggil Ri Rin itu sambil terus berlari menghindar.

“Nah, kena kau!” Minho menarik tangan Ri Rin dan merebut sesuatu dari tangannya itu. “Kau kira bisa lari dariku, hah?” tanyanya sambil menjulurkan lidah dan mereka pun tertawa bersama.

Aku tertegun, tadi itu rasanya seperti....

***

“Jadi ya, tadi itu... yak, oppa! Kau dengarkan aku tidak sih?!”

“Ya, ya, aku dengar...” Aku melirik sekilas kearah gadis disebelahku ini sebelum kembali memperhatikan layar ponselku.

“Hei!” Aku terkejut saat ponselku tiba-tiba direbut. Aku mendongak dan mendapati gadis itu berdiri dihadapanku sambil mengacungkan ponsel yang direbutnya tadi.

“Ayo ambil kalau bisa!” serunya sambil menjulurkan lidah dan berlari menjauh.

Aku menghela napas sebentar sebelum akhirnya mengejar gadis iseng itu. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk mengejarnya, sebentar saja aku sudah ada di depannya. Berkali-kali dia mencoba menghindarkan ponselku dari gapaian tanganku. Sampai akhirnya, dapat!

“Haha, kau tak pernah belajar dari pengalaman ya? Sudah kubilang kalau tidak mau direbut dengan mudah olehku jangan diangkat tinggi-tinggi begitu, percuma.... Aku pasti bisa dengan mudah merebutnya! Kau kan....” Aku sengaja menggantungkan kalimatku lalu tersenyum jahil.

“Apa?! Kau mau bilang aku pendek, begitu?!” katanya kesal. “Aku tahu kau jauh lebih tinggi dariku oppa, tapi jangan mengejekku terus dong!”

“Loh, aku kan tidak mengejekmu. Kau sendiri yang bilang kalau kau pendek.”

Oppa!” Aku tertawa melihat ekspresi kesalnya itu. Tawaku semakin keras saat kulihat dia mulai cemberut dan menggembungkan pipinya. Pacarku ini memang lucu kalau sedang ngambek. Hahaha...

***

Took...

“Aduh!” Aku memegangi kepalaku yang sakit. Apa itu tadi?

Aku berbalik. Kulihat seorang nenek berdiri sambil mengacungkan tongkatnya.

“Hei anak muda, masih siang begini jangan melamun! Apalagi di jalan seperti ini! Kau ini kesambet atau apa sih?!”

Aku tersentak dan buru-buru membungkuk, “Maafkan aku nek, maaf....”

“Anak muda itu harusnya bekerja! Bukannya melamun di jalan! Anak muda zaman sekarang, gaya saja yang dipikirkan....” nenek itu berlalu sambil terus mengomel dan mengacung-acungkan tongkatnya.

Huft, apa sih yang aku pikirkan tadi. Aku menggelengkan kepala pelan dan kembali melanjutkan perjalanan yang sempat terhenti.

Kulangkahkan kakiku memasuki sebuah taman dan duduk disalah satu bangku kosong yang ada disitu. Aku mulai mengamati lagi, di taman ini hanya ada sekelompok anak kecil yang sedang bermain, ibu-ibu yang asik mengobrol, serta seorang gadis yang tengah duduk di bangku tepat di seberangku. Tampaknya dia sedang menunggu seseorang. Nah, benar kan!

“Ini minumanmu,” seorang pria menghampiri gadis itu dan memberinya sekaleng minuman. Mungkin pacarnya.

“Terima kasih oppa. Ah, kau tahu saja kesukaanku,” gadis itu tampak tersenyum saat menerima minumannya.

“Tentu saja. Kau kira sudah berapa lama aku mengenalmu?”

“Hahaha, iya deh.... Terima kasih ya oppa!” sang gadis dengan cepat mencium pipi pria tersebut dan tersenyum malu-malu.

Kenapa bisa begini? Mirip!

***

“Auch, dingin!”

Aku tertawa kecil saat melihat gadis manis disampingku ini mengusap-usap pipinya yang kedinginan karena kutempeli kaleng minuman dingin.

Oppa! Iseng banget sih!”

“Haha, maaf deh.... Lagian kau ini, sudah tahu cuaca mulai dingin, kenapa masih pesan minuman yang dingin begini?” tanyaku sambil menyerahkan apple tea yang tadi dipesannya.

“Tentu saja! Apple tea itu kan hanya enak kalau dingin. Oppa sendiri selalu minum cappuccino, tidak baik loh minum kopi sering-sering.” Haah, aku tidak suka kalau dia mulai sok menasehatiku seperti ini.

Kuamati gadisku ini, dia memang tidak terlalu cantik, tapi menurutku dia manis. Dia punya wajah khas orang korea. Dia menengok dan menatapku heran, sepertinya dia merasa diamati dari tadi.

“Ada apa oppa? Kenapa menatapku begitu? Aah, kau mau mencoba apple tea ku kan? Sudah kuduga kau pasti penasaran dengan rasanya.... Cobalah oppa! Ini tidak terlalu dingin kok....”

Aku tercengang mendengar kata-kata yang meluncur cepat dari bibirnya. Apalagi melihat dirinya yang dengan semangat menyodorkan kaleng minumannya tersebut kepadaku. Memang semangat dan kecerewetannya inilah yang membuatku tertarik sejak pertama kali kami bertemu.

“Ini, coba oppa!” Ragu-ragu aku mengambil kaleng minuman yang disodorkannya. Kutatap dia, kulihat dia juga menatapku dan mengangguk seolah meyakinkanku untuk meminumnya. Kurasakan dinginnya teh ini mengalir ditenggorokanku sampai....

“Ciuman tidak langsung!”

Brusssh...

***

“Ma, lihat deh ma, ada kakak ganteng senyum-senyum sendiri!”

Lamunanku buyar seketika saat mendengar teriakan anak kecil itu. Kulirik dia, seorang anak laki-laki berusia sekitas 5 tahun tengah memeluk bolanya dan menunjuk kearahku. Eh, tunggu, jadi yang dia maksud itu aku?!

Seorang wanita muda tampak terburu-buru menghampiri anak itu. Dia menggandeng tangan anak tersebut yang sedari tadi menunjuk kearahku. Berkali-kali dia membungkuk, meminta maaf atas perkataan anaknya yang kurang sopan, dan pergi berlalu sambil tertawa pelan.

Ya ampun, jadi sejak tadi aku melamun sampai senyum-senyum sendiri?! Buru-buru aku bangkit dan melangkah pergi dari taman ini. Malu!

***

Cukup lama aku berjalan menyusuri keramaian kota Seoul sambil terus mengamati orang-orang disekitarku. Tapi bukannya mendapat ide untuk membut lirik lagu, aku malah semakin teringat padanya.

Tes...

Aku menyentuh hidungku, rasanya tadi ada air yang menetes. Aku menengadahkan tangan dan merasakan tetesan air mengenai telapak tanganku. Hujan mulai turun. Kuputuskan untuk berteduh dulu disalah satu teras toko. Baru saja aku sampai disana hujan turun semakin deras.

“Kita berteduh dulu disana!” Tampak olehku sepasang remaja berlari kearahku. Mereka berteduh tak jauh dari tempatku berdiri.

“Aah, hujannya tiba-tiba sekali....” Kulirik mereka, kulihat si perempuan tampak menggosok-gosokkan telapak tangannya.

“Kau kedinginan ya? Pakai ini saja. Tidak terlalu basah kok.” Kekasihnya melepas jaket yang dipakainya dan memasangkannya di bahu perempuan itu.

“Tapi....”

“Tidak apa-apa. Aku kan tidak mungkin membiarkan pacarku kedinginan....”

De javu....

***

Tes tes tes...

“Ah, hujan?” kulihat gadis disampingku menengadahkan tangannya. Ya, hujan turun.

“Kalau begitu kita berteduh dulu disana!” kuraih tangannya dan kubawa dia berteduh diteras sebuah toko.

“Kenapa tiba-tiba hujan sih?! Padahal tadi pagi ramalan cuaca bilang akan cerah. Tahu begini aku bawa payung tadi!”

Aku tersenyum mendengarnya mengomel begitu. Kulihat dia tampak menggosokkan telapak tangannya, dia pasti kedinginan. Kulepas jaket yang kupakai dan kupasangkan dibahunya. Dia menatapku heran.

Oppa, ini?”

“Pakai saja, kau kedinginan kan?”

“Tapi oppa, kau juga kan tidak kuat dingin....”

Aku langsung merangkulnya begitu melihat dia hendak membuka jaket tersebut. “Pakai saja! Kalau kau tidak mau aku kedinginan, biarkan aku memelukmu.”

Dia menunduk, tapi kurasakan tangannya mulai melingkar dipinggangku. Aku tersenyum dan kueratkan lagi rangkulanku padanya. Aku terus menatapnya sampai ia balas menatapku. Kami bertatapan cukup lama, kumiringkan kepalaku dan semakin kudekatkan padanya. Dia terdiam lalu memejamkan matanya. Kami semakin dekat, kupejamkan mataku dan.... kami berciuman. Ciuman petama kami....

***

“Hujannya reda!”

Aku tersentak. Hujan memang sudah reda, tinggal gerimis yang tersisa.

