![]() |
(Sumber dari sini) |
You and Me: Friends
Not a continuation for Fate
Wafda S. Dzahabiyya
“Di mana kau?” tanya Jaebum langsung setelah Jinyoung menjawab
teleponnya.
“Huh?” Itu satu-satunya kata yang berhasil keluar dari mulut Jinyoung. Dia
bukannya tidak tahu alasan leader-nya
itu bertanya.
“Bambam bilang dia sendirian di dorm. Jadi,
pergi kemana kau?”
“Dia tidak sendiri, Seunghoon hyung juga
ada di sana. Dan ya, aku sudah bilang padanya aku harus pergi sebentar.”
“Itu bukan pertanyaanku.”
Jinyoung tertawa pelan sebelum berkata, “Aku tahu kau akan mengomel soal
itu juga, hyung.”
“Di mana kau?” Jaebum bertanya sekali lagi, kali ini dengan nada
yang lebih lembut.
Jinyoung tidak langsung menjawab. Pemuda itu menengadah, memandang langit
malam. Tak ada bulan atau pun bintang malam ini, hanya hamparan gelap langit di
atas kepalanya. Dia mengalihkan pandangannya, menatap terangnya lampu perkotaan
di hadapannya. Kemudian ia menurunkan kepalanya dan berakhir mengamati pantulan
cahaya di air.
“Han-gang,” akhirnya ia berkata.
Jinyoung bisa mendengar Jaebum menghela napas di seberang sana sebelum ia
memberikan pertanyaan lain.
“Apa kau baik-baik saja?” Sekarang
giliran Jinyoung yang menghela napas.
“Aku baik-baik saja hyung,”
Jinyoung berhenti beberapa saat. “Apa kau sudah melihatnya?”
“Belum, tapi aku yakin Youngjae
mengatakan sesuatu tentang kau yang beruntung bisa high-five dengan dia.”
“Apa aku beruntung?” Jinyoung tersenyum kecil.
“Tergantung sudut pandangnya. Dari
sudut pandang Youngjae, Ya, kau beruntung.” Dari suaranya Jinyoung tahu Jaebum tengah menyunggingkan senyum miring
khasnya.
“Dari sudut pandangmu?”
“Oh, kau beruntung bisa menjadi MC
untuk music show.” Jinyoung tertawa, ia tahu hyung-nya itu sedang mencoba
menghiburnya.
“Terima kasih hyung.”
“Tak masalah. Sekarang, cepat
kembali ke dorm. Kau harus mengejar penerbangan besok pagi.
Dan aku tahu kau kena gejala flu sejak semalam, kau bisa terkena demam kalau –”
“Aku tahu hyung, aku tahu.”
Jinyoung tertawa sekali lagi, sampai...
“Jinyoung-ah?” Dan Jinyoung
membeku. Suara itu...
“Tunggu, apa itu dia?” Jinyoung
bisa mendengar suara terkejut Jaebum dari telepon genggamnya.
Jinyoung berbalik, dan itu benar-benar dia.
Gadis itu menatap Jinyoung, masih dengan tatapan mata yang sama yang berusaha
ia hindari seharian ini.
“Hey, apa kau pergi ke Han-gang untuk
bertemu dengannya? Jinyoung-ah, apa yang kau
–”
“Aku akan menghubungimu lagi nanti hyung.”
Jinyoung menutup sambungan teleponnya, matanya masih tetap fokus pada gadis di
hadapannya. Gadis itu masih berdiri di sana, tanpa senyum, tanpa mengatakan apapun, hanya menatap kearahnya. Jinyoung benci tatapan
itu. Tatapan
yang membuatnya lemah, membuatnya tidak dapat melakukan apapun.
“Suji-ya…,” akhirnya ia berkata.
Suji memutus kontak mata mereka sebelum berjalan dan
duduk di sebelah Jinyoung di bangku taman itu.
“Apa yang kau lakukan di sini?” dia bertanya tanpa
melihat ke arah Jinyoung. Matanya bergerak mengamati sungai di hadapan
mereka.
Jinyoung berbalik dan kembali melihat ke arah sungai
seperti gadis itu sebelum menjawab.
“Mungkin alasan yang sama dengan kenapa kau ada di
sini.”
Keheningan muncul di antara mereka dan sepertinya Jinyoung merasa ini lebih baik. Dia mempunyai banyak hal dalam pikirannya, tapi dia tak tahu
bagaimana mengatakan hal tersebut dengan kata-kata. Dia tahu dia bertindak pengecut, tapi dia juga tidak siap
untuk mendengar apapun dari gadis itu.
“Kamu bagus dalam menjadi MC.” Jinyoung menghela napas
ketika Suji memutuskan
mengakhiri keheningan itu, tapi ia mencoba membuat bibirnya melengkung ke
atas.
“Terima kasih. Kau juga sudah menampilkan yang terbaik,” dia berkata sambil menundukkan
kepalanya untuk melihat ke arah kaki gadis itu. “Bagaimana kakimu?”
“Sekarang sudah
membaik.”
Jinyoung menengadah dan menatap kosong ke arah langit
ketika keheningan memutuskan untuk muncul sekali lagi di antara mereka. Dia tidak bisa menghentikan
matanya untuk diam-diam melirik gadis di sampingnya itu ketika angin musim semi
berhembus. Gadis
itu hanya mengenakan t-shirt dan jeans. Memang ini tidak
terlalu dingin, tapi ini juga bukan malam yang hangat.
“Rasanya sudah sangat lama sejak kita datang ke
sini bersama-sama.” Suji sekali lagi membuka percakapan, dan kata-katanya membuat Jinyoung berpikir
untuk beberapa saat.
“Sebenarnya ini memang sudah sangat lama sejak kita
pergi bersama,” dia akhirnya berkata.
“Aku merindukannya.” Kata-kata itu membuat
Jinyoung melihat ke arah Suji. Gadis itu masih
menatap lurus ke depan dan Jinyoung tidak bisa membaca ekspresi wajahnya. “Aku merindukan saat
kita masih menjadi trainee, ketika kita bisa pergi
tanpa mengkhawatirkan penggemar dan reporter.”
Jinyoung tidak berkata apa-apa. Dia mengerti perasaan itu, tapi dia tahu apa yang
ia rasakan tidak sampai setengah dari apa yang Suji rasakan. Gadis itu sudah
berada di level yang berbeda. Bagaimanapun juga dia adalah the nation’s first love.
“Kamu datang dengan sepeda?”
Jinyoung mendapati Suji melihat ke arah
sepeda di samping bangku yang mereka duduki.
“Hmm, aku belum mendapat driver license, dan aku bahkan tidak punya mobil.” Dia tertawa pelan, membuat Suji melihat ke arahnya
dan tersenyum kecil. Gadis itu kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke sungai.
“Aku ingat kau pernah bilang ingin kencan di Han-gang, mengendarai sepeda bersama pacarmu.” Lagi, Jinyoung tidak bisa
membaca ekspresi wajah Suji. Dia sendiri tidak tahu apakah ia harus senang
dengan fakta bahwa gadis itu masih mengingat hal tersebut.
“Yeah, tapi sepertinya itu tidak akan terjadi dalam waktu
dekat,” kata Jinyoung akhirnya. Dia sekarang menundukkan
kepalanya, terjadi
pergumulan di dalam benaknya. Dan Jinyoung pun memutuskan.
“Hey, aku belum mengatakan ini padamu secara langsung, dan aku harap ini belum
terlambat.” Jinyoung menunggu Suji untuk melihat ke arahnya dan memberikan gadis itu senyuman tulusnya sebelum
berkata, “Selamat atas hubunganmu.”
Suji menggigit bibir bawahnya, dan Jinyoung bisa melihat mata gadis di hadapannya memberikan
tatapan itu kembali. Cepat-cepat dia mengalihkan pandangannya ketika ia menyadari ada air mata
di mata gadis itu.
“Pasti lega rasanya akhirnya bisa mengakui
hubunganmu ke publik, ya kan? Dan
yang paling bagus lagi semua orang mendukungmu.” Jinyoung menghela napas tapi tetap memastikan
untuk tersenyum. “Aku masih harus melalui jalan yang panjang untuk bisa merasakan hal itu.”
“Maafkan aku,” Suji berkata pelan. Jinyoung melirik ke arahnya, gadis itu sudah menundukkan
kepalanya. Jinyoung tahu gadis itu berusah menahan tangisannya.
“Untuk apa?” tanya Jinyoung tenang. “Kau tidak melakukan kesalahan apapun padaku. Ini bukan berarti kau
mengkhianatiku, kan?”
Sekarang Jinyoung mendengar Suji mulai terisak. Bahunya naik turun dan ia terlihat memeluk dirinya sendiri. Jinyoung tidak sanggup
melihatnya, dia
tidak sanggup melihat Suji seperti itu. Pemuda itu mencoba untuk mengatur emosinya sendiri.
“Aku tidak akan memintamu untuk berhenti, tapi berjanjilah padaku
ini terakhir kalinya kau menangis karena… ini.”
Jinyoung berkata sambil melepas
jaketnya dan meletakkan jaket itu di pundak Suji. Dengan lembut ia menyentuh dagu gadis itu dan
membuat Suji melihat ke arahnya . “Aku mau melihatmu tersenyum besok. Kau berhak untuk bahagia,
Suji-ya.”
Keduanya terdiam untuk beberapa saat dengan tetap mempertahankan kontak
mata di antara mereka. Tangisan Suji perlahan berhenti.
“Hapus air matamu, aku sudah tudak punya
hak untuk menghapusnya lagi.”
Suji dengan cepat menundukkan kepalanya dan menghapus
air matanya. Setelah itu ia kembali menatap Jinyoung dan bertanya, “Tapi, kita tetap teman,
kan?”
Jinyoung tersenyum mendengar pertanyaan itu. “Kita teman, seperti selama ini.”
Jinyoung menepuk kepala Suji sebelum bangkit berdiri. “Aku akan pergi duluan. Kau harus pulang juga, kau masih harus
melakukan rehearsal
besok pagi.”
Pemuda itu melangkah menjauh dan melirik Suji untuk terakhir kalinya
sebelum menaiki sepedanya. Gadis itu masih duduk di sana, kepalanya kembali
tertunduk dan tangannya memegang jaket Jinyoung dengan erat.
“Selamat tinggal, chingu-ya,” Jinyoung berbisik pelan pada dirinya sendiri. Dia mulai mengayuh
sepedanya sambil tetap menundukkan kepala. Dia tidak mau Suji atau siapa pun melihat sesuatu
yang hangat mengalir menuruni pipinya.
Also posted on asianfanfics in english.
***
Also posted on asianfanfics in english.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar