Kamis, 25 Februari 2016

[Fan Fiction] You and Me: Friends

(Sumber dari sini)
 You and Me: Friends
Not a continuation for Fate
Wafda S. Dzahabiyya

“Di mana kau?” tanya Jaebum langsung setelah Jinyoung menjawab teleponnya.

“Huh?” Itu satu-satunya kata yang berhasil keluar dari mulut Jinyoung. Dia bukannya tidak tahu alasan leader-nya itu bertanya.

“Bambam bilang dia sendirian di dorm. Jadi, pergi kemana kau?”

“Dia tidak sendiri, Seunghoon hyung juga ada di sana. Dan ya, aku sudah bilang padanya aku harus pergi sebentar.”

“Itu bukan pertanyaanku.”

Jinyoung tertawa pelan sebelum berkata, “Aku tahu kau akan mengomel soal itu juga, hyung.”

“Di mana kau?” Jaebum bertanya sekali lagi, kali ini dengan nada yang lebih lembut.

Jinyoung tidak langsung menjawab. Pemuda itu menengadah, memandang langit malam. Tak ada bulan atau pun bintang malam ini, hanya hamparan gelap langit di atas kepalanya. Dia mengalihkan pandangannya, menatap terangnya lampu perkotaan di hadapannya. Kemudian ia menurunkan kepalanya dan berakhir mengamati pantulan cahaya di air.

“Han-gang,” akhirnya ia berkata. Jinyoung bisa mendengar Jaebum menghela napas di seberang sana sebelum ia memberikan pertanyaan lain.

Apa kau baik-baik saja?” Sekarang giliran Jinyoung yang menghela napas.

“Aku baik-baik saja hyung,” Jinyoung berhenti beberapa saat. “Apa kau sudah melihatnya?”

“Belum, tapi aku yakin Youngjae mengatakan sesuatu tentang kau yang beruntung bisa high-five dengan dia.”

“Apa aku beruntung?” Jinyoung tersenyum kecil.

“Tergantung sudut pandangnya. Dari sudut pandang Youngjae, Ya, kau beruntung.” Dari suaranya Jinyoung tahu Jaebum tengah menyunggingkan senyum miring khasnya.

“Dari sudut pandangmu?”

“Oh, kau beruntung bisa menjadi MC untuk music show.” Jinyoung tertawa, ia tahu hyung-nya itu sedang mencoba menghiburnya.

“Terima kasih hyung.”

“Tak masalah. Sekarang, cepat kembali ke dorm. Kau harus mengejar penerbangan besok pagi. Dan aku tahu kau kena gejala flu sejak semalam, kau bisa terkena demam kalau –”

“Aku tahu hyung, aku tahu.” Jinyoung tertawa sekali lagi, sampai...

“Jinyoung-ah?” Dan Jinyoung membeku. Suara itu...

“Tunggu, apa itu dia?” Jinyoung bisa mendengar suara terkejut Jaebum dari telepon genggamnya.

Jinyoung berbalik, dan itu benar-benar dia. Gadis itu menatap Jinyoung, masih dengan tatapan mata yang sama yang berusaha ia hindari seharian ini.

“Hey, apa kau pergi ke Han-gang untuk bertemu dengannya? Jinyoung-ah, apa yang kau –”

“Aku akan menghubungimu lagi nanti hyung.” Jinyoung menutup sambungan teleponnya, matanya masih tetap fokus pada gadis di hadapannya. Gadis itu masih berdiri di sana, tanpa senyum, tanpa mengatakan apapun, hanya menatap kearahnya. Jinyoung benci tatapan itu. Tatapan yang membuatnya lemah, membuatnya tidak dapat melakukan apapun

“Suji-ya…,” akhirnya ia berkata.

Suji memutus kontak mata mereka sebelum berjalan dan duduk di sebelah Jinyoung di bangku taman itu.

Apa yang kau lakukan di sini?” dia bertanya tanpa melihat ke arah Jinyoung. Matanya bergerak mengamati sungai di hadapan mereka.

Jinyoung berbalik dan kembali melihat ke arah sungai seperti gadis itu sebelum menjawab.

Mungkin alasan yang sama dengan kenapa kau ada di sini.”

Keheningan muncul di antara mereka dan sepertinya Jinyoung merasa ini lebih baik. Dia mempunyai banyak hal dalam pikirannya, tapi dia tak tahu bagaimana mengatakan hal tersebut dengan kata-kata. Dia tahu dia bertindak pengecut, tapi dia juga tidak siap untuk mendengar apapun dari gadis itu.

Kamu bagus dalam menjadi MC.” Jinyoung menghela napas ketika Suji memutuskan mengakhiri keheningan itu, tapi ia mencoba membuat bibirnya melengkung ke atas

Terima kasih. Kau juga sudah menampilkan yang terbaik,” dia berkata sambil menundukkan kepalanya untuk melihat ke arah kaki gadis itu. “Bagaimana kakimu?” 

“Sekarang sudah membaik.”

Jinyoung menengadah dan menatap kosong ke arah langit ketika keheningan memutuskan untuk muncul sekali lagi di antara mereka. Dia tidak bisa menghentikan matanya untuk diam-diam melirik gadis di sampingnya itu ketika angin musim semi berhembus. Gadis itu hanya mengenakan t-shirt dan jeans. Memang ini tidak terlalu dingin, tapi ini juga bukan malam yang hangat.

Rasanya sudah sangat lama sejak kita datang ke sini bersama-sama.” Suji sekali lagi membuka percakapan, dan kata-katanya membuat Jinyoung berpikir untuk beberapa saat.

Sebenarnya ini memang sudah sangat lama sejak kita pergi bersama,” dia akhirnya berkata.

Aku merindukannya.” Kata-kata itu membuat Jinyoung melihat ke arah Suji. Gadis itu masih menatap lurus ke depan dan Jinyoung tidak bisa membaca ekspresi wajahnya. “Aku merindukan saat kita masih menjadi trainee, ketika kita bisa pergi tanpa mengkhawatirkan penggemar dan reporter.”

Jinyoung tidak berkata apa-apa. Dia mengerti perasaan itu, tapi dia tahu apa yang ia rasakan tidak sampai setengah dari apa yang Suji rasakan. Gadis itu sudah berada di level yang berbeda. Bagaimanapun juga dia adalah the nation’s first love.

Kamu datang dengan sepeda?” Jinyoung mendapati Suji melihat ke arah sepeda di samping bangku yang mereka duduki.

“Hmm, aku belum mendapat driver license, dan aku bahkan tidak punya mobil.” Dia tertawa pelan, membuat Suji melihat ke arahnya dan tersenyum kecil. Gadis itu kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke sungai.

Aku ingat kau pernah bilang ingin kencan di Han-gang, mengendarai sepeda bersama pacarmu.” Lagi, Jinyoung tidak bisa membaca ekspresi wajah Suji. Dia sendiri tidak tahu apakah ia harus senang dengan fakta bahwa gadis itu masih mengingat hal tersebut.

“Yeah, tapi sepertinya itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat,” kata Jinyoung akhirnya. Dia sekarang menundukkan kepalanya, terjadi pergumulan di dalam benaknya. Dan Jinyoung pun memutuskan.

“Hey, aku belum mengatakan ini padamu secara langsung, dan aku harap ini belum terlambat.” Jinyoung menunggu Suji untuk melihat ke arahnya dan memberikan gadis itu senyuman tulusnya sebelum berkata, “Selamat atas hubunganmu.”

Suji menggigit bibir bawahnya, dan Jinyoung bisa melihat mata gadis di hadapannya memberikan tatapan itu kembali. Cepat-cepat dia mengalihkan pandangannya ketika ia menyadari ada air mata di mata gadis itu.

Pasti lega rasanya akhirnya bisa mengakui hubunganmu ke publik, ya kan? Dan yang paling bagus lagi semua orang mendukungmu.” Jinyoung menghela napas tapi tetap memastikan untuk tersenyum.Aku masih harus melalui jalan yang panjang untuk bisa merasakan hal itu.”

Maafkan aku,” Suji berkata pelan. Jinyoung melirik ke arahnya, gadis itu sudah menundukkan kepalanya. Jinyoung tahu gadis itu berusah menahan tangisannya

Untuk apa?” tanya Jinyoung tenang. “Kau tidak melakukan kesalahan apapun padaku. Ini bukan berarti kau mengkhianatiku, kan?”

Sekarang Jinyoung mendengar Suji mulai terisak. Bahunya naik turun dan ia terlihat memeluk dirinya sendiri. Jinyoung tidak sanggup melihatnya, dia tidak sanggup melihat Suji seperti itu. Pemuda itu mencoba untuk mengatur emosinya sendiri.

Aku tidak akan memintamu untuk berhenti, tapi berjanjilah padaku ini terakhir kalinya kau menangis karena… ini.” Jinyoung berkata sambil melepas jaketnya dan meletakkan jaket itu di pundak Suji. Dengan lembut ia menyentuh dagu gadis itu dan membuat Suji melihat ke arahnya . “Aku mau melihatmu tersenyum besok. Kau berhak untuk bahagia, Suji-ya.”

Keduanya terdiam untuk beberapa saat dengan tetap mempertahankan kontak mata di antara mereka. Tangisan Suji perlahan berhenti. “Hapus air matamu, aku sudah tudak punya hak untuk menghapusnya lagi.”

Suji dengan cepat menundukkan kepalanya dan menghapus air matanya. Setelah itu ia kembali menatap Jinyoung dan bertanya,Tapi, kita tetap teman, kan?”

Jinyoung tersenyum mendengar pertanyaan itu. “Kita teman, seperti selama ini.”

Jinyoung menepuk kepala Suji sebelum bangkit berdiri. “Aku akan pergi duluan. Kau harus pulang juga, kau masih harus melakukan rehearsal besok pagi.”

Pemuda itu melangkah menjauh dan melirik Suji untuk terakhir kalinya sebelum menaiki sepedanya. Gadis itu masih duduk di sana, kepalanya kembali tertunduk dan tangannya memegang jaket Jinyoung dengan erat.

Selamat tinggal, chingu-ya,” Jinyoung berbisik pelan pada dirinya sendiri. Dia mulai mengayuh sepedanya sambil tetap menundukkan kepala. Dia tidak mau Suji atau siapa pun melihat sesuatu yang hangat mengalir menuruni pipinya. 

***

Also posted on asianfanfics in english.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar