Selasa, 23 Februari 2016

[Fan Fiction] Omma?

(Credit: JYP Entertainment)
Omma?
Wafda S. Dzahabiyya

Hyung!!” Youngjae berteriak seraya membuka pintu kamar Jinyoung dengan sekali hentakan keras, menimbulkan getaran kecil pada kaca pintu itu.

Jinyoung yang baru saja keluar dari toilet di kamarnya terkejut melihat Youngjae begitu panik.

“Jaebum hyung… Jaebum hyung…” seru Youngjae terbata sambil berusaha mengatur napasnya.

Jinyoung mengernyit, berjalan mendekati Youngjae dan menyentuh bahu pemuda itu lembut, lalu bertanya pelan, “Tenanglah, ada apa dengan Jaebum hyung?”

Youngjae tak menjawab. Ia hanya menarik lengan Jinyoung, membawanya berlari menuju kamarnya dan Jaebum, tanpa memperdulikan teriakan penasaran dari duo maknae yang mereka lewati. 

“Lihat hyung,” kata Youngjae begitu mereka berdua tiba di ambang pintu kamarnya.

Ya, Jinyoung bisa melihatnya, Jaebum tampak bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya. Ia bahkan bisa mendengar erangan pelan dan hembusan napas berat dari sosok itu.

Hyung… kenapa?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Jinyoung tanpa ia sadari. Pandangannya menatap kosong ke arah sang leader.

“Aku tak tahu hyung. Begitu aku kembali dari shower dia sudah begitu.” Youngjae tampaknya mendengar pertanyaan Jinyoung dan mengira pertanyaan itu untuknya. Jinyoung tersentak, dia bisa mendengar nada khawatir dari Youngjae. Di tepuknya pundak pemuda itu pelan sebelum ia melangkah masuk mendekati Jaebum.

Jinyoung berlutut disamping Jaebum dan menyentuh pelan dahinya, panas. Jinyoung memang menyadari seharian ini leader-nya itu lebih pendiam dari biasanya, tapi saat pemuda itu bertanya Jaebum hanya bilang tenggorokannya sakit. Siapa sangka ternyata separah ini. Jaebum pasti menahan sakitnya mati-matian karena tidak mau membut membernya cemas. Dia bahkan belum mengganti bajunya dan langsung tidur, sampai bajunya basah penuh keringat. Jinyoung menggigit bibir bawahnya dan menghela napas.

“Youngjae-ya, tolong ambilkan thermometer dan obat demam. Oh, sekalian semangkuk air dingin dan handuk kecil ya,” kata Jinyoung sambil bangkit menghampiri tumpukan baju Jaebum, berniat mengambil baju ganti.

“Youngjae-ya?” Jinyoung menoleh ke arah pintu saat tidak mendengar balasan dari Youngjae.

Pemuda itu masih terpaku di sana. Ia mengerjap sesaat sebelum menjawab terbata, “Oh, ba–baik hyung!”

Jinyoung kembali menghela napas sebelum memfokuskan dirinya pada tumpukan baju di hadapannya. Diambilnya selembar kaus dan celana serta sepasang kaus kaki. Dengan cekatan Jinyoung mengganti celana Jaebum dan memasanginya kaus kaki. Baru saja ia akan beralih mengganti kemeja Jaebum saat didengarnya ketukan pelan, Mark berdiri di ambang pintu dengan tatapan seolah bertanya, apa dia baik-baik saja?

“Kebetulan kau datang hyung. Bantu aku mendudukkannya, aku harus mengganti kemejanya.” 

Dengan segera Mark memposisikan dirinya disisi lain Jaebum dan mengangkat leader-nya itu hingga ke posisi duduk.

“Panas sekali,” kata Mark begitu tangannya berinteraksi dengan tubuh Jaebum. Jinyoung hanya bergumam pelan menanggapinya sambil sibuk memasangkan kaus pada Jaebum.

“Sudah,” katanya singkat sambil mengisyaratkan Mark untuk membaringkan Jaebum kembali.

Hyung, ini…” Youngjae masuk ke dalam kamar dengan membawa nampan berisi benda-benda yang tadi disebutkan Jinyoung.

