Jumat, 31 Oktober 2014

[SMS - Day 11] Hadiah Terindah

Sumber dari sini

Huh, dasar Jae! Bukannya tadi di telepon dia bilang masih ada urusan dan akan datang terlambat? Kenapa sekarang dia sudah duduk di depan bersama gitar kesayangannya?! Jae mulai memetik gitarnya, membuatku mengerutkan kening dan berusaha menebak lagu apa yang dimainkannya. Jae melihat ke arahku ketika ia mulai bernyanyi. Tanpa sadar aku tersenyum ke arahnya, aku tahu lagu ini. Jae mengalihkan pandangannya pada sosok di sampingku, sosok yang menjadi alasannya menyanyikan lagu ini. Aku ikut menoleh, mengamati sosok itu. Ia tersenyum, matanya tak lepas dari Jae.

“Aku tidak menyangka ia akan menyanyikan lagu ini di hari ulang tahunku,” katanya sebelum berpaling menatapku. Senyum itu masih terukir di sana, hanya saja sekarang aku bisa melihat jelas matanya yang berkaca-kaca. Aku berusaha membalas senyumannya meski mataku pun mulai terasa panas. “Tapi ini hadiah terindah yang pernah aku dapat,” lanjutnya  sambil menyentuh kedua pundakku lembut. “Mendapatkan pria yang tepat untuk putri kesayanganku.”


I'm gonna marry your daughter and make her my wife
I want her to be the only girl that I love for the rest of my life
(Marry Your Daughter - Brian McKnight)

Kamis, 30 Oktober 2014

Paket dari 2PM

Semua orang pasti seneng dong kalau dapet kunjungan dari bapak-bapak bermotor orange? Yap, Pak Pos! Siapa sih yang ga seneng kalau Pak Pos datang bawa surat atau kiriman paket? Apalagi kalau semua itu dari orang yang kita suka. Nah, kemarin Pak Pos datang ke rumah mengantarkan sebuah paket besar. Serius, itu paket terbesar yang selama ini aku terima!

Paket terbesar yang pernah aku terima!

Kaget banget pas nerimanya, dan lebih kaget lagi pas Pak Pos bilang aku harus bayar biaya bea sebesar 7.700 rupiah. Lah, ini paket dari luar negeri?

Akhirnya setelah menyelesaikan segala urusan dan Pak Posnya pergi, aku pun dengan semangat langsung membuka paket itu. Ternyata, ini paket dari Korea!

Paket penyok dari Korea!

Ayo tebak siapa nama pengirim di resinya? It’s 2PM baby~ Rasanya pengen langsung loncat sambil teriak “Aku dapet paket dari oppars!” (yang tanpa sadar mungkin sudah aku lakukan). Hahaha~

Go Crazy with 2PM

Sebenernya paket ini sudah aku tunggu-tunggu sejak awal bulan, sejak aku dapet email dari JYPE yang bilang kalau aku jadi juara tiga di event Go Crazy with 2PM. Event ini diadakan di facebook  dan twitter 2PM bulan lalu. Jadi kita diminta untuk upload foto atau video yang berisi reaksi atau parody dari teaser, MV, atau pun koreografi Go Crazy, lagu terbaru 2PM. Hadiahnya ada tiket konser 2PM di Korea dan album Go Crazy Grand Edition!

Dengan niat buat dapetin album alias jadi juara tiga (karena aku tahu aku ga bisa pergi ke Korea buat nonton konser mereka), aku pun memutuskan urat malu dan menari-nari ga jelas di taman depan rumah.



Serius itu memalukan banget…. Tapi ternyata kegilaaku tidak sia-sia! *nangis terharu*

Tanggal 27 September staff JYPE ngirim email cinta (?) yang bilang kalau aku jadi nominasi di event itu. Mereka juga nanya apa aku bisa dateng ke Korea dihari konser sebagai pertimbangan untuk jadi juara satu atau dua. Itu staff bener-bener bikin galau! Mengingat aku ga mungkin bikin visa dalam waktu kurang dari lima hari dengan passport yang masih bersih (dan karena emang ga punya duit juga buat tiket pesawat), akhirnya dengan berat hati aku tolak dan milih jadi nominasi untuk juara tiga aja. And yeah, I got it! XD

Go Crazy Grand Edition Unboxing (?)