“Kita lari sampai stasiun ya?!”

“Ayo!” Pasangan kekasih didekatku itu mulai berlari menembus gerimis sambil bergandengan tangan.

Hah, ada apa denganku?! Seharian ini aku terus teringat padanya. Padahal itukan sudah lama sekali. Memang tak bisa kupungkiri, sampai sekarang aku tak pernah bisa melupakannya. Segala kenangan dengannya terlalu manis untuk kulupakan.

Kubenarkan letak topiku dan kembali berjalan. Kuputuskan untuk pulang saja. Entah kenapa aku merasa lelah sekali. Mungkin lelah akan semua kenangan ini.

Langkahku terhenti disebuah perempatan. Lampu untuk pejalan kaki menunjukkan warna merah. Aku menunduk. Dari semua kenangan manis bersamanya aku ingat ada satu kenangan pahit. Saat perpisahan....

***

“Melamun aja!” Aku tersenyum saat melihat gadis dihadapanku ini terkejut ketika dia tahu aku sudah duduk dihadapannya.

“Kenapa melamun sendiri di kantin?”

“Tidak apa-apa oppa....” Dia tersenyum. Tapi aku merasa heran dengan senyumannya, seperti ada sesuatu yang disembunyikan. Ada apa dengannya?

“Oh,ya aku punya kabar!”

“Kabar apa oppa?” Dia masih berusaha tersenyum.

“Aku diterima audisi JYPE!” seruku bersemangat.

“Oh, aku sudah tahu itu.”

“Kau sudah tahu? Tahu dari mana?”

“Jihyen eonni yang menceritakannya padaku.”

Aku terdiam, bukan karena dia sudah tahu akan hal ini, tapi karena dirinya yang tampak tidak bersemangat. Ini bukan dia yang biasanya.

“Kau kenapa?”

“Ada yang ingin aku bicarakan padamu oppa.” Dia menggigit bibir bawahnya. Tampak ragu untuk mengatakan sesuatu.

“Bicara apa?” tanyaku lembut sambil menggenggam tangannya.

Dia menghela napas pelan sebelum akhirnya bicara. “Aku mau kita putus oppa....”

Deg....

“Haha, kau bercandakan?” Aku berusaha tertawa meski jantungku mulai berdebar tak karuan. Dia menunduk, tak berani menatap mataku.

“Kau bercanda kan?! Iya kan?!” tanyaku setengah berteriak.

“Aku tidak bercanda oppa!” katanya sambil menggelengkan kepala kuat-kuat.

Aku diam, tak percaya. “Tapi kenapa?”

“Aku hanya merasa kita sudah tidak cocok oppa....” Hah?! Alasan basi....

“Lagipula kau pasti bisa dengan mudah menemukan penggantiku di Korea nanti, orang yang lebih pantas untukmu....” tambahnya.

Korea? Jadi.... “Jadi kau mau kita putus karena aku akan ke Korea? Bodoh!”

Oppa! Aku tahu kau akan menjalanai masa training yang berat. Aku tak mau kau terbebani dengan keberadaanku.... Lagipula kita kan masih bisa berhubungan sebagai teman, itu tidak akan membebanimu.”

“Kau kira semudah itu?!” bentakku.

“Aku tahu ini tidak akan mudah oppa, tapi....”

“Tapi apa?! Bilang saja kau memang sudah tidak cinta padaku!” aku menggebrak meja dengan kesal dan pergi meninggalkannya.

***

Aku sadar, itu bukan perpisahan yang baik. Semua salahku, aku yang terlalu egois. Aku sadar dia melakukan itu untukku. Aku sadar saat itu dia masih sangat mencintaiku. Aku masih ingat saat dia terus memanggilku dan menangis.

Oppa....”

Ya, dia sering memanggilku begitu.

“Taec oppa....”

Ah, aku rindu panggilannya itu.

“Taecyeon oppa!”

Tunggu, rasanya aku benar-benar mendengar suara itu. Aku pasti terlalu banyak melamun hari ini.

“Ok Taecyeon!”

Eh, memang ada yang memanggilku.

Aku berbalik dan mendapati seorang gadis manis berdiri tak jauh dihadapanku. Gadis itu tersenyum.

“Lama tidak bertemu ya oppa?”

Aku terkejut mendengar sapaannya itu. Jangan-jangan dia.... dia orang yang membuatku melamun seharian ini.... dia cinta pertama yang tak pernah bisa kulupakan.... dia cintaku.... dia....

“Shi...Shin Hwa Ra?” tanyaku terbata.

Dan gadis itu kembali tersenyum kepadaku....

***

Baca lanjutannya di Asa