Jinyoung mengambil alih nampan tersebut dan meletakkannya di samping tempat tidur Jaebum sambil mengucapkan terima kasih pada Youngjae. 

Hyung! Ada apa dengan Jaebum hyung?”

“Apa dia baik-baik saja?”

Maknae berebut masuk dan melontarkan pertanyaan saat Jinyoung memasangkan thermometer di ketiak Jaebum untuk mengukur suhu tubuhnya. Di belakang mereka Jackson mengikuti dengan setengah kesal.

“Sudah kubilang kalian tidur saja,” gerutu Jackson. Pemuda itu menatap Jinyoung seolah meminta maaf karena tidak berhasil menahan kedua maknae. Jinyoung tersenyum padanya sebelum beralih pada maknae yang sudah duduk di samping Youngjae, menatap leader mereka khawatir.

“Dia demam, tapi tak usah khawatir, dia akan baik-baik saja.”

“Tapi dia tidak terlihat baik-baik saja hyung,” ujar Bambam. 

“Bagaimana ini? Kenapa harus disaaat seperti ini?” Yugyeom mulai menggigiti kuku jarinya, pertanda bahwa ia sangat cemas. Tentu saja, saat ini mereka tengah berada di masa promosi mini album kedua mereka. Jadwal padat masih menunggu di hadapan.

Belum sempat Jinyoung menanggapi, thermometer di ketiak Jaebum berbunyi. Dengan cepat Jinyoung mencabutnya dan menghela napas berat saat melihat angka yang tertera disana.

“Berapa suhunya?” tanya Mark. Jinyoung menyerahkan benda di tangannya pada Mark.

“Berapa?” tanya Jackson tak sabar.

“Nyaris 40 derajat,” jawab Mark pelan.

“Apa?!” pekik maknae berbarengan.

“Pantas saja dia sampai seperti itu,” gumam Jackson seraya menatap nanar sosok yang berbaring di hadapannya.

“Kau sudah menelpon Noyoung hyung?” Mark bertanya pada Jinyoung.

“Ah!” Jinyoung baru ingat ia belum menelpon manager mereka itu. Tadi setelah mengantar mereka kembali ke dorm, para manager kembali pergi karena masih banyak urusan yang belum mereka selesaikan. “Bisa kau telpon dia hyung?”

Mark mengangguk dan bangkit meninggalkan kamar untuk menelpon sang manager.

“Jackson-ah, bantu aku mendudukkan Jaebum hyung. Dia harus minum obat,” pinta Jinyoung yang langsung membuat Jackson beranjak menggantikan posisi Mark.

Jinyoung memasukkan dua butir obat ke mulut Jaebum saat Jackson berhasil membuatnya duduk, kemudian diambilnya gelas berisi air dan bersiap meminumkannya pada pria itu.

“Kau akan meminumkannya begitu saja?” tanya Jackson menghentikan gerakan Jinyoung.

“Memangnya harus seperti apa?”

“Kau tahu, seperti di drama.” Jackson menunjuk bibirnya lalu berganti menunjuk bibir sang leader.

Hyung!” seru Bambam tak habis pikir kenapa Jackson masih bisa bercanda disaat seperti ini.

“Kau saja yang melakukannya!” balas Jinyoung sambil memutar bola matanya. 

Hyung, minum ya,” kata Jinyoung lembut sambil menahan bahu Jaebum dan menempelkan bibir gelas pada mulutnya.

Semua memperhatikan dengan cemas saat Jaebum mulai meneguk airnya sampai ia terbatuk dan menumpahkan sedikit air dalam gelas. Dengan panik Jackson menepuk-nepuk punggung Jaebum dan Jinyoung menaruh gelasnya sebelum menyeka air disekitar mulut Jaebum. Jinyoung menginstruksikan Jackson untuk menidurkan kembali leader mereka saat batuknya sudah reda.

Dengan cekatan Jinyoung mencelupkan handuk kecil kedalam air dingin yang dibawa Youngjae tadi, memerasnya dan melipatnya sebelum menaruhnya di dahi Jaebum yang panas.