Niatnya sih aku pengen bikin unboxing video kaya yang di youtube itu, tapi karena urat maluku udah nyambung lagi jadi yah aku bikin unboxing post di blog aja lah ya~

Ini bukan bom~

Go Crazy Grand Edition signed!

Ini signed albumku yang kedua! Dan yang pertama dengan tanda tangan member lengkap! Signed albumku yang pertama itu 2PM Member’s Selection (dapet dari soompi yang ngadain giveaway 200 album! Dan yeah, albumku memang hasil gratisan semua, hahaha), sayangnya cuma ada lima tanda tangan disana (yang sampe sekarang aku ga tahu tanda tangan siapa yang ga ada).

Tanda tangan siapa yang hilang?

Kalau 2PM Member’s Selection kita bisa lihat langsung CD-nya, di Go Crazy Grand Edition CD-nya tersembunyi di bawah tumpukan photocard dan photobook yang lumayan tebel!

Ready to Go Crazy?

Taraa~

Di paling atas ada kantong transparan warna pink terang dengan logo 2PM dan tanda tangan member. Isinya enam photocard member dan satu photocard group yang bisa dibikin berdiri.

Pink pouch with sign~

Photocards!

Di bawahnya ada dua photobook, yang warna pink isinya khusus foto-foto dari behind the scene Go Crazy MV.

Photobooks!

Akhirnya di paling dasar kita temukan CD-nya~

Finally the CD!

Tapi kok CD-nya cuma satu? Bukannya grand edition ada dua CD ya? Aku keluarkan CD dan tempatnya itu, aku bolak-balik kotaknya. Hampir frustasi kirain CD yang satunya hilang, ternyata…

Dia ada disini...

Ada di balik tutupnya! Kenapa ga bilang dari tadi?! -_-

Kelihatan banget ya album kali ini nuansanya serba pink! Maklum produser dari album ini adalah salah satu member 2PM, Jun. K yang warna favorite-nya (dan official color-nya) pink. Jadi ini bukan warna mbak-mbak itu yaa~ *uhuk*

Thank You JYPE!

Banyak yang bilang JYPE kalah jauh dibandingkan sama SME dan YGE. Malah sempet ada perdebatan kalau JYPE udah ga pantes jadi Big 3 di industri entertainment Korea. Aku sih sebenernya ga peduli sama urusan yang begituan. Asal oppars bahagia, aku juga bahagia~ *digeplak*

Tapi beneran deh, mereka aja bahagia kok di JYPE, jadi kenapa aku harus bandingin sama tetangga sebelah. *uhuk* Mungkin JYPE emang banyak kekurangan, tapi artis mereka kelihatan banget bahagia jadi bagian dari “keluarga”. 

Dan yang paling penting mereka care sama fans. Dan ngasih aku album gratis~ So, thank you JYPE! *anti klimaks* *bodo amat*

[SMS - Day 10] Di Mana?

Sumber dari sini

Aku memperhatikan Jackson yang sedari tadi mondar-mandir di ruang tengah. Mulutnya tidak berhenti mengomel sejak tadi, soal buku-buku yang berserakan, bekas makanan yang tidak dibersihkan, baju-baju kotor yang tergeletak sembarangan, semua yang terlihat ia komentari. Tangannya sibuk membalik semua barang itu, sesekali melemparnya yang membuat ruangan itu semakin berantakan. Sudah lebih dari sepuluh menit dia melakukan hal tersebut. Tanpa bertanya pun aku tahu ia sedang mencari sesuatu. Tapi bukan Jackson namanya kalau tidak bodoh.

