Selasa, 14 Agustus 2012

[Culinary Review] Tuanmuda Cafe

Halooo~ Gimana puasanya? Lancar? Dipagi yang cerah ini aku kembali dengan membawa review tempat makan! Bulan puasa gini emang paling enak ngomongin makanan deh :p

Kali ini aku mau bahas tentang makanan jepang. Pasti udah pada ga heran dong ya sama yang namanya Takoyaki? Nah di Jogja ada satu tempat yang nge-hits banget takoyakinya, namanya Tuanmuda. Awalnya, Tuanmuda ini emang cuma menyajikan menu takoyaki. Bahkan nama awal dari Tuanmuda itu Takoyaki. Lama-kelamaan akhirnya mereka menambah menu, sampai Sushi dan Ramen pun sekarang ada.

Buka puasa kemaren (atau kemaren-kemarennya lagi gitu) aku nyempetin diri buat buka puasa disana sebelum balik ke Bandung. Permintaan adik juga sih, katanya dia mau nyobain yang namanya mie ramen. Kita pun datang ke Tuanmuda Cafe di jalan wirobrajan. Dulu, Tuanmuda yang ada di wirobrajan juga cuma outlet kecil kaya ditempat lainnya, tapi sekarang udah berubah jadi cafe yang asik buat nongkrong.

Tuanmuda cafe
Bedanya tuanmuda dengan tempat makan ala Jepang lainnya adalah mereka menyajikan kuliner Jepang dengan cita rasa khas Indonesia. Menu andalan disini tentu saja takoyaki dengan berbagai macam isi.  Ada takoyaki isi gurita, keju, salmon, sampai kornet. Takoyakinya enak banget, lembut dan lumayan besar. Satu porsi terdiri dari lima buah takoyaki.

Takoyakinya gemuk-gemuk
Selain takoyaki, yang menurutku enak disini adalah ramennya. Rasanya Indonesia banget, jadi lidahku yang sedikit kampungan langsung bisa menerimanya, hehe. Ramen disini terdiri dari mie, setengah potong telur rebus, sawi, jamur, paprika, dan touge (dan apa itu namanya yang kaya kacang? *tunjuk gambar*). Kuahnya seger banget dan ga terlalu banyak penyedap. Pertama kali liat kalian pasti langsung berpendapat kalau porsinya kecil, tapi jangan salah... begitu selesai makan dijamin jadi kenyang. Ga tau deh kenapa~

Mie Ramennya mantap!
Menu selanjutnya ada sushi! Waktu kesini itu pertama kalinya aku makan sushi, dan rasanya.... lumayan sih tapi agak kurang cocok sama lidahku. Sushinya kecil-kecil, bisa langsung sekali telan (apa emang ukuran sushi segitu kali ya?)

Sushi~
Hot Chocolate
Selain menu-menu diatas ada juga Okonomiyaki (sejenis pizza di Jepang), Chicken Roll, Spaghetti, dan masih banyak lagi. Haduuuh, jadi ngiler kaaan... udah dulu ah ngomongin makanannya, nanti perutku tambah bunyi lagi. Selamat puasa~

Tuanmuda Cafe
Jalan Piere Tendean No. 21, Wirobrajan, Yogjakarta
0878-3966-7725
Rasa: Takoyaki dan ramennya nendang!
Harga: Pas dikantong pelajar~
Tempat: Kecil tapi asik buat nongkrong.


note:
- Maaf banget kalau fotonya jelek, kesalahan ada pada kamera HP-ku :(
- By the way, kemarin pas aku kesana TV-nya disetel ke KBSWorld dan pas banget ada Dream Team dengan bintang tamu 2PM XD (oke ini ga penting)

Sabtu, 11 Agustus 2012

[Culinary Review] jeJamuran

Yak, satu jam menjelang buka puasa! Udah pada laper? Atau udah pada ngiler nyium wangi masakan ibu dirumah? Samaaa *eh 

Nah, buat kamu yang masih bingung mau makan apa untuk buka puasa nanti, aku ada satu tempat yang bisa jadi rekomendasi. Eits, tapi hanya untuk wilayah Jogja dan sekitarnya yaa.. Yaah, kecuali kalian mau jauh-jauh datang ke Jogja demi mengunjungi tempat ini sih ga papa~

Tempat ini namanya jeJamuran, dari namanya aja udah jelas dong ya apa yang jadi menu utama (atau bahkan keseluruhan menu) di restoran ini. Yap, JAMUR! Hampir 99% menu makanan disini berbahan dasar jamur. So, tempat ini cocok banget buat kalian yang vegetarian. Rumah makan ini terletak di daerah Sleman, Yogyakarta. Pokoknya telusuri aja Jalan Magelang (kalau ga salah sih sekitar kilometer 14), nanti ada petunjuk dari 3 kilometer sebelumnya.

Plang penyambutan di jeJamuran
Menu andalan disini banyak, bisa dilihat dari daftar menunya yang bertaburan hati. Gambar hati itu nandain kalau itu menu yang banyak dipesan. Oh,ya kalau liat menu disini jangan heran dengan harganya yang unik dan ga genap. Awalnya aku juga bingung dan mikir ga repot apa ngitungnya kalau kaya gini. Eh taunya harga tersebut belum termasuk pajak 10%, jadi kalau udah ditambah pajak harganya malah jadi genap. Menarik ya?

Daftar menu
Pertama kali kesini, jujur aku agak sedikit anti dengan yang namanya jamur. Olahan jamur yang aku makan paling cuma jamur crispy. Tapi begitu makan berbagai jenis masakan berbahan jamur disini aku langsung jatuh cinta sama jamur (tapi yang udah dimasak yaa). Makanan disini beneran enak, aku jadi ga sadar kalau yang aku makan itu jamur. Menu paling enak menurutku itu Sate Jamur dan Sop Jamur.

Sate Jamur
Sate jamurnya bener-bener mirip sate ayam, yang beda cuma dari tekstur jamurnya aja. Sop jamurnya seger banget, pas dimakan saat buka puasa. Kuahnya itu looh, pas dilidah~

Crispy Portabella, Dadar Shiitake, dan Rendang Jamur
Selain itu ada juga rendang jamur yang rasanya bener-bener rendang banget, trus telur dadar shiitake yang telurnya full jamur, dan ada jamur crispy (kebetulan yang aku pesen itu crispy portabella).

Nasi Putih plus bawang goreng

Ice Tea

Ice Lime Tea
Selain tempat makan, disini juga ada tempat budidaya jamur. Disepanjang jalan antara bagian depan dan belakang restoran terdapat rak-rak yang penuh jamur. Di rak-rak tersebut juga terdapat penjelasan mengenai berbagai jenis jamur yang tumbuh disitu. Jadi selain bisa makan enak, pengetahuan kita tentang jamur juga bisa bertambah.

Salah satu rak budidaya jamur

Okee, sekian review dariku. Selamat berbuka puasa~

jeJamuran
Jalan Niron Pandowoharjo, Sleman, Yogyakarta
0274-868170
Rasa: Enak dan bikin ketagihan!
Harga: Sesuai sama kelasnya tapi lumayan menguras kantong untuk mahasiswa kere macam saya.
Tempat: Nyaman dan asik, ada live music saat jam ramai. Selain itu tersedia toilet dan musola yang bersih.


note:
maaf fotonya blur, udah ga sabar pengen makan :p

Selasa, 07 Agustus 2012

[Fan Fiction] Always and Forever

Always and Forever (sumber dari sini)

Always and Forever
Wafda S. Dzahabiyya

Brakk….

“Aduh, kenapa pakai jatuh segala sih?! Nggak tahu orang lagi buru-buru apa?” Aku berjongkok dan membereskan satu-persatu buku yang tak sengaja kujatuhkan.

“Aih, ini dia undangannya! Dicari kemana-mana juga….” Aku tersenyum lega, akhirnya kutemukan juga undangan reuni SMA yang sedari tadi aku cari sampai menjatuhkan setumpuk buku dari meja belajar. Reuninya diselenggarakan malam ini, tapi aku lupa dimana alamatnya. Menyimpan undangannya saja aku lupa, apalagi alamatnya.

Cepat-cepat kubereskan buku-buku yang masih berserakan di lantai. Ini pertama kalinya aku akan bertemu kembali dengan teman-teman SMA setelah 5 tahun berpisah, jadi tentu saja aku tak mau telat.