“Kalian tenang saja, Jaebum hyung lebih kuat dari yang kalian kira.” 

Semua beralih menatap Jinyoung yang tengah tersenyum memperhatikan Jaebum yang masih gelisah dalam tidurnya. Mereka tahu Jinyoung telah mengenal Jaebum lebih lama dari mereka, ia pasti lebih mengerti soal hal ini.

“Hey, Noyoung hyung bilang dia akan kembali dalam satu jam,” lapor Mark saat kembali ke kamar itu.

Jinyoung memperhatikan satu-persatu membernya sebelum berkata, “sebaiknya kalian tidur saja, biar aku yang menjaga Jaebum hyung sampai Noyoung hyung datang.”

“Tapi hyung –” Maknae bersiap untuk protes, namun dengan cepat Jinyoung memberi kode pada Jackson untuk membawa mereka pergi kembali ke kamarnya.

“Ayo anak-anak, dengarkan apa kata omma,” seru Jackson sambil memaksa Bambam dan Yugyeom untuk bangkit dan keluar dari sana.

“Kau yakin?” 

Jinyoung menatap Mark dan tersenyum. “Tentu hyung, tidur lah. Kau pasti juga lelah setelah seharian ini.”

“Baiklah, kalau ada apa-apa langsung panggil aku,” kata Mark sebelum pergi menyusul Jackson.

Hyung.” Jinyoung menoleh, ia baru ingat akan Youngjae yang sedari tadi diam di sampingnya.

“Oh, Youngjae-ya, kau bisa tidur dikamarku malam ini.”

Youngjae menggigit bibir bawahnya, ia terus menatap Jaebum seolah ragu meninggalkan leader-nya itu.

“Jangan khawatir, besok pagi saat kau bangun Jaebum hyung pasti sudah seperti semula,” kata Jinyoung berusaha meyakinkan.

Youngjae menatap Jinyoung dengan ragu.

“Aku akan membangunkanmu jika terjadi sesuatu,” tambah Jinyoung.

“Baiklah hyung,” kata Youngjae akhirnya.

Jinyoung menghela napas keras setelah Youngjae menutup pintu kamar itu. Pemuda itu menatap Jaebum nanar dan bergumam pelan, “Hyung, kau harus sembuh. Semua mengkhawatirkanmu.” Aku mengkhawatirkanmu.

Jinyoung mengganti kompres Jaebum sebelum memposisikan dirinya bersandar di dinding, di samping kepala Jaebum. Pemuda itu melipat kakinya di depan dada dan memeluknya lalu menaruh dagunya di sana. Ia menoleh, memperhatikan Jaebum yang belum bisa tidur tenang. Jinyoung mengulurkan sebelah tangannya, mengelus rambut Jaebum yang sedikit basah karena keringat. sekali lagi ia menghela napas.

Jinyoung tersentak, ia hampir saja tertidur saat tiba-tiba Jaebum mengigau cukup keras.

Ani…

Hyung?” Jinyoung buru-buru berbalik menghadap Jaebum.

Ara… Mianhae… Kajima…
Hyung? Kau dengar aku?” Jinyoung mulai panik, digoyangkannya bahu Jaebum pelan.

Kajima… Jebal… Jinyoung-ah!”

Jinyoung memundurkan sedikit tubuhnya karena terkejut Jaebum tiba-tiba bangun dan meneriakkan namanya. Dihadapannya Jaebum sudah terduduk, memegangi kepalanya sambil mengatur napas, tampaknya pemuda itu tidak menyadari keberadaan Jinyoung.

Hyung? Kau tidak apa-apa?” tanya Jinyoung hati-hati.

Jaebum tersentak dan menoleh cepat. “Jinyoung-ah!” seru Jaebum seraya memeluk pemuda di sampingnya.

Hyung, ada apa?” tanya Jinyoung akhirnya setelah berhasil menyeimbangkan tubuhnya yang sedikit terdorong akibat pelukan mendadak dari Jaebum.

“Aku bermimpi,” kata Jaebum. Jinyoung bisa merasakan dada Jaebum yang naik turun, sepertinya pemuda itu masih berusaha mengatur napasnya. “Aku bermimpi semua orang mengatakan kita gagal. Semuanya menyalahkanku, dan kalian meninggalkanku. Kau meninggalkanku.” Jaebum mengatakan kalimat terakhirnya dengan sedikit bergetar.

“Itu hanya mimpi buruk, hyung. Kau pasti terlalu lelah dan banyak pikiran,” ujar Jinyoung seraya menepuk-nepuk punggung sang leader lembut.

“Tapi semuanya terasa nyata, dan kau –” 

Hyung!” potong Jinyoung. “Apa pun yang terjadi, apa pun yang orang katakan, kami akan selalu ada di sini. Aku akan selalu ada di sampingmu. Kita akan selalu menghadapinya bersama. Bukankah itu yang kau katakan padaku?”

“Kau benar, maaf.” Jaebum melepaskan pelukannya dan menunduk.

Hyung, kau mau makan sesuatu?” tanya Jinyoung setelah mereka berdua saling diam selama beberapa saat. “Aku tahu kau tidak menyentuh makan malammu sama sekali.”

“Aku tak selera makan.”

Hyung, kau harus makan biar cepat sembuh,” omel Jinyoung. “Kau mau aku buatkan cream soup? Kurasa kita masih punya persediaan cream soup instan.”

Jaebum menoleh dan ikut tersenyum ketika melihat cengiran lebar khas Jinyoung dihadapannya. “Terserah kau sajalah.”

“Bagus!” seru Jinyoung sambil beranjak. 

“Oh hyung, habiskan air di gelas itu. Kau harus banyak minum agar demammu turun. Aku akan bawakan air lagi nanti,” perintah Jinyoung sebelum menghilang di balik pintu.

Jinyoung baru saja mulai merebus air saat didengarnya suara dari pintu depan. Buru-buru ia pergi untuk melihatnya. 

Hyung!” serunya ketika mendapati managernya tengah membuka sepatu.

“Oh Jinyoung-ah, bagaimana Jaebum?”

“Dia baru saja bangun jadi aku membuatkan makanan untuknya.”

Managernya tersenyum sebelum melewati Jinyoung dan berjalan menuju kamar Jaebum. Jinyoung sendiri segera kembali kedapur, meneruskan tugasnya.

Tidak sampai 10 menit semuanya siap. Dengan hati hati ia membawa semangkuk cream soup di tangan kanan dan sebotol penuh air di tangan kiri. Jinyoung berhenti di depan pintu kamar Jaebum yang sedikit terbuka dan mengintip kedalam. Ia bisa mendengar jelas percakapan Jaebum dan sang manager.

“Kau yakin tidak mau membatalkan jadwalmu?”

“Ya hyung, aku yakin besok aku pasti sudah sembuh.”

“Ck, kau memang keras kepala. Kalau besok pagi demammu belum turun, aku akan membatalkan semua jadwalmu.”

Jinyoung melihat manager mereka beranjak berdiri, dengan cepat ia ketuk pintu kamar itu dan masuk, berpura-pura tidak menguping pembicaraan mereka.

“Jaga dia,” bisik managernya sambil menepuk pundak Jinyoung ketika mereka berpapasan.

Jinyoung menoleh, memperhatikan managernya pergi dan menutup pintu sebelum ia berjalan mendekati Jaebum. Jinyoung duduk di samping Jaebum, menaruh botol airnya dan menyodorkan mangkuk berisi cream soup ke arah Jaebum.

“Ini hyung, makanlah.”

Tapi Jaebum hanya menatap mangkuk itu sekilas sebelum menatap Jinyoung.

“Kenapa?” tanya Jinyoung bingung karena Jaebum tak juga mengambil mangkuk itu.

“Kau tahukan aku sedang sakit?” tanya Jaebum balik.

Jinyoung mendengus, ia mengerti maksud perkataan leader-nya itu. Diambilnya sesendok cream soup, ditiupnya sedikit dan disodorkannya ke arah Jaebum.

Jaebum menyeringai mendapati sesendok cream soup di depannya sebelum memakannya.