“Mau aku bantu?” tanyaku setelah tak tahan melihat tingkahnya. Jackson hanya melirikku sebal. Tanpa mendengarkan omelannya, aku melangkah ke arah pintu. Klik! Kutekan tombol di balik pintu dan seketika ruangan itu terang benderang. “Lihat, remote yang kau cari ada di atas sofa!”

Rabu, 29 Oktober 2014

[SMS - Day 9] Music is My Life

Setiap kali kau sebut namaku, aku mendengar lagu cinta ballad mengalun di telingaku.
Setiap kali kau berbicara padaku, aku mendengar rap yang cepat yang membuatku harus mendengarnya berkali-kali.
Setiap kali kau tersenyum padaku, aku mendengar musik up beat yang tanpa sadar mungkin berasal dari detak jantungku.
Setiap kali kau menggodaku, aku mendengar lagu pop dengan lirik aneh yang kubenci tapi diam-diam selalu kunyanyikan.
Setiap kali kau memelukku, aku mendengar musik jazz dengan alunan saxophone yang lembut.
Setiap kali kau menciumku, aku mendengar orchestra dengan perpaduan berbagai alat musik di sekelilingku.
Setiap kali kau mengatakan cinta padaku, aku mendengar melodi terindah yang tidak bisa aku deskripsikan.
Music is my life, and my life is you.

Sumber dari sini

Selasa, 28 Oktober 2014

[SMS - Day 8] Days Like Today


Sumber dari sini

Angin musim semi langsung menyapaku ketika aku membuka jendela pagi itu. Ini satu hari yang biasa, namun entah kenapa aku tiba-tiba teringat padamu. Cuaca hari ini tidak mendung. Aku pun tidak sedang mendengarkan lagu tertentu. Angin ini yang membawamu kembali padaku. Aku kira hari seperti ini tak akan datang lagi. Hari di mana pikiranku penuh akan dirimu. Hari di mana angin membawa rasa kesepian ke dalam hatiku yang tiba-tiba merindukanmu.

Senyummu masih tergambar jelas di benakku. Belaian lembutmu masih dapat kurasakan di wajahku. Kata-kata indah yang selalu kau bisikkan masih selalu kudengar. Sekuat apa pun aku berusaha menampik, rasa itu masih ada. Rasa itu akan selalu ada. Sepertinya aku tidak akan pernah bisa melupakanmu. Karena selama angin berhembus, hari seperti ini pasti akan selalu datang.

Senin, 27 Oktober 2014

[SMS - Day 7] Rumah?

Keluargaku jarang sepakat dalam suatu hal, kecuali fakta bahwa kami tidak memiliki rumah. Bukannya benar-benar tidak punya rumah, hanya saja kami tidak pernah merasa memilikinya. Aku ingat 18 tahun yang lalu kami masih memilikinya. Rumah dua lantai dengan taman kecil tempat aku bermain setiap sore. Sayangnya ketika krisis moneter datang dan ayah kehilangan pekerjaannya, kami pun harus pasrah kehilangan rumah itu. Bangun itu masih ada, tapi kami tak pernah menganggapnya sebagai rumah lagi. Ayah membongkar lantai satu bangunan itu menjadi sebuah toko swalayan kecil, membuat kami tergusus ke lantai dua. Tidak ada lagi ruang keluarga, tidak ada ruang tamu, tidak ada kamar mandi besar dengan bathtub, dan tak ada lagi taman kesayanganku. 

Sekarang, saat kami semua sudah merantau ketempat yang berbeda-beda, kembali kesana adalah satu hal yang paling kami tunggu-tunggu. Mungkin kami tidak mau mengakuinya sebagai rumah, tapi disanalah satu-satunya tempat kami bisa berkumpul. Bagaimanapun kondisinya, kami akan selalu kembali kesana untuk pulang. 

Sumber dari sini

Minggu, 26 Oktober 2014

[SMS - Day 6] Keep Your Ship Sailing

Kau tahu, hidupmu bagaikan sebuah perahu. Ya, perahu. Dengan kau sebagai nahkoda yang akan mengatur kemana arah perahumu berlayar. Perjalanan perahumu mungkin tidak mudah, banyak ombak menerjang dan karang menghadang, tapi yakinlah semua itu akan membuatmu menjadi nahkoda yang tangguh. 

Semua perahu punya pelabuhan tujuan, begitu juga dengan perahumu. Namun jangan pernah puas dengan satu pelabuhan, teruslah mencari pelabuhan-pelabuhan lain untuk tujuanmu selanjutnya. Kau benar, perahumu mungkin akan aman jika kau taruh di pelabuhan, tapi dia tidak dibuat untuk itu. Dia dibuat untuk menemanimu berlayar. Jadi, jangan pernah menyerah dalam mengarungi lautan. Before your ship sinking, try to keep it sailing.

Sumber dari sini

Sabtu, 25 Oktober 2014

[SMS - Day 5] You are My Band-aid

Sumber dari sini

Aku memandang plester luka di tanganku dan tersenyum. Bayangan kejadian beberapa saat yang lalu masih terlihat jelas di benakku. Dia menabrakku! Dia yang selama ini hanya kupandangi dari jauh. Dia yang selama ini aku kagumi tanpa berani kudekati. Kami bertabrakan! Bukannya aku suka ditabrak, tapi kalau dia yang menabrakku, berkali-kali pun aku tidak keberatan. Apalagi jika kami bisa mengobrol setelahnya seperti tadi. Dia bertanya apa aku baik-baik saja. Dia bahkan terlihat cemas sekali. Dan senyumnya saat memberikan plester luka ini... ugh, aku tidak akan pernah melupakannya. Akan aku simpan senyum itu selamanya dalam ingatanku. Bersama plester luka ini.

"Kau gila?! Tanganmu terluka dan kau malah senyum-senyum sendiri menatap plester luka itu?!" Aku menatap temanku tak suka, lalu ganti melirik luka di tanganku dan kembali tersenyum. Darahnya masih agak basah, tapi aku sama sekali tidak merasakan sakit atau pun perih. Interaksiku dengannya tadi menghilangkan semua rasa sakit yang aku rasakan. Mungkin aku memang sudah gila.

Jumat, 24 Oktober 2014

[SMS - Day 4] Like A Butterfly

Sumber dari sini

Aku tersenyum, pemandangan di hadapanku sungguh menakjubkan. Ratusan orang bertepuk tangan untukku. Belum lagi membayangkan mereka yang melihatku dari layar kaca. Ucapan selamat terus terdengar. Tak henti-hentinya pujian datang. Mereka bilang aku pantas mendapatkannya. Ya, aku pantas mendapatkannya, setelah apa yang aku lewati selama ini.

Tak ada yang tahu perjalanan panjang yang harus aku lewati untuk kesuksesan ini. Awalnya semua menentang, memandang sebelah mata. Namun dengan tekad aku menjalaninya. Aku hanya ingin melakukan apa yang aku mau, melakukan apa yang aku suka. Ini hidupku. Dan sekarang aku membuktikan, aku bisa membuat semua bangga dengan caraku sendiri. Now i can fly, like a butterfly.

Kamis, 23 Oktober 2014

[SMS - Day 3] Hide

Oke, dia pasti tidak akan menemukanku di sini. Biar saja nanti dia bingung mencariku, siapa suruh tadi pagi dia tidak mengacuhkanku. Padahal aku sudah berusaha menarik perhatiannya tapi dia langsung pergi tanpa bicara apa-apa. Seharusnya dia tahu aku benci diabaikan. Nah, sepertinya dia sudah pulang. Bisa kudengar dia mulai memanggil-manggil namaku. Huh, dia pikir aku akan datang memenuhi panggilannya? Jangan harap. Sampai dia panik dan menangis pun aku tidak akan mun– 

“Ah, disini kau rupanya!” Bagaimana… bagaimana mungkin dia menemukanku? Aku kira celah antara lemari baju dan meja belajarnya adalah tempat paling sempurna untuk bersembunyi. Ugh, dia mulai memeluk dan membelai kepalaku. Memangnya aku akan luluh? Aku berusaha melepaskan pelukannya, tapi dia malah membawaku keluar dari kamarnya. Pokoknya aku tidak akan memaafkannya, apa pun yang ter– hei, apa itu di atas meja makan? Apa dia membelikannya untukku? Oh baiklah, aku memaafkannya. Mana mungkin aku bisa menolak makanan kucing mahal kesukaanku itu.

Sumber dari sini

Rabu, 22 Oktober 2014

[SMS - Day 2] Langkah Bersamamu


Kuraih sepatu olahraga berwarna putih abu-abu biru dari bawah kursi, sepatuku satu-satunya. Warnanya sudah tidak cerah lagi, maklum umurnya sudah lebih dari lima tahun. Pengait talinya beberapa bahkan sudah putus dan membuat jalurnya terlihat aneh. Sol depannya sudah mulai terbuka, kelupas juga terlihat di beberapa tempat. Tanpa sadar aku menghela napas sebelum akhirnya kupakai sepatuku. 

Aku ingat dulu ibu sengaja membelikan sepatu ini dengan nomor yang lebih besar agar aku bisa memakainya lebih lama. Siapa sangka mereka benar-benar menemaniku selama ini. Ya, selama ini, aku bisa menghitung waktunya. Namun aku tak tahu sudah sejauh mana aku mengajak mereka melangkah. Rasanya aku selalu berada di tempat yang sama, tak ada yang berubah dalam jangka waktu lima tahun bersama mereka. Sekali lagi aku menghela napas seraya beranjak dari ambang pintu, tempatku merenung sejak tadi.  Aku mulai mengajak mereka melangkah, dalam hati aku terus berdoa agar langkahku bersama mereka tak ada yang sia-sia.

Selasa, 21 Oktober 2014

[SMS - Day 1] I'm The Mirror


Sosok itu kembali datang di hadapanku. Berbeda dengan tadi pagi, kali ini bibirnya melengkung naik dan matanya berbinar. Seperti biasa ia mulai bercerita tentang harinya. Ia bilang hari ini ia bertemu dengan sahabat lamanya, hal yang membuat ia berubah ceria setelah tadi pagi wajah cemberutnyalah yang menyapaku. Rasanya aku sudah melihat semua ekspresinya, kecuali menangis. Ia tak pernah mau menunjukkan wajahnya saat menangis, ia lebih memilih menyandarkan punggungnya padaku. Katanya, wajahnya saat menangis sangat jelek. 

Oh, dia mengeluarkan sesuatu dari tasnya, mungkin ia punya hadiah untukku. Benar saja, ia menunjukan sebuah foto padaku, foto bersama sahabatnya yang ia ambil hari ini. Masih sambil bercerita dengan semangat ia menempelkan foto itu pada salah satu sisiku, berdampingan dengan foto-foto dan stiker-stiker yang sudah lebih dulu menjadi bagian dari diriku. Ia bilang itu semua hidupnya, kenangannya, dan mimpinya. Aku bangga ia mempercayakan semua itu padaku, ia membuatku merasa berharga. Sekarang ia tersenyum puas memandangku, begitu pula denganku.

Rabu, 15 Oktober 2014

[Fan Fiction] Prince? No, Dwarf!




Prince? No, Dwarf!
Wafda S. Dzahabiyya

Summary:
Tidak selamanya dongeng berakhir bahagia.
Semua tergantung sebagai apa kau berperan di dalamnya.

***

“Jinyoung-ah, kau tahu apa dongeng kesukaanku?”

Jinyoung mendongak, menatap sang penanya melalui cermin besar yang mengelilingi ruangan tempat mereka berada. Gadis yang bertanya padanya juga tengah melakukan hal yang sama, tak lupa ditambah senyum manis khasnya seolah menuntut Jinyoung untuk menjawab pertanyaannya.

“Huh?”

Hanya itu yang berhasil meluncur dari mulut Jinyoung. Bagaimana tidak, tadi itu kalimat pertama yang diucapakan temannya setelah mereka sekian lama tidak bertemu. Tanpa basa-basi – menanyakan kabar atau kegiatannya sekarang – gadis itu tiba-tiba bertanya soal dongeng?

“Suji-ya, kita tidak bertemu hampir dua bulan dan yang kau tanyakan pertama kali adalah dongeng?”

“Sudahlah, jawab saja pertanyaanku!” seru Suji tidak sabar, disenggolnya bahu Jinyoung dengan bahunya sendiri berkali-kali.

“Hmm,” gumam Jinyoung pelan sambil mengubah arah pandangnya langsung kepada gadis yang duduk disampingnya. “Si Cantik dan Si Buruk Rupa?”

“Deng! Salah, yang benar Putri Salju!”

Jinyoung bisa melihat senyum Suji yang melebar saat mengatakan bahwa tebakan asalnya tadi salah. Mau tak mau pemuda itu ikut tersenyum, meski masih tak mengerti arah pembicaraan mereka.

“Kau tahu cerita Putri Salju kan?” Suji kembali bertanya dengan antusias, tapi kali ini gadis itu tidak menunggu jawaban dari lawan bicaranya. “Putri Salju, si putri cantik jelita dengan kulit seputih salju, rambut sehitam arang, dan bibir semerah darah. Dia tinggal bersama seorang ibu tiri yang mempunyai cermin ajaib, cermin yang bisa memberitahunya siapa perempuan tercantik di dunia. Sang ibu tiri marah saat cermin itu mengatakan Putri Salju lebih cantik darinya. Akhirnya sang ibu tiri menyuruh seorang pemburu untuk membunuh Putri Salju, tapi dia berhasil melarikan diri ke hutan.”

“Lalu?” tanya Jinyoung, memotong serentetan penjelasan penuh semangat Suji.

“Lalu di hutan Putri Salju bertemu dengan –”

“Bukan itu maksudku,” potong Jinyoung sekali lagi, sedikit tidak sabar. “Aku tahu cerita Putri Salju. Maksudku, ada apa kau tiba-tiba membicarakan hal ini?”

“Aku dengar kau akan debut kembali dengan grup barumu, GOT7!” Suji menunjukkan tujuh jarinya kehadapan Jinyoung, masih dengan senyum yang sama yang dari tadi merekat diwajahnya.

“I…ya?” Jinyoung menjawab ragu, kaget dengan perubahan topik yang secara mendadak.

“Lalu di hutan Putri Salju bertemu dengan?”

“Dengan?” Jinyoung mengerutkan keningnya, sekali lagi terkejut dengan pertanyaan Suji yang tiba-tiba kembali berubah arah. Namun Suji hanya menatapnya – dengan bola mata hitamnya yang jernih – dan menunggu jawabannya. “Umm, tujuh kurcaci?”

“Nah!” Jinyoung sedikit berjengit mendengar seruan girang Suji. “Putri Salju dan Tujuh Kurcaci. Bukankah ini suatu kebetulan yang hebat? Aku bisa jadi Putri Salju.”

Jinyoung masih menatap Suji sambil berusaha mencerna maksud perkataan gadis itu. Jika Suji jadi Putri Salju, lalu –

“Maksudmu kami kurcaci?!” tanya Jinyoung setengah berteriak setelah mengerti maksud percakapan mereka.

Jinyoung mendengus mendapati Suji hanya tertawa, sia-sia saja ia mendengarkan semua perkataan gadis itu dengan serius sejak awal. Pemuda itu mengalihkan perhatiannya pada buku sketsa yang sempat ia lupakan, alasan utamanya menyendiri diruangan itu sebelum gadis disampingnya datang.

“Hey, kau sedang apa sih?” tanya Suji akhirnya setelah merasa tidak diacuhkan. Gadis itu menegakkan punggungnya, berusaha mengintip isi buku sketsa Jinyoung.

“Oh, akhirnya kau bertanya?” Suji tertawa pelan mendengar pertanyaan balik dari Jinyoung yang seolah menyindirnya.

“Ya maaf, tadi aku terlalu semangat ingin menceritakan soal Putri Salju dan Tujuh Kurcaci ini.”

Suji menempatkan dagunya dibahu Jinyoung, sekarang ia bisa melihat dengan jelas isi buku sketsa itu. Lembaran dihadapannya hampir penuh oleh sketsa orang dengan berbagai pose, atau gerakan?

“Kau membuat koreografi?” tanya Suji, setengah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Gadis itu bisa merasakan kepala Jinyoung mengangguk pelan sebelum ia berkata, “Aku dipercaya membuat koreografi untuk salah satu lagu di album debut kami.”

“Hebat!” Suji melonjak girang sebelum memeluk pemuda disampingnya. “Kau memang temanku yang paling bisa dibanggakan!”

Jinyoung tertawa sebelum melepaskan pelukan Suji. “Tak usah berlebihan, ini bukan untuk title track kok.”

“Tetap saja! Kau pasti bisa!” Suji mengepalkan kedua tangannya dihadapan Jinyoung dengan semangat.

“Terima kasih.” Jinyoung tersenyum seraya mengacak poni Suji sejenak sebelum kembali fokus pada pekerjaannya.

Sesaat kemudian Jinyoung merasakan beban dipundaknya. Pemuda itu menoleh, mendapati Suji menaruh kepalanya disana. “Kau tidak ada jadwal?”

“Aku masih punya waktu satu jam,” jawab gadis itu, matanya sudah terpejam.

Keduanya menikmati keheningan yang tercipta diantara mereka sampai Jinyoung memecahnya.

“Suji-ya, kalau kami tujuh kurcaci, lalu siapa pangerannya?”

Dengan cepat Suji menegakkan tubuhnya, menatap Jinyoung sambil tersenyum jahil. “Aku pikir kau tidak peduli.”

“Memang tidak, hanya tiba-tiba kepikiran saja. Atau aku harus bertanya siapa ibu tiri yang jahat itu?”

“Tidak! Tidak ada peran seperti itu di dunia nyata!” Gadis itu menggeleng cepat, tak ingin membayangkan sosok seperti itu benar-benar ada dihidupnya.

“Pangerannya?” Suji mengetuk-ngetuk dagu dengan jari jemari lentiknya seraya berpikir. “Hmm, Junho oppa?”

***

“Bagaimana perasaanmu?”

Suji berjengit mendengar pertanyaan yang tiba-tiba tersebut. Didapatinya Jinyoung telah berdiri di sampingnya, ikut mengamati panggung kecil berbentuk hati yang tengah dipasang oleh beberapa staf di halaman café itu.

“Perasaanku?”

“Ya.” Jinyoung balas menatap gadis disampingnya seraya tersenyum sebelum melanjutkan, “Bagaimana perasaanmu akan diperebutkan oleh tujuh kurcaci?”

Suji tertawa mendengar pertanyaan Jinyoung itu. Tidak disangka pemuda itu masih ingat dengan pembicaraan mereka soal dongeng kesukaannya beberapa bulan yang lalu.

“Rasanya aneh,” kata Suji akhirnya setelah berhasil mereda tawanya.

“Kau pasti tak menyangka ada kurcaci setampan aku,” ujar Jinyoung penuh percaya diri, cengiran khasnya melekat diwajahnya.

Suji mendengus, mengalihkan perhatiannya kembali pada panggung kecil tempat dia akan berdiri nanti yang sekarang sudah terpasang sempurna. Sekarang mereka tinggal menunggu sampai kamera dan lighting terseting sebelum memulai kembali pengambilan gambar untuk variety show terbaru dari GOT7 tersebut.

“Setelah aku pikir, cerita Putri Salju dan Tujuh Kurcaci itu sangat aneh,” kata Jinyoung lagi yang kali ini membuat Suji kembali menoleh kearahnya dengan cepat.

“Maksudmu?” tanya Suji tidak terima.

Jinyoung menoleh sekilas ke arah Suji sebelum kembali menatap lurus ke depan dan mulai menjelaskan, “Putri Salju tertidur setelah memakan apel beracun dari ibu tirinya, lalu tiba-tiba muncul pangeran entah dari mana datangnya dan seenaknya mencium sang putri hanya karena dia cantik, kemudian sang putri terbangun. Bukankah itu aneh?”

“Apa anehnya?” Suji masih menatap Jinyoung tidak mengerti.

“Katanya Putri Salju terbangun karena ciuman cinta sejati, tapi bagaimana dia bisa tahu kalau pangeran itu cinta sejatinya padahal mereka belum pernah bertemu sebelumnya? Sang putri bahkan tak tahu apa pangeran itu tampan atau tidak.”

Suji menatap pemuda disampingnya tidak percaya, gadis itu bisa merasakan mulutnya terbuka sedikit dan matanya mengerjap cepat.

“Karena mereka sudah ditakdirkan bersama! Dan tentu saja pangeran pasti tampan!” protes Suji sambil berusaha untuk tidak berteriak dan menarik perhatian orang-orang disekitar mereka.

“Tidak semua pangeran punya gen keturunan yang bagus,” bantah Jinyoung kalem.

“Dan takdir?” tambah pemuda itu sebelum Suji sempat protes kembali. “Kau pikir cinta bisa muncul hanya karena takdir?”

Hening sejenak diantara mereka. Suji tak tahu kenapa Jinyoung mendadak serius seperti itu. Jinyoung sendiri masih sibuk dengan pikirannya.

“Bukankan akan lebih masuk akal jika ceritanya seperti ini,” Jinyoung berdeham pelan sebelum melanjutkan dongeng versinya. “Putri Salju yang melarikan diri ke hutan bertemu dengan tujuh kurcaci dan tinggal bersama mereka. Hari demi hari berlalu, tanpa disadari cinta tumbuh diantara Putri Salju dan salah satu kurcaci –”

“Kau gila?!” potong Suji setengah memekik.

“Kenapa? Lagipula setelah Putri Salju tertidur para kurcaci membuatkannya sebuah peti kaca, menaburinya dengan bunga, menungguinya setiap hari hingga sang pangeran datang. Bukankah itu yang disebut cinta sejati?”

Sekali lagi Suji tidak bisa berkata apa-apa. Mungkin yang dikatakan Jinyoung memang ada benarnya, tapi gadis itu tak terima dongeng kesukaannya diubah seenaknya seperti itu.

“Jinyoung-ah, kau hanya ingin jadi pangeran kan? Bilang saja!” Jinyoung menoleh, mendapati Suji tengah menatapnya yakin.

“Tidak,” balasnya ringan. “Menurutku kurcaci lebih baik daripada pangeran. Mereka mencintai Putri Salju dengan tulus, tidak hanya karena melihat ia cantik.”

***

“Putri Salju dan Pangeran pun hidup bahagia selamanya.”

Jinyoung mendengus menanggapi kata-kata yang digumamkannya sendiri. Fokusnya masih lurus mengamati dua sosok di atas panggung. Suji dan Junho, mereka kembali mendapatkan kesempatan untuk melakukan kolaborasi di konser JYP Nation tahun ini. Jinyoung bisa mendengar teriakan para penggemar yang kembali riuh saat keduanya menutup penampilannya dengan saling bergandengan tangan, berhadapan dengan jarak yang sangat dekat.

Huh, kata siapa dongeng selalu berakhir bahagia? Mereka tidak tahu saja ada sosok kurcaci yang patah hati saat pangeran datang membangunkan Putri Salju. Meskipun Jinyoung memaknai betul perkataannya mengenai Putri Salju dan kurcaci, ia sadar kurcaci tetaplah kurcaci. Pada akhirnya Putri Salju akan tetap memilih Pangeran. Takdir? Inilah mengapa Jinyoung tak percaya akan takdir. Oh, dan cinta sejati.

***

Also posted on asianfanfics in english.