Mataku tiba-tiba terpaku pada sebuah buku tebal bersampul putih biru, buku tahunan SMA. Tanpa kusadari aku mengambil buku itu dan mulai membuka lembar demi lembarnya. Aku tersenyum, kenangan-kenangan saat itu berputar diotakku. Selembar foto meluncur kepangkuanku saat kubuka lembar terakhir buku ini. Aku meraih foto itu. Itu fotoku, fotoku saat tersenyum dan berlatar belakang langit biru. Foto dengan berjuta kenangan, tentang aku, tentang dia, tentang kita….

***

“Aaahh…. Aku benci kimia!” Aku meremas hasil ulangan yang tadi dibagikan. Lagi-lagi aku mendapati angka 40 ditulis dengan spidol merah besar-besar bertengger di pojok atas kertas ulanganku. Guru kimiaku memang agak sensi padaku, tadi saja dia mengomeliku panjang lebar di ruang guru. Mungkin dia heran kenapa aku bisa mendapatkan nilai bagus di mata pelajaran lain sedangkan tidak dimata pelajarannya. Yah, aku sendiri juga heran sih, tapi sejak SMP aku memang tak pernah bisa berteman akrab dengan yang namanya kimia.

“Eh tunggu, ini dimana sih?!” Aku baru sadar sejak keluar dari ruang guru tadi, aku terus berjalan tak tentu arah. Tampaknya ini disuatu koridor di belakang sekolah. Tak ada seorang pun yang lewat disini. Disamping kiri koridor terdapat taman dengan ilalang yang tumbuh tinggi. Mungkin tempat ini benar-benar sudah tidak terurus lagi, cocok juga untuk tempat menyendiri.

Ckrekk….

Aku menoleh ke arah taman, sepertinya aku mendengar sesuatu.

Ckrekk….

Kulihat seseorang muncul dari balik pohon, diantara rimbunnya ilalang. Orang itu tampak asik dengan kameranya. Sepertinya aku mengenal dia.

Ckrekk….

Orang itu berbalik, kameranya mengarah tepat ke arahku. Selama beberapa saat ia terdiam, lalu menurunkan kameranya.

“Shin Hwa Ra?” tanya orang itu.

“Taecyeon?” aku balik bertanya. Benarkah yang ada dihadapanku ini Taecyeon? Seorang Ok Taecyeon, teman sekelasku yang cupu dan tak mudah didekati itu? Yang sama sekali nggak ada keren-kerennya itu? “Benarkah kamu Taecyeon?”

“Ya, kenapa?” tanya Taecyeon heran.

“Tidak, kau hanya tampak… berbeda!” kataku.

“Ah! Mungkin karena aku tidak pakai kacamata.” Taecyeon mengambil kacamata berlensa tebalnya dari saku seragam dan mengenakannya. “Aku sulit memotret kalau memakai kacamata,” tambahnya.

“Kau belajar fotografi?” tanyaku penasaran.

“Yah, ayahku seorang fotografer. Aku belajar darinya,” jawab Taecyeon.

“Banarkah?! Wah, aku juga ingin belajar fotografi…. Sudah lama sekali aku ingin, tapi tak ada yang bisa kumintai tolong untuk mengajariku. Apalagi aku tak punya kamera,” aku berhenti sebentar dan menatap Taec.

“Kenapa melihatku seperti itu?” tanyanya curiga.

“Ajari aku fotografi yaa!” pintaku semangat.

“Apa?! Tidak tidak, aku juga masih belajar….”

“Yaah, ayolaah…. Atau kau fotokan aku!” pintaku lagi.

“Aku tidak bisa. Aku tidak bisa memotret manusia.”

“Hah? Kenapa?” tanyaku heran.

“Aku merasa bahwa manusia selalu berbohong di depan kamera. Mereka kadang tidak menunjukkan dirinya yang sebenarnya, munafik. Aku lebih suka memotret alam, mereka selalu jujur dan apa adanya. Ah, maaf, aku tidak bermaksud mengatakan kalau kau seperti itu.”

“Ah, tidak, tidak apa-apa. Aku tahu memang beberapa orang seperti itu. Aku tidak akan memaksa kau memotretku lagi,” aku tersenyum. Ternyata dia punya pemikiran seperti itu. Hebat sekali.

“Tapi kalau kau mau, aku bisa mengajarimu sedikit yang aku tahu,” kata Taecyeon tiba-tiba.

“Mengajariku memotret? Jinjja?” tanyaku semangat.

“Tentu, kita belajar bersama,” katanya sambil tersenyum.

Senyumnya, aku belum pernah melihat senyumnya itu. Dia bahkan hampir tak pernah melihatnya tersenyum dikelas.

“Taec, mianhae…,” kataku pelan.

“Kenapa?”

“Ah tidak, hanya… maaf telah menganggapmu tak ramah. Aku kira kau sulit untuk didekati, kau begitu tertutup dikelas. Ternyata kau sangat baik. Dan… kau punya senyum yang manis…,” ups, kututup mulutku yang tak sengaja keceplosan. Kulirik Taec, ia tampak memalingkan mukanya yang bersemu. Apakah ia malu?

Gomawo…,” katanya pelan.

***

“Ada yang mau mencalonkan diri menjadi panitia buku tahunan?” tanya Kim Minjun, ketua kelasku.

Seisi kelas diam. Tampaknya semua sepakat bahwa menjadi panitia buku tahunan bukanlah suatu hal yang menyenangkan.

“Tidak ada?” tanya Minjun lagi. “Kalau begitu biar aku saja yang mencalonkan. Aku mencalonkan Ok Taecyeon dan Shin Hwa Ra!”

Apa? Apa dia bilang tadi?! Aku?!

“Bagaimana? Apa semua sepakat?”

Pertanyaan Minjun tadi sontak mendapat sambutan positif. Semua sepakat. Sial!

“Nah, kalian tidak keberatan kan? Taecyeon, kau bisa mengambil foto anak-anak sekelas beserta lingkungan sekolah. Sedangkan Hwa Ra, kau yang mengumpulkan tulisan anak-anak dan merapikannya. Bisa kan?”

Aku melirik Taecyeon yang duduk beberapa bangku di belakangku. Dia tampaknya tidak sedikitpun berminat untuk membantah. Mau tak mau aku pun mengangguk.

***

“Kenapa tadi kau tidak menolak?” tanyaku pada Taecyeon sepulang sekolah. Kami tinggal berdua di kelas, membicarakan konsep buku tahunan untuk kelas kami.

“Kau sendiri kenapa? Tampaknya kau tidak begitu menyukai tugas ini?” Taec balik bertanya. Aku terdiam. Mana mungkin aku bilang kalau aku menerima tugas ini karena dia juga menerimanya.

“Tapi bukannya kau tidak suka memotret manusia?” tanyaku lagi.

“Yah, itu juga yang dari tadi aku pikirkan,” kata Taec sambil melepas kacamata dan mulai mengutak-atik kameranya.

“Bagaimana kalau aku saja yang memotret teman-teman? Jieun bilang dia akan meminjamiku kameranya. Yah, hanya kamera digital biasa sih, tapi lumayanlah. Nanti kau tinggal memotret lingkungan sekolah. Eh tapi, bantu aku merapikan tulisan mereka juga ya…,” kataku bersemangat.

“Haha, semangat sekali sih!”

Aku tertegun, Taec tertawa! Selama satu tahun sekelas dengannya, baru kali ini aku melihatnya tertawa seperti ini. Tanpa kusadari aku pun ikut tersenyum.

***

“Foto anak-anak sudah, tulisannya juga sudah semua, berarti kita tinggal menyusunnya kan?” tanyaku sambil membereskan tulisan anak-anak sekelas yang tadi aku cek. Saat ini aku dan Taecyeon tengah duduk di halaman belakang sekolah, tempat pertama kami bertemu, untuk menyelesaikan tugas kami sebagai panitia buku tahunan.

“Tapi fotomu belum ada nih,” kata Taec yang sedang melihat-lihat hasil potretanku.

“Ah iya, kau juga belum aku foto loh! Sini, biar aku foto kamu…,” kataku semangat. Aku berbalik dan…. Ckrekk!

“Aaahhh…. Kau foto apa?!” tanyaku panik.

“Kamu,” jawab Taec santai.

“Apa?! Bukannya kau bilang kau tak suka memotret manusia?”

“Memang, karena itulah kau orang pertama yang aku potret,” kata Taec sambil tersenyum. Senyum itu, senyum yang hanya ia perlihatkan saat bersama denganku. Bolehkah aku merasa istimewa?

“Nah, sudah semua kan?” kata-kata Taec membuyarkan lamunanku.

“Ah, belum! Fotomu belum…,” protesku.

“Aku tak usah.”

“Tidak bisa, masa hanya fotomu yang tak ada.”

“Kalau begitu kita foto berdua saja, bagaimana?” tawar Taec.

Belum sempat aku berkomentar, Taec sudah mengambil kamera digital dan duduk disampingku. Diacungkannya kamera itu kehadapan kami.

“Ayo geser sedikit kesini….”

Aku menurut, kurapatkan lagi posisi dudukku hingga lengan kami saling bersentuhan.

“Duh, aku belum pernah memotret seperti ini sebelumnya,” gumam Taec pelan.

Kulirik dia, dan kulihat wajahnya sedikit bersemu. Tentu saja, dia pasti malu. Aku tersenyum dan kembali melihat kearah kamera.

“Siap?” Taec mulai memberi aba-aba. “Hana, dul, set!

Ckrekk….

***

Aku berjalan menyusuri koridor sekolah sambil tersenyum. Berkali-kali kubolak-balik halaman buku tahunan ditanganku ini, tapi perhatianku selalu terfokus pada satu foto. Ya, hanya pada fotoku dan Taecyeon. Kuelus foto yang agak blur itu, mungkin tangan Taec sedikit goyang saat memotretnya kemarin.

Aku kembali tersenyum saat membaca tulisan diatas foto kami, ‘Our Photographer’. Itu tulisanku, aku sengaja tidak menulis ‘Panitia’ atau istilah semacamnya, terlalu kaku menurutku. Lagipula anggap saja kalau tulisan itu adalah doa. Doa agar setelah lulus nanti kami benar-benar menjadi seorang fotografer.

Aku memasuki kelas yang mulai sepi. Banyak murid yang memilih untuk langsung pergi bersama teman-temannya setelah perayaan kelulusan selesai dan menikmati hari terakhir mereka sebagai seorang siswa. Ya, hari ini kami resmi meninggalkan bangku SMA.

Aku duduk di bangkuku, mungkin ini akan jadi yang terakhir kalinya. Aku melirik bangku milik Taec, bangku itu kosong. Seharian ini aku memang tidak melihatnya. Kemana dia? Masa dia tidak datang di hari kelulusannya?

Kuraih tas milikku. Sebuah foto meluncur jatuh dari dalam tasku yang terbuka. Foto apa itu? Rasanya aku tak pernah memasukkan foto kedalam tasku. Kuambil foto itu. Betapa terkejutnya aku, itu fotoku. Jangan-jangan ini foto yang diambil Taec waktu itu…. Jadi dia mencetakkannya? Lalu kenapa foto ini ada di tasku? Apa Taec datang kesekolah hari ini?

Kubalik foto itu, ada pesan dibaliknya. Pesan dengan tulisan tangan Taec. Aku menggigit bibirku, berusaha sekuat tenaga menahan air mata yang menyeruak.

‘You are my first, I Love You – Taecyeon’

***

“Hwa Ra! Sebelah sini!” kulihat Jieun melambaikan tangannya kearahku. Aku tersenyum dan cepat-cepat menghampirinya.

“Lama tidak bertemu Jieun!” seruku seraya memeluknya.

“Iya, tak terasa ya sudah 5 tahun,” balas Jieun. “Kau sadar tidak, 5 tahun yang lalu, kita juga lulus tepat di hari ini loh…. Harinya juga sama, hari sabtu 26 Mei!”

“Benarkah?! Aku sama sekali tidak sadar…. Jangan-jangan Minjun memang sudah memperhitungkannya lagi,” kataku. “Oh iya, aku belum telat kan?”

“Belum kok, kau hanya ketinggalan sambutan dari Minjun tadi,” canda Jieun.

“Wah, berarti aku yang paling akhir datang ya?”

“Tidak, ada satu orang lagi yang belum datang, Taecyeon…. Minjun bilang dia akan datang terlambat karena ada pekerjaan.”

“Taecyeon?” aku tersentak.

“Ya, kudengar dari Minjun, dia kembali dari Boston tahun lalu dan sekarang bekerja sebagai fotografer disebuah majalah,” jelas Jieun.

Aku kembali teringat kata-kata Minjun 5 tahun yang lalu, “Ah, Taecyeon…. Kemarin dia bilang padaku kalau dia tidak bisa ikut upacara kelulusan. Dia bilang, dia akan mengikuti orang tuanya, meninggalkan Korea dan pindah ke Boston. Dia berangkat siang ini.”

Jadi dia sudah kembali?

***

“Maaf aku terlambat!”

Seruan itu membuatku dan seisi ruangan menoleh kearah pintu masuk. Disana berdiri seorang pria tinggi dan tampan yang menyandang tas ransel dan tas kamera. Aku menggigit bibir bawahku. Dia datang….

“Itu Taecyeon?”

“Pulang dari Boston dia berubah ya!”

“Hei, itu si cupu kan?”

“Gila, keren banget!”

 “Ganteng banget dia sekarang!”

Bisik-bisik mulai terdengar bersahutan, aku jengah. Kuputuskan untuk pergi keluar sebentar, sepertinya aku butuh udara segar.

“Jieun, aku ke toilet sebentar ya,” pamitku.

“Ah ya, tak perlu ditemani kan?” tanyanya.

“Tak usah,” jawabku sambil beranjak pergi. Aku melirik ke arah Taecyeon yang sudah dikerubungi banyak orang. Tanpa sengaja pandangan kami bertemu. Cepat-cepat kualihkan pandangan dan keluar dari ruangan ini.

***

Haaah….

Aku menghela napas panjang. Ada apa denganku? Bukankah harusnya aku senang dapat kembali bertemu dengannya? Tapi kenapa hatiku malah gundah? Kukeluarkan fotoku dari saku dan kubaca berulang-ulang tulisan Taec disana. Apa maksud dari tulisannya ini?

“Hwa Ra!” Taecyeon tiba-tiba muncul dihadapanku. Wajahnya tampak cemas.

“Huah, aku kira kau kemana. Tadi aku melihat kau keluar, tapi sudah lama kau tak juga kembali. Ternyata kau malah asik duduk depan sini, kenapa nggak di dalam saja sih?”

“Kau mengkhawatirkan ku?” tanyaku balik.

“Tentu saja,” jawabnya sambil berjongkok dihadapanku. “Kenapa kau menghindar dariku?”

“Aku tak menghindar, aku hanya merasa… kau berubah. Aku hanya merasa jadi ada jarak diantara kita,” jawabku sambil menunduk.

Taecyeon menyentuh daguku dan mengangkat wajahku agar menatapnya.

“Aku tak berubah, aku masih tetap Taecyeon yang dulu. Taecyeon yang kau temui di belakang sekolah. Hanya penampilanku yang berubah, dan inilah yang merubah pandangan orang-orang. Percayalah, aku masih tetap seperti dulu,” jelasnya seraya tersenyum.

Senyuman itu, senyuman yang aku rindukan. Ya, dia memang tidak berubah.

“Kau masih menyimpan foto itu?” tanya Taec saat melihat foto ditanganku.

“Ah ini….”

“Pinjam sebentar.” Taec meraih foto ditanganku dan mengeluarkan pulpen dari sakunya. Selama beberapa saat ia menuliskan sesuatu dibalik foto itu. “Ini,” katanya sambil mengembalikan foto itu padaku.

“Ini?” aku terkejut membaca kata-kata tambahan yang baru saja ditulis oleh Taec.

“Dulu aku tak sempat mengatakannya secara langsung, dan kuharap sekarang belum terlambat,” Taec diam sebentar. “You are my first, would you be my last?” tanyanya.

Tanpa pikir panjang, kupeluk pria dihadapanku dan berbisik, “I love you, always and forever!

‘You are my first, I Love You, ALWAYS AND FOREVER – Taecyeon’

Kamis, 02 Agustus 2012

Memory of First Love

It’s story about first love, my first love....



Orang bilang, cinta yang kita rasakan saat kecil itu hanyalah cinta monyet. Gak sungguh-sungguh. Gak serius. Meskipun sampai sekarang aku ga tau pasti apa definisi cinta monyet itu, tapi aku merasa cinta pertamaku bukan sekedar cinta monyet. Waktu itu, aku mendapatkan cinta pertamaku saat duduk di bangku sekolah dasar. Sudah hampir 10 tahun berlalu sejak saat itu. Tapi ga tau kenapa aku gak pernah bisa melupakan dia.

Sebenarnya, kisah cinta pertamaku gak bisa dibilang mulus. Bahkan kisah ini berakhir tanpa aku sempat berkata apa-apa. Mungkin karena waktu itu aku masih terlalu polos. Belum mengerti apa itu cinta. Belum tau apa itu pacaran. Yah, walaupun saat itu sudah ada satu dua temanku yang pacaran. Bahkan sampai ada yang terlibat konflik cinta segitiga, ckck.

Kelas 4 adalah saat dimana aku mulai menyadari bahwa aku mengagumi dia, menyukai dia, lebih dari teman cowokku yang lain. Aku masih ingat, saat itu –entah ide dari mana– aku memberinya sebuah miniatur tokoh kartun. Aku lupa siapa namanya, yang pasti saat itu film kartun tersebut sedang ditayangkan di salah satu televisi swasta berlambang ikan terbang. Saat itu aku menemukan mainan tersebut di gudang rumahku –mungkin itu sebenarnya milik adik laki-lakiku–. Aku masukan mainan tersebut ke dalam kotak obat batuk bergambar bayi, dan tidak aku bungkus. Karena merasa tidak mungkin untuk memberikan secara langsung, aku pun menyimpan hadiah itu di tasnya. Kejadian ini gak pernah aku ceritakan kepada siapa pun. Dan sampai sekarang aku gak pernah tau gimana nasib benda yang aku berikan itu.

Kelas 5, nah ini dia saat kenangan tak terlupakan di masa SD ku terjadi. Sedikit kenangan indah tentang dia. Saat itu ada pembagian kelompok untuk tugas drama bahasa indonesia. Guruku menentukan nama-nama ketua kelompok dan menulisnya di papan tulis. Kami dibebaskan untuk menuliskan nama kami di bawah nama ketua kelompok yang kami mau. Saat itu ada nama dia disana. Dengan pertimbangan rumah yang berjauhan akhirnya aku memutuskan masuk kelompok lain. Tapi jodoh emang gak kemana, guru kami memindahkan namaku dan dua orang teman lainnya ke kelompok dia karena kelompok yang kami pilih sudah melebihi kapasitas.

Latihan terakhir sebelum tampil pun tiba. Kami memutuskan untuk berlatih dirumahku. Tapi bukannya latihan, anak-anak cowok malah pada main-main dan membuat rumahku berantakan. Tentu saja aku kesal. Langsung saja aku marah-marah pada mereka. Aku omelin mereka panjang lebar sampai akhirnya aku usir mereka dan kusuruh mereka pulang.

Malamnya, saat aku sedang makan malam bersama keluarga tiba-tiba ada suara yang memanggil-manggil namaku. Ternyata, ada temen yang datang ke rumahku. Ketika aku keluar, aku liat ada kepala menyembul dari tembok pagar. Itu temen cowok yang cukup akrab denganku, sebut saja namanya Wi. Dalam hati aku berpikir ‘Mau apa juga Wi malem-malem gini kerumah. Lagian rumahnya kan jauh’ Tapi ternyata Wi gak sendiri, dia dibonceng naik sepeda oleh seseorang. Dan yang buat aku kaget, orang itu DIA!

Aku pura-pura cuek saja dan bertanya pada Wi, “Ada apa Wi? Kok malem-malem gini ke rumah?”

“Nih, dia maksa aku nemenin kerumahmu,” kata Wi.

“Mau apa?” tanya aku lagi sok judes.

Wi memanggil dia sambil menyenggol bahunya pelan. Dan kalian tau kenapa dia datang malam itu? Dia minta maaf gara-gara peristiwa tadi siang! Dia jauh-jauh pergi dari rumahnya malem-malem –dan pake acara maksa Wi buat nemenin, yang artinya dia muter makin jauh buat kerumahku– cuma buat minta maaf? Padahal besok juga bisa kan? Dari sanalah aku benar-benar terkesan padanya.

Kelas 6, inilah saat cintaku kandas. Dia akhirnya pacaran dengan salah satu cewek yang tergolong populer dan cantik di kelas. Sejak saat itu aku tak pernah lagi berharap. Tapi entah kenapa aku tak pernah bisa melupakan dia sampai sekarang. Yah, mungkin aku memang tidak akan pernah melupakannya. Bagaimanapun juga itu adalah salah satu serpihan kisah masa laluku. A small piece memory of first love :'))