“Apa Youngjae di kamarmu?” tanya Jaebum.

“Ya, dia sempat tak mau saat aku suruh pergi,” jawab Jinyoung sambil menyodorkan suapan berikutnya. “Dia terlihat panik dan takut sekali saat datang memanggilku tadi.”

“Aku pasti membuat semuanya khawatir.”

“Ya, Yugyeom bahkan hampir menangis tadi.”

“Tapi kau bisa mengatasinya kan?” tanya Jaebum dengan nada bercanda sebelum memakan suapan berikutnya.

“Mark hyung dan Jackson membantuku.”

“Kau memang pantas menjadi omma untuk GOT7.”  Jinyoung tidak menanggapi perkataan Jaebum, ia hanya tersenyum seraya terus menyuapi sang leader.

“Kau sudah berubah, Jinyoung-ah. Aku ingat dua tahun yang lalu juga ada kejadian yang sama seperti saat ini.”

Jinyoung terpaku, tangannya berhenti menyendok cream soup di mangkuk. Tentu saja dia ingat kejadian dua tahun yang lalu. Jaebum juga jatuh sakit di tengah masa debut mereka sebagai JJ Project. Saat itu mereka hanya berdua di dorm, tanpa manager seperti tadi. Jinyoung ingat betul betapa panik dan takutnya ia saat itu, sampai Jaebum harus menenangkannya dan meyakinkannya bahwa ia baik-baik saja.

“Jinyoung-ah?”

Jinyoung tersentak, Jaebum tengah menatapnya cemas. Jinyoung bahkan tidak menyadari Jaebum telah mengambil mangkuk cream soup ditangannya dan menyimpannya.

“Terima kasih,” kata Jaebum sambil menyentuh kedua pundak Jinyoung dan tersenyum. “Terima kasih karena kau selalu ada disampingku.”

Dan pertahanan Jinyoung pun runtuh. Tanpa ia sadari air mata mulai mengalir di pipinya, ia terisak.

“Hey, kenapa kau menangis?” tanya Jaebum cemas.

Jinyoung tidak menjawab, ia langsung memeluk Jaebum dan terus terisak.

“Jinyoung-ah, ada apa?” Jaebum mengelus punggung Jinyoung lembut, berusaha menenangkan pemuda yang lebih muda darinya itu.

“Kau salah hyung.” Jinyoung mulai berbicara diantara isakannya. “Aku belum berubah, aku masih sama seperti dua tahun yang lalu. Kau tak tahu betapa cemasnya aku saat Youngjae datang dengan panik dan menyebut-nyebut namamu. Kau tak tahu betapa takutnya aku melihat kau terus bergerak gelisah dalam tidurmu. Setiap kali mereka bertanya apa kau baik-baik saja, aku menjawabnya untuk diriku sendiri. Aku berusaha meyakinkan diriku sendiri kalau kau akan baik-baik saja. Rasanya masih sama seperti dua tahun yang lalu. Aku takut hyung.”

Jaebum menghela napas mendengar pengakuan Jinyoung, namun tanpa sadar ia tersenyum saat membayangkan pemuda itu berusaha tampak kuat dihadapan member lain.

“Kalau begitu sekarang aku yang akan mengatakannya padamu. Aku akan baik-baik saja, pasti.”

Jaebum bisa merasakan Jinyoung mengeratkan pelukannya. Sesaat kemudian isakannya mulai mereda.

“Aku tak akan pernah bisa jadi omma untukmu,” gumam Jinyoung pelan.

“Aku tak butuh GOT7 omma,” balas Jaebum tenang.

Hyung!” Jinyoung berseru sambil melepas pelukannya, menatap Jaebum tak percaya.

Jaebum terkekeh melihat reaksi Jinyoung. Tangannya meraih pipi pemuda itu dan menghapus air matanya.

“Yang aku butuhkan hanya adikku, Park Jinyoung.”

Seketika Jinyoung tersenyum lebar dan kembali memeluk Jaebum.

Hyung?”

“Hmm?”

I love you.”

I love you too, Jinyoung-ah.”

*** 

Also posted on asianfanfics in english.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar